f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
penuntut ilmu

Empat Perkara yang Harus Dilakukan Penuntut Ilmu

Allah Swt adalah Tuhan pencipta manusia dan seluruh alam semesta. Tidak akan pernah ada alam semesta, manusia dan kehidupan jika Allah tidak menciptakannya. Tiadalah Allah menciptakan segala di dunia, kecuali memiliki tujuan yang jelas. Visi penghambaan adalah tujuan utama segala penciptaan di dunia ini. Karena itu, kedudukan segala makhluk ciptaan Allah adalah sebagai hamba Allah, lebih khusus lagi adalah penciptaan jin dan manusia. Allah telah menjelaskan dalam firmanNya surat adz-Dzariyat ayat 56,”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Islam adalah agama yang memuliakan orang yang berilmu dan menuntut ilmu. Derajat orang-orang yang berilmu lebih tinggi daripada orang yang tak berilmu. Dengan ilmu, seseorang tidak akan mudah tersesat dalam kehidupannya. Karena, ilmu ibarat cahaya yang menerangi dari gelapnya kebodohan. Orang yang berilmu juga akan lebih mudah menggapai cita-citanya, keinginannya dan harapannya.

Menuntut ilmu harus dilakukan sepanjang hidup, apalagi sebagai seorang hamba karena itu hukumnya wajib. Apalagi di zaman modern seperti ini, ilmu sangat mudah didapatkan sehingga tidak ada lagi alasan untuk enggan menuntut ilmu.

Dalam hal ini, ada 4 perkara yang harus dilakukan oleh seorang hamba sebagai penuntut ilmu menurut imam al-Ghazali di dalam kitabnya Ayyuha al-Walad halaman 74.

1. Hendaknya interaksimu dengan Allah sebagaimana saat budakmu berinteraksi denganmu

Maksudnya, interaksi yang membuatmu rela kepadaNya, hatimu tidak susah, dan kamu tidak marah kepadaNya. Jika kamu tidak rela apabila budakmu melakukan suatu tindakan yang buruk padamu, maka demikian pula seharusnya kamu tidak rela apabila kamu melakukan keburukan kepada Allah.

2. Hendaknya kamu rela untuk diri mereka sebagaimana kamu rela untuk dirimu sendiri

 Maksudnya, ini dalam interaksi kepada sesama manusia. Karena, iman seorang hamba tidak akan sempurna sampai dia mencintai untuk sesama manusia perkara yang dia cintai untuk dirinya sendiri. Imam Abu Hamid Al-Ghazali mengisyaratkan dengan hadis dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Baca Juga  Urgensi Perempuan Muslim dalam Literasi Digital

لَا يُؤْمِنُ أَحَدَكُمْ حَتَّى يُحِبُّ لِأَخِيْهِ مَ يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Artinya:

“Salah seorang di antara kalian tidak sempurna imannya sampai dia mencintai untuk saudaranya perkara yang dia cintai untuk dirinya sendiri”. (H.R. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45).

3. ilmu harus mendekatkan kepada ketakwaan dan mengingat pada akhirat

Seandainya, jika kamu mengetahui umurmu tinggal satu pekan lagi, kamu pasti tidak akan menyibukkan diri dengan mempelajari ilmu fikih, ilmu khilaf, ilmu ushul, ilmu kalam dan lain-lainnya. Karena, kamu mengetahui bahwa ilmu-ilmu tersebut tidak akan bermanfaat lagi bagimu.

Dalam kondisi tersebut, kamu tentu menyibukkan diri dengan senantiasa mengawasi hatimu, memahami sifat-sifat jiwamu, berpaling dari hal-hal duniawi yang melalaikan, menyucikan jiwamu dari akhlak-akhlak yang tercela, menyibukkan diri dengan mencintai Allah dan beribadah kepadaNya semata serta menghiasi diri dengan akhlak-akhlak terpuji.

Padahal tidak berlalu satu waktu siang maupun malam atas seorang hamba, kecuali kematiannya boleh jadi mendatanginya. Dalam hal ini, Imam al-Ghazali menekankan pentingnya ilmu akhirat dan amal shalih yang akan menjadi bekal di akhirat kelak. Beliau juga mengingatkan pentingnya mengingat kematian dan mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Sebab, kematian bisa datang kapan saja, di tempat manapun, dalam kondisi apapun, terhadap siapa pun, tanpa disangka-sangka sebelumnya. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda:

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ

Artinya:

“Perbanyaklah oleh kalian mengingat-ingat pemutus segala kenikmatan, yaitu kematian”. (H.R. Bukhari no. 7925, At-Tirmidzi no. 2307, an-Nasa’I no. 1824, Ibnu Majah no. 4258, Ibnu Hibban no. 2992).

4. Hidup sederhana dan harta untuk bekal akhirat

Sebagaimana Rasulullah SAW menyiapkan kebutuhan hidup setahun untuk sebagian anggota keluarga beliau. Rasulullah SAW menyimpan bahan makanan pokok untuk dikonsumsi keluarga beliau selama satu tahun ke depan.

Baca Juga  Islam Mengungkap Masa Depan

Peristiwa itu terjadi setelah kamu muslimin menaklukan perkampungan Yahudi yaitu Bani Nadhir. Sebelum itu, beliau dan keluarganya selama beberapa hari tidak memiliki makanan pokok selain kurma dan air putih.

Sebagaimana ditulis pada kitab-kitab sirah nabawiyah, pada bulan Shafar tahun 4 Hijriyyah, kaum musyrikin Bani Lihyan membantai 10 orang guru mengaji al-Qur’an yang dikirim oleh Rasulullah Saw. Peristiwa itu terjadi di daerah Raji’, sebuah mata air milik suku Hudzail.

Pada bulan yang sama, kaum musyrikin marga Ushayah, Ri’I dan Dzakwan dari suku Sulaim membantai 70 orang guru mengaji yang dikirim oleh beliau. Peristiwa itu terjadi di daerah Bi’ru Ma’unah.

Setelah itu, seorang sahabat keliru membunuh dua orang musyrik Bani Kilab, karena disangka berasal dari suku musyrik yang membantai para guru mengaji. Lalu Rasulullah SAW Bersama beberapa sahabat datang ke perkampungan Yahudi bani Nadhir untuk meminta bantuan mereka demi pembayaran diyat pembunuhan tersebut. Namun, kaum Yahudi bani Nadhir justru mempergunakan kesempatan tersebut untuk membunuh beliau. Dengan perantaraan berita dari Malaikat Jibril, Rasulullah Saw selamat dari upaya pembunuhan tersebut.

Maka pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 4 Hijriyyah, Rasulullah Saw dan kaum muslimin mengepung perkampungan Yahudi bani Nadhir. Mereka bertahan dalam benteng-bentengnya. Pengepungan berlangsung selama kurang lebih setengah bulan setengah bulan. Akhirnya mereka menyerah dan dijatuhi hukuman pengusiran dari Madinah.

Kaum muslimin lantas menguasai rumah-rumah, benteng-benteng, harta benda yang tertinggal dan lahan pertanian Yahudi bani Nadhir. Semuanya disebut harta Fa’I, yang diperoleh kaum muslimin tanpa peperangan. Maka pembagiannya serratus persen diserahkan kepada Rasulullah Saw. (Al-Rahiq al-Makhtum, 1432 H.).

*

Jadi, rasulullah SAW itu tidak menyediakan kebutuhan hidup untuk waktu setahun bagi seluruh anggota keluarganya. Beliau melakukan hal itu hanya untuk sebagian keluarganya yang beliau ketahui hatinya masih lemah. Adapun istri-istri yang diketahui keyakinan, maka beliau menyediakan kebutuhan bahan makanan untuk waktu sehari atau setengah hari saja.

Baca Juga  Menjadi Baik Bukan untuk Mendapatkan Jodoh yang Baik

Aisyah ra. bercerita tentang kesederhanaan kehidupan keluarga Rasulullah Saw. “Sejak tiba di Madinah, keluarga Rasulullah Saw tidak pernah kenyang memakan roti gandum selama tiga hari berturut-turut. Demikianlah keadaannya sampai Rasulullah Saw wafat”.

Bagikan
Post a Comment