f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
profetik

Menyandingkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi dan Karakter Profetik

Salah satu unsur yang menonjol dalam kurikulum 2013 adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi atau HOTS (Higher Order Thinking Skill). Sudah menjadi fitrah manusia untuk memikirkan setiap fenomena yang ada di sekelilingnya. Descartes mencetuskan sebuah pernyataan yaitu Cogito Ergo Sum, “Aku berfikir dan aku ada”. Dalam ayat Alquran banyak juga ayat yang mengajak manusia untuk berfikir. Tafakkarun dan Ta’qilun merupakan kata yang berkaitan dengan aktivitas berfikir.

Untuk memahami ayat- ayat Qauliyah dan Qauniyah manusia juga mendapat perintah untuk berpikir. Dalam perkembangan psikologi pendidikan Benjamin Samuel Bloom mengklasifikasikan tingkat berfikir kedalam sebuah taksonomi yang saat ini dikenal dengan taksonomi Bloom. Tingkatan ketrampilan berpikir menurut Bloom ada enam tahapan yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisa, mengevaluasi dan berkreasi. Banyaknya kajian tentang berfikir menunjukkan bahwa berfikir sangat perlu diajarkan kepada anak usia dini hingga mahasiswa di Perguruan Tinggi.

Dengan memiliki keterampilan berfikir yang baik, banyak orang mampu meraih kesuksesan baik dalam bidang karir maupun dalam mengumpulkan pundi- pundi kekayaan. Mengharapkan anak sukses di masa depan dengan karir yang cemerlang dan limpahan harta masih menjadi impian sebahagian orang tua. Bahkan stigma tujuan untuk bersekolah pun sering dilandasi keinginan agar kelak anak bisa menjadi lebih kaya dan lebih sukses secara materi dibanding orang tuanya. Tentu saja motivasi ini tidaklah salah, toh tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan materi memang diperlukan untuk menyokong keberlanjutan hidup.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi ini juga diperlukan dalam mengangkat prestasi sebuah negara di kancah internasional. Indonesia juga saat ini memprioritaskan pembelajaran berbasis ketrampilan berpikir tingkat tinggi sebagai ciri pembelajaran abad 21. Keinginan pemerintah yang besar untuk mendorong generasi muda Indonesia dalam berkreasi dan berinovasi; tidak lepas dari kondisi bangsa yang masih jauh tertinggal dengan bangsa- bangsa lain untuk menciptakan produk yang handal.

Baca Juga  Allah Membersamai Langkah Orang yang Bersabar
Keterampilan dan Akhlak

Namun jika dilihat realitanya saat ini, tidaklah cukup jika generasi hanya dilatih untuk memiliki  keterampilan berpikir tingkat tinggi. Bisa kita lihat bahwa orang- orang yang membuat kerusakan justru orang- orang yang juga memiliki tingkat ketrampilan berpikir yang tinggi. Seorang pembobol ATM, pencuri data, pencuri uang negara dan predator seksual bukanlah orang- orang yang memiliki ketrampilan berpikir tingkat rendah.  Mereka ini orang- orang yang memiliki kapasitas berpikir tingkat tinggi namun menyalahgunakan anugerah berpikir yang diberikan oleh Allah SWT.

Alkisah ada seorang pemuda  jika dilihat dari segi usia, ia mampu meraih kesuksesan dengan cepat. Pemuda ini mampu meraih jenjang pendidikan yang tinggi dan mampu menciptakan usaha yang menampung banyak karyawan. Penampilannya juga sangat agamis. Namun di balik prestasi yang gemilang ini ada satu hal yang membuat miris orang- orang di sekitarnya. Ia suka memberikan “bantuan dana” kepada anak lelaki remaja dan mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Namun bantuan tersebut bukanlah bantuan gratis.

Pemuda ini akan meminta “jatah” seksual dari setiap anak lelaki yang telah dibantunya. Ia telah menjadi seorang intelektual yang cerdas sekaligus menjadi seorang pemangsa yang ulung. Ia sanggup menjadikan kebaikan sebagai selimut dalam menutupi kejahatan sosialnya dan cukup kreatif dalam mencari korban untuk pemuasan egonya. Sepertinya kisah kaum nabi Luth terulang kembali di era teknologi super canggih ini dengan tuntutan kreativitas tinggi demi memenuhi kebutuhan hidup.

Tentunya kasus seperti ini tidak hanya ada di lingkungan kecil kita. Mungkin saja kejahatan seperti ini sudah terorganisir dengan baik dan membuat lembaga pendidikan seperti keluarga dan sekolah kocar kacir untuk mengatasi masalah ini. Anak sekolah dan mahasiswa yang harapannya akan menjadi penerus kebaikan dan menjadi seorang inovator akan hancur di tangan tangan intelektual cerdas yang tidak bertanggung jawab. Ternyata memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak menjamin seseorang untuk mampu hidup sesuai tujuan penciptaan manusia, yaitu sebagai agen penerus ajaran Allah SWT.

Baca Juga  Memahami Kezaliman
Membentuk Karakter Profetik ala Nabi Muhammad Saw.

Apalagi jika kita perhatikan tayangan- tayangan yang di youtube, banyak karya yang lahir dari kreativitas para youtuber muda. Hanya saja kebanyakan konten yang mendapatkan banyak view bukanlah konten yang dapat memberikan nilai- nilai pendidikan dan memberikan kontribusi positif bagi penontonnya. Banyak tayangan di youtube yang hanya mempertontonkan kemewahan di tengah kerisauan masyarakat kelas ekonomi bawah; misalnya konten yang hanya menunjukkan menu makan siang dengan menu beragam dan mahal. Di samping itu banyak juga tayangan yang hanya menyajikan kekerasan dan propaganda pergaulan bebas. Tayangan seperti ini hanya menginginkan viralnya kreativitas si kreator.

Jika kemunculan difusi berpikir tingkat tinggi tidak diimbangi dengan difusi berpikir sosial maka ketidakseimbangan dimensi hidup akan dituai. Kemunculan Islam yang dibawa oleh rasulullah Muhammad Saw sebenarnya telah mengingatkan umat untuk lebih mengutamakan pendidikan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat. Islam tidak menginginkan kondisi yang hanya berorientasi pada kehebatan yang bersifat materi, walaupun kehebatan itu hasil dari ketrampilan berpikir yang paling tinggi (kreasi).

Pembentukan karakter profetik adalah tujuan pendidikan Islam. Karakter profetik akan terbentuk apabila budaya berpikir sosial didapatkan melalui pendidikan di keluarga dan sekolah. Karakter seperti Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah telah dirumuskan oleh Allah Swt yang diwujudkan dalam perilaku nabi Muhammad SAW. Keempat perilaku ini tidak akan usang dimakan zaman dan tidak memerlukan pelatihan- pelatihan professional untuk mengimplementasikannya.

Apabila ditelaah empat karakter profetik rasulullah ini maka karakter yang berorientasi kecerdasan intelektual hanya ada satu yaitu fathonah. Sedangkan tiga karakter lainnya cenderung diarahkan sebagai kompetensi membina kehidupan sosial. Mengeluarkan manusia dari kezholiman menuju kehidupan yang penuh cahaya petunjuk Ilahi (Minazzulumati Ilan Nuur) adalah misi profetik yang seharusnya selalu dipromosikan dalam mewujudkan kehidupan bahagia dunia dan akhirat.

Bagikan
Comments
  • Nur hayati

    MasyaAllah.. Keren kak.

    Terimakasih atas inspirasinya🙏😘

    September 20, 2021
Post a Comment