f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
non muslim

Perlindungan Anak Perspektif Islam

Anak-anak adalah makhluk yang perlu dikasihi dan dilindungi karena ketidakberdayaan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup dan melindungi dirinya sendiri. Islam juga memandang anak sebagai karunia yang mahal harganya yang berstatus suci, anak sebagai amanah dari Allah harus di jaga karena anak sebagai aset orang tua dan aset bangsa. Dalam konteks inilah anak memerlukan perlindungan hukum.

Sebagaimana kita ketahui, negara bahkan dunia internasional telah merumuskan aturan tentang perlindungan anak. Namun prakteknya masih belum maksimal. Di sinilah peran Islam perlu lebih ditonjolkan mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia adalah muslim.

Anak dalam Pandangan Islam

Islam telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlindungan anak. Perlindungan anak dalam Islam meliputi fisik, psikis, intelektual, moral, ekonomi, dan lainnya. Penjabarannya dalam bentuk memenuhi semua hak-haknya, menjamin kebutuhan sandang dan pangannya, menjaga nama baik dan martabatnya, menjaga kesehatannya, memilihkan teman bergaul yang baik, menghindarkan dari kekerasan, dan lain-lain.

Nabi Saw adalah orang yang sangat senang dan menghargai anak. Beliau tidak merasa berat untuk memberi salam jika melewati anak-anak yang sedang bermain, Nabi juga tidak segan untuk bercerita pada anak-anak tentang pengalamannya sewaktu masih muda, seperti beliau pernah menghadiri perjanjian antar suku di kalangan kaum Quraisy. Melindungi anak bukan kewajiban orang tua biologisnya saja melainkan menjadi kewajiban kita semua.

Kedudukan Anak dalam Hubungannya dengan Orang Tua Menurut Al-Qur’an

Pertama, anak sebagai ziinatun (perhiasan)

Firman Allah Swt: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Al-Kahfi : 46).

Ziinatun yang dimaksud adalah bahwa orang tua merasa sangat senang dan bangga dengan berbagai capaian baik yang diperoleh oleh anak-anaknya, sehingga dia pun akan terbawa baik pula namanya di dunia, ataupun anak bisa sebagai pembawa rasa senang dan menjadikan kehidupan berkeluarga semakin menyenangkan.

Baca Juga  Melihat Ke-Rahmatan Lil ‘Alamin-nya Islam, Apa Yang Salah?

Kedua, anak sebagai qurrota a’yun (penyejuk hati)

Allah Swt berfirman : “Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam/pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqon : 74).

Qurrotu a’yun atau penyejuk hati kedua orang tua atau menyejukkan pandangan mata orang tua karena mereka mempelajari tuntunan Allah dengan tekun lalu mengamalkannya dengan mengharap ridha Allah Swt semata.

Ketiga, anak sebagai fitnah (ujian dan cobaan), yang ditegaskan Allah Swt : “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At-Taghabun : 15).

Makna anak sebagai fitnah adalah ujian yang bisa memalingkan orang tua dari ketaatan atau terjerumus dalam perbuatan maksiat. Ia merupakan amanah yang akan menguji setiap orang tua, jangan sampai orang tua terlena dan tertipu sehingga melanggar perintah Allah.

Keempat, anak sebagai ‘aduwwun (musuh)

Firman Allah SWT: “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taghabun 64 : 14).

Aduwwun (musuh orang tuanya) adalah anak yang melalaikan bahkan menjerumuskan orang tuanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama.

Hak-Hak Anak Atas Orang Tuanya
Pertama, hak yang paling mendasar bagi manusia adalah hak untuk hidup.

Oleh karena itu terlarang bagi setiap manusia dalam keadaan bagaimanapun juga untuk mencabut nyawa seseorang,”Maka barang siapa yang membunuh satu manusia tanpa kesalahan maka ia seperti membunuh manusia seluruhnya dan barang siapa yang menghidupkannya maka ia seperti menghidupkan seluruh manusia”. (QS: Al Ma’idah: 32).

Baca Juga  Pola Makan ala Rasulullah dan Bukti Penelitian tentang Manfaatnya

Allah juga melarang pembunuhan anak, ”Dan jangan kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”. (QS: al-Isra’: 31)

Ayat tersebut menjelaskan makna bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tanpa kecuali anak hasil perkawinan tidak sah, perkawinan difasakh atau lainnya. Artinya agama Islam sudah lebih dahulu menjunjung tinggi hak yang paling mendasar ini sebelum barat merumuskan Hak Asasi Manusia (HAM).

Kedua, hak mendapat kejelasan nasab

Sejak dilahirkan anak berhak untuk mendapatkan kejelasan asal usul keturunannya  atau nasabnya. Kejelasan nasab ini berguna untuk menentukan status anak agar mendapatkan hak-hak dari orang tuanya.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an: ”Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil di sisi Allah. Dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudara seagama”. (QS. Al-Ahzab: 5)

Ketiga, hak mendapatkan pemberian nama yang baik

Memberikan nama merupakan kewajiban setiap orang tua. Nama yang diberikan hendaklah nama yang baik dan memiliki makna yang baik. Nama tidak hanya sebagai simbol untuk mengenal seseorang tetapi lebih dari itu nama adalah doa dan pengharapan. Nama akan berlaku sampai hari kiamat kelak.

Nabi saw bersabda: ”Sesungguhnya engkau akan dipanggil di hari kiamat kelak dengan nama-nama kamu dan nama-nama bapak kamu, maka baguskanlah nama-nama kamu”. (HR. Abu Dawud)

Nabi saw sering menemukan beberapa sahabat memberikan nama anak mereka dengan nama yang kurang baik, kemudian beliau menggantinya dengan nama yang baik secara spontan. Seperti nama ’Ashiyah (pelaku maksiat) diganti menjadi Jamilah (indah), Ashram (gersang) menjadi Zar’ah (subur), dan Hazin (sedih) menjadi Sahl (mudah)

Baca Juga  Rahasia Alam dan Kehidupan : Mengenal Akan Janji dan Kekuasaan Allah
Tanggungjawab Pertumbuhan Fisik dan Perkembangan Psikis dalam Islam

Islam memandang bahwa kedua orang tua memiliki tanggung jawab terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis anaknya bahkan lebih dari itu membebaskan anaknya dari siksaan api neraka.

Firman Allah Swt“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (Q.S. at-Tahrim: 6)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap individu termasuk orang tua harus berusaha membebaskan diri dan keluarganya dari siksaan api neraka. Orang tua dalam keluarga terutama ibu harus memberikan asupan makanan terutama makanan halal dan baik serta mendidik yang sesuai  dengan usianya dan tentunya mengarah kepada pembentukan akhlak anak.

Di Al-qur’an juga memuat kisah anak-anak, khususnya anak- anak saleh keturunan para Nabi. Ada kisah Nabi Ismail kecil dalam surat Asshoffat, kisah Nabi Yusuf kecil dalam surat Yusuf, dan kisah nasihat Luqman untuk anaknya dalam surat Luqman. Semua kisah itu menyiratkan pesan tentang pendidikan dan perlindungan anak.

Seorang anak akan menjadi karunia atau nikmat manakala orang tua berhasil mendidiknya menjadi orang baik dan berbakti. Namun jika orang tua gagal mendidiknya anak bukan menjadi karunia atau nikmat melainkan menjadi malapetaka bagi orang tuanya.

Bagikan
Comments
  • Nuri Zayanah

    Terimakasih atas ilmunya ☺️

    September 17, 2020
Post a Comment