f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pendidikan finlandia

Pendidikan Cinta Ala Finlandia: Refleksi atas Buku Sistem Pendidikan Finlandia Karya Ratih D. Adiputri

Sebagai seorang guru pemula, saya merasa perlu banyak belajar dan membaca. Terutama membaca seputar hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Beberapa minggu terakhir, saya sedang membaca buku karya Ratih D. Adiputri yang berjudul “Sistem Pendidikan Finlandia” yang secara keseluruhan menjelaskan tentang belajar cara belajar.

Saya merasa, buku ini memberi perspektif segar tentang sistem pendidikan terbaik di dunia.

Negara Kesejahteraan

Tidak seperti di Indonesia yang selalu membanggakan dirinya sebagai negara hukum, Finlandia justru berusaha mengklaim dirinya sebagai negara kesejahteraan. Dari sini saya membaca bahwa Finlandia sangat fokus pada kesejahteraan warganya, sehingga ketika sebagian besar atau bahkan seluruh warganya sejahtera, hukum tak lagi terlalu berarti. Sebab, masyarakat telah berhasil memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus merugikan orang lain.

Hal ini terbukti dari cerita-cerita yang disajikan mbak Ratih dalam bukunya (Sistem Pendidikan Finlandia) yang menjelaskan bahwa di sana sangat jarang terjadi pencurian dan kejahatan. Berdasarkan pengalamannya yang sudah tinggal di Finlandia sejak 2009, ia mengaku tidak pernah menemui kasus-kasus pencurian barang-barang di tempatnya tinggal ataupun di sekolah tempat anaknya belajar.

Kondisi di sana terbilang aman, karena semua warganya sejahtera. Tak banyak warga yang kekurangan materi untuk memenuhi kebutuhan. Sekalipun ada yang demikian, negara akan turun tangan langsung untuk menutupi segala kekurangan warganya secara penuh dan utuh (Adiputri, 2022).

Saya rasa, hal ini juga bisa dilihat secara objektif dari hasil pemeringkatan dunia yang menobatkan Finlandia sebagai negara paling bahagia di dunia selama 7 tahun berturut-turut (CNN, 2024).

Bukankah tujuan setiap manusia yang hidup adalah menjadi bahagia? Nah, sebagian besar atau bahkan semua warga Finlandia nampaknya sudah mencapai titik itu, menjadi orang yang bahagia, karena kondisi negara yang dikelola dengan sangat baik. Terutama dalam aspek pendidikannya.

Baca Juga  Ke mana Arah Pendidikan Kita?

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Yaa para pembaca Rahma.id bisa menilai sendiri lah ya.

Pendidikan Cinta ala Finlandia

Konsekuensi dari negara Finlandia yang fokus pada kesejahteraan menghasilkan sistem pendidikan yang sangat ideal. Meskipun begitu, saya rasa sifat keduanya (pendidikan dan kesejahteraan) adalah dialektis. Artinya, kesejahteraan menghasilkan pendidikan berkualitas sekaligus pendidikan berkualitas menghasilkan kesejahteraan. Hanya saja di buku ini, fokus kajiannya dari sudut pandang pendidikan yang mampu menghasilkan kesejahteraan warganya.

Di dalam bukunya, mbak Ratih menjelaskan bahwa pendidikan di Finlandia mengedepankan prinsip “pendidikan untuk semua”. Sebagai pembaca, saya memiliki refleksi lanjutan, yaitu “pendidikan untuk semua” Finlandia ini menghasilkan “pendidikan cinta” yang mengagumkan.

Mengapa pendidikan cinta? Sebab, sistem pendidikan di Finlandia sangat mengedepankan prinsip budaya percaya (culture of trust) yang sangat tinggi. Seorang sastrawan besar yang terkenal dengan sajak-sajak cintanya, yaitu Kahlil Gibran, pernah berkata bahwa syarat utama cinta adalah percaya. Katanya, keraguan dalam cinta adalah sebuah dosa. Lebih dari itu, kecurigaan dalam cinta pun adalah sebuah dosa.

Melihat sistem pendidikan Finlandia yang amat mengedepankan sistem percaya satu sama lain, maka kiranya tepat menyebut pendidikan Finlandia ini sebagai pendidikan cinta. Pendidikan yang didasarkan pada asas cinta yang hakiki. Bukan gombal belaka, seperti yang terjadi di Indonesia.

Menurut saya, pendidikan cinta atas dasar percaya inilah yang akhirnya membuat seluruh masyarakat Finlandia sejahtera. Setiap anak kecil maupun dewasa saling percaya. Guru percaya pada siswa bahwa mereka tidak akan menyontek untuk mendapat nilai bagus. Siswa percaya pada guru tentang pemberian nilai yang adil. Orang tua siswa percaya bahwa guru yang mendidik anaknya adalah para profesional (Adiputri, 2019). Serta pemerintah percaya pada kontribusi guru dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat Finlandia. Semuanya saling percaya, tanpa curiga, tanpa keraguan.

Baca Juga  Merdeka Belajar Bukan Cuma di Sekolah

Hebatnya, kepercayaan itu benar-benar dijaga dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Tidak membuat saling kecewa. Sehingga, sistem pendidikan cinta ala Finlandia ini benar-benar menghasilkan insan terdidik yang mengedepankan kesejahteraan untuk semua.

Contoh konkret kualitas terdidik warga negara Finlandia diceritakan secara gamblang oleh mbak Ratih dalam bukunya. Ia menjelaskan jika ada seseorang yang menganggur, maka orang tersebut akan digaji oleh negara agar dapat memenuhi kebutuhannya selama menganggur. Insentif itu berlaku sampai orang tersebut mendapat pekerjaan, maksimal 2 tahun. Namun fakta di lapangannya, mbak Ratih menjelaskan bahwa nyaris tak ada warga Finlandia yang aji mumpung untuk memilih menganggur. Hampir seluruh warga Finlandia akan lebih nyaman bekerja dan mendapat penghasilan dari hasil jerih payahnya sendiri daripada minta-minta pada negara tanpa jasa apapun (menganggur).

Bagi masyarakat Finlandia, bekerja adalah sarana mereka mengekspresikan diri atas keterampilan mereka yang telah diperoleh melalui pendidikan yang menyenangkan (Adiputri, 2019). Warga Finlandia akan merasa rugi jika terus menerus menganggur. Ini menggambarkan kualitas terdidik warga Finlandia yang memiliki cara berpikir maju, terbuka, dan bijaksana. Cara berpikir demikian tentu saja tak lepas dari kualitas pendidikannya.

Refleksi untuk Pendidikan di Indonesia

Tentu saja, sistem pendidikan Finlandia tidak bisa diterapkan secara mentah-mentah di Indonesia. Perlu ada kajian khusus dan penyesuaian dengan kondisi budaya, sumber daya manusia, dan anggaran.

Namun, tak bisa juga kita menolak mentah-mentah secara serampangan dengan mengatakan bahwa jumlah warga Indonesia jauh lebih banyak daripada warga negara Finlandia. Sehingga, jelas saja mereka dapat mengatur negara dan pendidikannya jauh lebih baik daripada Indonesia yang memiliki penduduk ratusan juta.

Menurut saya, alasan demikian terlalu klise dan terkesan menyederhanakan persoalan. Sebab, jika alasannya hanya jumlah warganya saja, maka adanya otonomi daerah sebenarnya sudah menjadi jawaban. Jika Finlandia mampu menjalankan sistem pendidikan berkualitas karena jumlah warganya sedikit, sebut saja 5 juta, maka seharusnya hal yang sama bisa dilakukan banyak kabupaten-kabupaten di Indonesia dengan otonomi daerahnya dalam mengelola pendidikan.

Baca Juga  Peran Muslim dalam Pelestarian Alam

Dari bacaan saya atas bukunya mbak Ratih, hasilnya jelas bahwa pendidikan berkualitas menentukan terciptanya manusia-manusia berkualitas. Manusia-manusia berkualitas ini akhirnya menciptakan tatanan negara yang aman, nyaman, bahagia, dan sejahtera. Kesejahteraan di sini juga dihasilkan oleh para pejabatnya yang tidak korup. Mengapa pejabatnya tidak korup? Sebab, mereka terdidik dengan baik. Orang yang terdidik dengan baik, pasti menjadi orang pintar. Kata Socrates, orang yang pintar, pasti menjadi orang baik (tidak korup).

“Lho, kan  di Indonesia banyak orang pintar, tapi kok korup juga?” jika merujuk pada petuah Socrates, orang yang korup itu, pasti bukan orang yang pintar. Boleh jadi dia hanya pura-pura pintar atau malah sok pintar. Kebanyakan sih sok pintar ya. 

Secara teknis dan detail tentang bagaimana sistem pendidikan Finlandia dijalankan, bisa langsung saja dibaca di bukunya mbak Ratih, yaitu Sistem Pendidikan Finlandia terbitan Kepustakaan Populer Gramedia.

Bagikan
Post a Comment