f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
menikah ormas

Kamu Terlalu Nusantara untuk Aku yang Berkemajuan

Membicarakan kehidupan pernikahan memang tiada habisnya. Ada saja hal yang bisa didiskusikan, mulai dari menemukan benih cinta hingga bagaimana menyelesaikan masalah antar pasangan. Apalagi kalau sudah membahas terkait pernikahan beda agama. Pertanyaan-pertanyaan default selalu muncul untuk mengulik lebih dalam bagaimana bisa saling menyayangi dan menjalani hari bersama.

Sayangnya, alih-alih membahas pernikahan beda agama, tulisan kali ini sama sekali tidak akan menginjakkan kaki di area tersebut. Penulis lebih ingin mengajak para pembaca untuk menyelami pembahasan pernikahan beda organisasi masyarakat (Ormas) yang banyak terjadi di lingkungan sekitar. Memang, sorotan yang diterima tidak sebesar pernikahan beda agama, tapi persoalan satu ini masih sangat menarik dan patut untuk diperbincangkan.

Memang benar apa yang dikatakan Sujiwo Tejo, kita bisa berencana menikahi siapa tapi kita sama sekali tidak bisa merencanakan cinta kita untuk siapa. Kalau sudah jatuh cinta, apa yang bisa kita perbuat? Kalau anggota Pemuda Muhammadiyah jatuh cinta dengan pemudi Fatayat, lalu kenapa? Tidak ada yang salah, kan. Hanya saja, banyak hal yang perlu dipertimbangkan agar nantinya tidak menyesal dan mampu mengarungi bahtera rumah tangga dengan apik meski dipenuhi dengan ombak.

Menerawang Badai Laut Rumah Tangga

Harus diakui, penulis tidak banyak tahu tentang kehidupan pernikahan karena belum pernah merasakannya. Namun, berbagai literatur yang saya temukan telah membahas keadaan yang biasa dialami para pasangan. Salah satunya penelitian yang menyebutkan sebagian pernikahan beda ormas (baca: blended) tidak berjalan dengan mulus. Beberapa masalah seperti bingung memilihkan sekolah untuk anak, menentukan tempat beribadah hingga hari lebaran yang berbeda adalah batu sandungan yang bisa kita temukan dengan mudah.

Kita ambil salah satu contoh problemnya, yakni perbedaan salat tarawih di masing-masing Ormas. Meski sepele, masalah ini kadang memaksa suami dan istri untuk berpisah untuk sementara waktu karena harus pergi ke Masjid yang berbeda. Mungkin bagi sebagian orang fenomena itu biasa saja. Namun, sebagian yang lain merasa ada yang kurang karena tidak bisa beribadah bersama. Apalagi ibadah istimewa di bulan Ramadan penuh berkah.

Baca Juga  Sebuah Pilihan : Kebaikan dari Sebuah Perceraian

Tidak hanya itu, penentuan hari idul fitri NU dan Muhammadiyah juga tidak jarang menjadi masalah besar bagi beberapa pasangan blended. Seringkali kedua Ormas ini memiliki pandangan yang berbeda kapan lebaran datang. Tidak hanya membingungkan masyarakat, tapi juga menyulitkan para pasangan dalam menentukan sikap. Bayangkan saja rasanya saat harus menunda kebahagiaan dan haru biru suasana idul fitri karena hari yang tidak sama. Meski hanya sehari, tapi tetap saja mengurangi kekhidmatan sebuah ibadah bagi keluarga.

***

Tidak jarang, kasus-kasus di atas menjadi sumber dari api konflik berkepanjangan yang terjadi dalam keluarga. Cek-cok mulai terasa karena tidak bisa beribadah di atap masjid yang sama. Perasaan jengkel memuncak karena budaya sungkem tidak bisa dilakukan seperti biasanya. Keluarga lain bisa langsung menikmati sajian hari raya, sementara mereka masih bergumul dengan perasaan yang tidak seirama.

Kalau dipikir-pikir, bukankah tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk membangun rumah tangga yang tenang, tentram, bahagia, serta diliputi dengan kasih sayang sebagaimana disebutkan di Ar-rum ayat 21? Bukannya meraih tujuan di atas, penikahan blended malah cenderung menimbulkan percikan-percikan api yang mungkin tidak didapat jika menikah dengan pasangan dari Ormas yang sama. Tapi apakah sesulit itu untuk melakukan dan menjalani pernikahan blended? Apakah tidak ada contoh kasus yang mampu menjalani hari bersama tanpa saling menyalahkan dan merasa paling benar sendiri?

Habis Hujan Badai, Lahirlah Pelangi

Tidak ada sedikitpun niatan di benak penulis untuk melarang pernikahan beda Ormas. Hanya saja, banyak fenomena keluarga yang penulis alami dan lihat dalam kehidupan, utamanya mereka yang memutuskan untuk menikah blended. Tentu saja tidak semua berakhir bencana, ada juga yang terus berjalan lancar dan merasa bahagia.

Baca Juga  Pengalaman Menjadi Anak Emas: Kerentanan Berbasis Feeling?!

Berikut beberapa kiat yang telah penulis temukan, baik dari hasil diskusi, membaca atau juga nasehat dari para orang tua yang sudah bertahun-tahun bertarung dengan ombak laut rumah tangga. Pertama, nasehat yang sering sekali saya dengar dari orang-orang sekitar yakni “Kalau bisa menikahlah dengan calon dari ormas yang sama. Itu akan memudahkanmu”. Tidak bisa dipungkiri bahwa kata sekufu bukan hanya dipahami sebagai masalah harta semata, tapi juga pandangan hidup bahkan pilihan Ormas. Perbedaan pandangan selalu saja berujung pada masalah, apalagi di masa awal pernikahan. Akan banyak hal mengejutkan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Meski begitu, kita memang tidak bisa merencakan akan jatuh cinta kepada siapa bukan? Maka muncullah kiat yang kedua, yakni mengkaji lebih dalam ajaran-ajaran NU, Muhammadiyah atau Ormas lain. Semakin kita memahami masing-masing ajaran, harapannya sikap paling benar sendiri dan menyalahkan pihak lain bisa berkruang. Hal itu tentu akan berakibat baik bagi hubungan keluarga, khususnya keharmonisan pasangan. Menemukan yang benar dan akhirnya merubah keyakinan memang tidak bisa dilakukan dengan paksaan tapi dengan kesadaran.

Saling Mendukung

Adapula kiat ketiga yang bisa penulis tawarkan. Meminjam konsep komunikasi interpersonal dari Joseph Devito bahwa ada hal yang bisa dilakukan agar bisa mencapai hubungan yang baik. Beberapa di antaranya adalah keterbukaan, empati, saling mendukung, sikap positif dan kesetaraan. Terbuka dan menyampaikan uneg-uneg yang dirasa dengan cara yang sopan menjadi pilihan yang patut dicoba. Dengan begitu, pasangan bisa saling memahami dan bertoleransi.

Selain itu juga bisa dengan berempati, merasakan apa yang suami atau istri alami. Tidak memaksakan kehendak yang nantinya mengakibatkan gesekan yang sebenarnya tidak perlu. Mengedepankan kesetaraan juga ditekankan. Kapal memang tidak dapat berlayar dengan baik kalau tak ada nakhkoda. Namun akan salah arah dan tersesat jika tidak memiki navigator yang handal.

Baca Juga  Menghindari Pernikahan Dini
Ke mana Kapal akan Berlabuh?

Pada akhirnya semua akan kembali ke pribadi masing-masing. Mau menikah dengan anggota ormas yang sama maupun yang berbeda adalah hak semua orang. Setiap pilihan memiliki konsekuensi yang berbeda. Semua tergantung bagaimana kita bisa memahami lalu mengatasi risiko-risiko yang ditimbulkan. Banyak tips dan kiat bertebaran di buku maupun literatur lainnya, tinggal mencari mana yang paling tepat dengan situasi keluarga yang sedang dihadapi.

Terakhir, lagi-lagi saya ingin kembali mengutip wejangan dari Sujiwo tejo. Kita bisa saja merencanakan menikah dengan siapa, tapi kita tidak bisa berencana akan jatuh cinta dengan siapa. Nikmati setiap momen yang ada. Jatuh cintalah dengan cara yang benar menurut tuntunan agama. Cek-cok dan berbeda pendapat dalam hubungan keluarga sudah biasa. Selalu ada jalan keluar di setiap masalah yang ada. Jadi, apakah aku masih terlalu nusantara untuk kamu yang berkemajuan? Atau malah sebaliknya, apakah aku masih terlalu berkemajuan untuk kamu yang nusantara?

Bagikan
Post a Comment