f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
ulama perempuan

Ulama Perempuan dalam Panggung Sejarah

“Ulama adalah pewaris para nabi”. Sepenggal matan hadis Nabi Muhammad Saw. yang mengingatkan kepada kita bahwa risalah Islamiyah sepeninggal Rasulullah dan para sahabat adalah para ulama. Risalah yang diemban tidak semudah membalikkan kedua tangan, perjuangan yang mengorbankan harta, jiwa bahkan darah sekalipun untuk kejayaan Islam. Ditakdirkannya seorang ulama untuk menjadi pewaris nabi tidak untuk meneruskan aspek kenabian, karena nabi Muhammad Saw. adalah Khatam al-Anbiya’.  Di dalam al-Qur’an Allah Swt. berfirman:

ثُمَّ أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ فَمِنۡهُمۡ ظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ وَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدٞ وَمِنۡهُمۡ سَابِقُۢ بِٱلۡخَيۡرَٰتِ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَضۡلُ ٱلۡكَبِيرُ 

Artinya: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar” (Q.S Fatir (35): 32).

Imam Al-Mawardi berpendapat bahwa ulama adalah mereka yang terdidik dengan etika para nabi. Yang memiliki wawasan kauniyah dan qur’aniyah. Atau menurut Quraish Shihab mereka yang mempunyai pengetahuan ayat kauniyah (fenomena Alam) dan ayat qur’aniyah untuk selalu mentadaburi kekuasaan Allah Swt. Sehingga dapat kita fahami yang dimaksud ulama adalah mereka yang mempunyai karakteristik sebagaimana karakteristik para Nabi utusan Allah Swt. Atau setidaknya mendekati karakteristik tersebut.

Perempuan dalam pandangan Islam sesungguhnya menempati posisi yang sangat terhormat. Pandangan Islam tidak bisa dikatakan mengalami bias gender. Islam memang kadang berbicara tentang perempuan sebagai perempuan sebagaimana fitrahnya. Misalnya dalam persoalan haid, mengandung, melahirkan, dan kewajiban menyusui. Kadang pula, Islam berbicara sebagai manusia tanpa membedakan perempuan dan laki-laki, seperti dalam persoalan kewajiban salat, zakat, haji, berakhlak mulia, dan sebagainya. Kedua pandangan tadi sama-sama bertujuan mengarahkan perempuan secara individual sebagai manusia mulia dan secara kolektif, bersama dengan kaum laki-laki, menjadi bagian dari tatanan (keluarga dan masyarakat) yang harmonis (Bahri: 2015).[1]

Baca Juga  Perlindungan terhadap Perempuan dan Usaha Merawat Peradaban

Allah Swt. memberi kedudukan yang layak bagi kaum hawa, sebagaimana firmannya di dalam al-Qur’an surah an-Nisa ayat 32:

وَلَا تَتَمَنَّوۡاْ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعۡضَكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٞ مِّمَّا ٱكۡتَسَبُواْۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٞ مِّمَّا ٱكۡتَسَبۡنَۚ وَسۡ‍َٔلُواْ ٱللَّهَ مِن فَضۡلِهِۦٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا 

Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S An-Nisa (4): 32)

Kutipan ayat di atas menjelaskan bahwa Islam tidak membedakan antara kaum adam dengan kaum hawa. Hanya saja dalam proses perjalanannya yang berbeda. Mereka juga memiliki kewajiban yang sama dalam menjalankan perintah Allah Swt. serta menjauhi larangannya. Dengan demikian, Islam menjunjung nilai keadilan yang tinggi. Tetapi yang dimaksud keadilan di sini bukan bermakna sama, namun bermakna sesuai porsinya masing-masing.

Begitu pula di dalam sejarah mencatat, bahwa kaum muslimin tidak hanya memiliki ulama’-ulama’ dari kalangan laki-laki, namun juga lahir dari rahim umat Islam ulama-ulama perempuan yang berjasa dalam berbagai aspek untuk memajukan risalah Islamiyah ini. Di antara ulama-ulama perempuan yang lahir dari rahim umat Islam yaitu:

Sayyidah Nailah Hasyim Shabri

Ummu ‘Ammar itulah Kunyah beliau. Beliau adalah putri dari Syaikh Hasyim Hasan Sabri Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Lahir pada tahun 1922. Ummu ‘Ammar konsen menbidangi ilmu tafsir dan Fiqih. Di samping itu, beliau juga seorang aktivis organisasi. Beliau mendirikan sekaligus mengomandani Jam’iyyah Nisa’ al-Islam di al-Quds.

Baca Juga  Bisakah Kita Berani Seperti Balita?
Prof Dr Aisyah Abdurahman binti Syati’

Beliau adalah guru besar di bidang tafsir, cendikiawan, peneliti serta penulis terkenal di Mesir. Beliau meraih penghargaan langsung dari Raja Faishol dalam bidang sastra dan kajian Islam. Judul buku tafsir beliau adalah “at-Tafsir al-Bayan li al-Qur’an al-Karim”. Beliau lahir pada tahun 1913 dan wafat pada tahun 1998 M.

Siti Walidah

Perjuangan beliau dalam masa kemerdekaan tercatat indah dalam tinta emas sejarah. Di masa yang genting itu beliau mampu mendirikan perkumpulan perempuan muslimah untuk dicetak sebagai muballigah. “Sopo Tresno” awal nama dari gerakan Aisyiyah, melalui gerakan ini beliau mengajar agama, membentuk karakter dan kesadaran kaum muslimah pada saat itu. Menjadi seorang istri dari pendiri Muhammadiyah membuat beliau harus tetap dalam jalan dakwah, membersamai dan saling mendukung dakwah dengan sang suami.

Itulah di antara ulama’-ulama’ perempuan yang ikut andil dalam perkembangan dunia ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang agama, sosial kemasyarakatan dan bidang yang lainnya. Masih banyak lagi ulama’-ulama’ perempuan yang memiliki catatan indah pada masa hidupnya. Pada zaman modern ini diharapkan lahir dari rahim umat Islam kembali sosok ulama’ perempuan yang mampu membawa peradaban umat manusia ke jalan kebenaran serta menjadi motivasi bagi generasi yang akan datang. Waalahu ‘alam.


[1] Andri Bahri S, ‘Perempuan Dalam Islam (Mensinerjikan Antara Peran Sosial Dan Peran Rumah Tangga)’, Al-Maiyyah, 8.2 (2015), 179–99.

Bagikan
Post a Comment