f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
hilang

Seni Kaligrafi Sebagai Media Kreatifitas dan Ekspresi Santri

Salah satu unsur universal dari hasil kebudayaan masyarakat yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, adalah seni kaligrafi yang identik dengan keindahan dan dapat dinikmati oleh manusia sebagai makhluk visual yang sejatinya menyukai keindahan dan keestetikan terhadap suatu objek indah.

Kita tentu tidak asing lagi dengan kaligrafi, entah dalam bingkai atau dicetak di atas marmer yang dipasang di mihrab masjid, dinding rumah, hingga stiker kaligrafi yang dipasang di bagian belakang mobil.

Namun bagaimana dengan muasal dan makna dari kaligrafi itu sendiri?

Makna Kaligrafi

Kata kaligrafi sebenarnya diadopsi dari bahasa Yunani “kallos” yang berarti indah dan “graphein” yang berarti tulisan atau aksara. Pendeknya, kaligrafi adalah seni menulis indah. Dalam bahasa Arab, kaligrafi sendiri disebut “khat” yang berarti garis.

Secara istilah, kaligrafi berarti tulisan tangan sebagai karya seni. Dalam beberapa hal, yang dimaksud kaligrafi adalah tulisan formal yang indah. Perbedaannya dengan tulisan biasa terletak pada kualitas keindahannya yang memiliki nilai seni.

Sedangkan secara terminologi, pengertian kaligrafi menurut Syekh Syamsuddin Al-Akfani bahwa, kaligrafi merupakan suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal. Letak-letaknya dan tata cara merangkainya, hingga menjadi sebuah tulisan yang tersusun atau apa yang ditulis di atas garis-garis. Bagaimana cara menulisnya, menentukan mana yang tak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu diubah dan menentukan cara mengubahnya.

Asal-usul Seni Kaligrafi

Sebenarnya, tradisi khat (tulis-menulis) ini telah ada sejak sebelum bangsa Arab menjadikan kaligrafi sebagai seni dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun. Seperti bangsa Mesir dengan tulisan Hierogliph-nya, India dengan Devanagri, Jepang dengan aksara Kaminomoji, Indian dengan Azteka, hingga bangsa Assiria dengan Fonogram-nya.

Baca Juga  Muslimah Modern: Penguatan Identitas, Pendidikan, dan Peran Sosial dalam Konteks Islam

Hal ini disebabkan oleh karena bangsa Arab lebih menyukai tradisi lisan daripada tulis-menulis. Di samping itu, bangsa Arab adalah bangsa nomaden sehingga lebih praktis membudayakan tradisi lisan daripada tulisan. Karenanya, bangsa Arab lebih mempopulerkan syair-syair yang mereka ciptakan ketimbang menulis indah.

Seni Kaligrafi disukai Banyak Kalangan

Seni kaligrafi merupakan salah satu seni yang hingga kini banyak digandrungi oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Tak terkecuali oleh santri yang setiap harinya bergumul dengan Al-Qur’an dan kitab kuning yang membuatnya familiar dengan tulisan-tulisan Arab berjenis naskhi.

Teknik pembuatan, tingkat kesulitan, serta gaya huruf (font) pada kaligrafi pun beragam, mulai dari yang mudah dipelajari dan sederhana seperti riq’ah. Sedang  naskhi, farisi, dan diwany, hingga yang paling rumit seperti tsuluts dan kufi.

Dari Langkah Kecil Menuju Kemenangan Akbar

Dari menggeluti kesenian ini, Ziham Azhar seorang tutor ekstrakulikuler seni kaligrafi di Ponpes Karangasem Lamongan berkali-kali memenangkan perlombaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) cabang lomba kaligrafi. Terakhir kali ia mendapatkan trofi juara 1 pada event MTQ Kabupaten Lamongan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Kemenag.

Saat dimintai rahasia suksesnya, ia menjelaskan bahwa dirinya memang menyukai dunia grafis sedari kecil, “Saat masih kecil, saya memang suka melukis, melukis apa pun yang saya suka”. disamping itu pula, ia mewarisi darah seni dari sosok ayah yang juga pekerja seni.

Dengan bakat dan potensi yang dimilikinya itu, saat kelas 3 MI, ia seringkali didelegasikan sekolahnya dalam ajang perlombaan kaligrafi. Namun setiap perlombaan yang diikutinya, satu pun tidak pernah ia menangkan. Melihat Ziham kecil yang tak patah arang dalam berproses, saat itulah seseorang hadir dalam hidupnya, kelak darinya pintu kesuksesan terbuka lebar.

Baca Juga  Maslahah Mursalah Asy-Syatibi untuk Ekonomi Konvensional

Dialah Ikhlal Fauqi, seorang paman yang benar-benar menempa Ziham kecil untuk bangkit dan mengembangkan potensi yang dimilikinya; agar kelak ilmu-ilmu yang diberikannya dapat bermanfaat bagi murid-muridnya kelak, begitu seterusnya dan begitu seharusnya.

Dan benar saja, saat tumbuh dewasa, setiap kali Ziham mengikuti perlombaan MTQ cabang lomba kaligrafi, hampir dapat dipastikan ia selalu menorehkan kemenangan. Dari sana, ia diakui oleh banyak orang sebagai khattaat kontemporer modern.

Totalitas dalam Berkarya

Untuk menghasilkan sebuah karya seni kaligrafi, kita membutuhkan setidaknya tiga hal; fokus, kreatif, dan totalitas. Fokus membuat kita memperhatikan setiap detailnya; Kreatif membuat kita mencari dan mencoba hal-hal baru yang berbeda–tentu dengan tetap mengindahkan kaidah-kaidah yang berlaku; dan totalitas membuat kita agar lebih mencintai sepenuh hati terhadap passion yang kita geluti. Salah satu murid yang mewarisi keahliannya, dialah Luckya Eliza Safitri yang kerap diasapa Iza, ia adalah seorang santri yang memiliki segudang prestasi di bidang ini. Berkali-kali ia menyabet gelar juara umum di berbagai ajang perlombaan kaligrafi.

Seperti pada Olimpiade Qur’an tingkat nasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada April 2019, ia berhasil memboyong trofi juara 1. Lalu  juara 2 kaligrafi dekorasi tingkat nasional di Malang, dan pada tahun yang sama ia kembali menaiki podium tertinggi pada MTQ tingkat SLTA se-Jatim di UNESA. Saat ditanya perihal kiat suksesnya dalam menggapai keberhasilan, ia mengaku tak memiliki rahasia apa pun. Ia mulai menggeluti dunia ini karena keterpaksaan hingga akhirnya totalitas dalam menekuni bidang seni kaligrafi.

“Awalnya dulu saya terpaksa, karena keterpaksaan itulah lama-lama saya mencintai kesenian ini, dan dari proses yang cukup panjang itu Alhamdulillah [saya] bisa membawa pulang trofi juara umum di hampir setiap perlombaan”. Ujar mantan ketua OPPK Putri periode 19/20 cum siswa MAM 1 Paciran itu. Dari kerja keras, totalitas, dan dedikasinya terhadap seni, lalu menjelma segudang prestasi di tingkat nasional dan daerah, Iza diganjar golden ticket dari Universitas Airlangga (UNAIR) Jurusan Kedokteran Hewan, bersama tiga kawannya.

Baca Juga  Pandemi di Tanah Rantau (2)

Melihat dua kisah di atas dengan proses panjang yang penuh liku itu, Saya teringat dengan Sastrawan Amerika, Ray Bradbury. Pada suatu kesempatan ia pernah berujar:

“Cintai apa yang kamu kerjakan dan kerjakan apa yang kamu cintai. Jangan dengarkan orang lain yang mengatakan kepadamu untuk tidak melakukannya. Lakukan apa yang kau mau, yang kau suka. Imajinasi harus menjadi pusat dari hidupmu.”

Bagikan
Post tags:
Post a Comment