f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
balita

Bisakah Kita Berani Seperti Balita?

Ada sebuah ungkapan menarik bahwa, “Balita adalah manusia paling berani”. Ungkapan itu seolah ingin menghadirkan kembali sosok manusia bertubuh mungil dan lucu itu, sekaligus ingin membawa kita, pada memori masa lalu sewaktu masih kecil. Bicara tentang masa kecil beberapa orang masih mengingatnya walaupun hanya sebagian kecil; dan sebagian yang lain juga diceritakan oleh ibu, bapak dan orang terdekat di lingkungan kita.

Hampir tidak ada seorang pun, yang tidak suka mendengar cerita tentang masa kecil dulu. Ketika mendengar cerita perilaku kebiasaan yang baik dan lucu, tak jarang mengundang tawa sambil senyum-senyum sendiri mendengarnya. Memori masa lalu itu sekarang menjadi kenangan bagi setiap orang, dan di saat-saat tertentu ingin kembali mengulanginya.

Keberanian yang melekat pada balita, seolah membuatnya tidak takut pada bahaya yang kerap dilami, semenjak belajar berdiri, lalu berjalan sampai dia bisa berlari, berapa kali harus terjatuh, tapi seketika itu si kecil kembali bangkit kemudian belajar lagi. Bisa dibayangkan coba, andai saja sewaktu kita masih kecil dulu, ada perasaan takut berdiri setelah mengalami jatuh, mungkin sampai saat ini, tidak akan ada orang dewasa yang bisa berdiri gagah seperti sekarang.

Saya belum pernah bertemu seorang pun, yang masih ingat betul berapa kali dia jatuh lalu bangkit dan terjatuh lagi. Tak banyak orang mau belajar dari pengalaman masa kecil, dan betapa besar peran seorang ibu, selain mengandung, melahirkan kemudian menyusui. Di masa kecil itulah, seorang ibu selalu menemani sekaligus mengajari kita, agar tidak pernah berhenti untuk belajar.

Berkali-kali jatuh sembari menjerit,,, hiks, hiks, hiksss,,, suara tangisnya kesakitan. Kadang sampai menetes darah pada goresan luka kecil di lututnya, dan seketika sang ibu menghentikan pekerjaannya, lalu ditimanglah si kecil, sambil digendong dan ditiup bekas lukanya, sampai perlahan tangisnya mereda. Dan keesokan harinya si kecil kembali mengulangi hal yang sama, sambil berharap kali ini dia tidak terjatuh lagi seperti kemarin.

Balita Selalu Ingin Tahu Dan Berani Mencoba

Di suatu sore itu, seorang ibu sedang menemani anaknya si kecil sedang bermain. Sembari menyiram tanaman di samping rumah, ada satu batang tanaman rindang dedaunannya nan menghijau, dekat dengan si kecil bermain. Ternyata tanaman itu mencuri perhatiannya sejak bermain sore itu; namun saat itu si kecil tak sempat bermain dengan tanaman itu, karena sang ibu membawanya bergegas untuk mandi .

Baca Juga  Penundaan Pernikahan pada Remaja Perempuan sebagai Bentuk Akibat Budaya Patriarki

Keesokan harinya si kecil kembali bermain, namun kali ini sang ibu tidak sedang menyiram tanamannya, tetapi dia sedang membersihkan dan menyapu halaman rumah, seperti biasa, aktivitas ibu rumah tangga di pagi hari. Tak jauh dari tempat tanaman kemarin waktu mengajak si kecil bermain, tak lama. Selang beberapa waktu kemudian, sang ibu asik menyapu, dan si kecil lepas dari pantauannya.

Hiks, hiks, hiks, tiba-tiba terdengar suara si kecil tersedu-sedu menangis. Seketika ibunya melepas sapu di tangannya, dan menghampiri suara anaknya yang terdengar sedang menangis. Ternyata si kecil sedang terjatuh di dekat batang tanaman rindang itu; dan daun-daun itu terlihat berjatuhan dari rantingnya, berserakan di sekitar tempat balita terjatuh.

Sang ibu mengelus-elus kepala sambil menenangkan si kecil, kemudian memukul bekas tanah di mana anaknya terjatuh; dengan maksud supaya segera berhenti menangis. Setelah itu si kecil kembali diajak bermain, namun kali ini dengan pengawasan yang lebih ketat, sang ibu melanjutkan pekerjaannya, sesekali sambil memperhatikan si kecil yang sedang asyik bermain.

Di tengah sedang asik bermain tanah, seekor kucing berjalan persis di samping balita itu.

Sambil mengeong, seolah memberi isyarat mengajaknya untuk bermain. Ketika si kecil mencoba mendekat, kucing itu berjalan makin kencang, si kecil pun mengikutinya berjalan sempoyongan. Setelah hampir dekat balita itu ingin segera memegangi ekor kucing tersebut, dengan mempercepat langkahnya.

Namun kali ini balita tersebut kembali gagal, dan tersungkur jatuh, lantaran kucing itu berlari lebih cepat. Balita pun menangis kesakitan sambil mengarahkan telunjukknya pada seekor kucing, sang ibu sontak menghampiri dan menggendongnya, tangisnya tak kunjung mereda. Sehingga ibunya pun segera menangkap kucing itu, dan bermaksud untuk kembali menenangkan sang buah hati.  

Baca Juga  Manajemen Makan yang Baik Ala Rasulullah SAW

Sehingga dipeganglah kucing itu sambil diajaknya bermain, bulunya yang halus, kucing itu terlihat tenang, sambil dielus-elus. Balita itu pun melepas tawa kecil, dengan senyumannya yang khas, dan akan membuat siapapun gembira melihatnya. Seolah dia merasakan kelembutan di tangannya, namun lama-lama balita itu meremasnya makin keras. Dan akhirnya kucing itu mencakar tangan si kecil, kemudian lari dan meninggalkan bekas luka sayatan kecil pada lengannya.

Belajar Seperti Balita

Kebiasaan untuk melakukan hal-hal baru, seolah melekat pada diri seorang balita, yang selalu haus ingin tahu, sebagaimana pada uraian di atas. Balita selalu punya cara untuk melakukan banyak hal, yang tidak biasa bagi kebanyakan orang dewasa, bahkan orang dewasa cenderung meninggalkan kebiasaan yang dilakukan oleh balita. Kadang sifatnya disebut kekanak-kanakan, bagi orang dewasa begitu menjengkelkan dan merasa dihina.

Seolah hal-hal yang berbau keanak-anakan atau kebiasaan seorang balita menjadi asing bila masih didapati pada orang dewasa. Padahal banyak hal yang bisa kita pelajari dari sifat ke anak-anakan itu, semisal; sikapnya yang selalu ingin tahu, berani untuk melakukan sesuatu, kemudian kejujuran berkata apa adanya dan lain sebagainya.

Rasa ingin tahu yang begitu besar pada seorang balita, adalah sesuatu yang normal, sebab seorang anak sedang mengalami tahap perkembangan yang sangat pesat. Berdasarkan teori perkembangan psikososial, menurut Erikson, bahwa seorang anak ketika berusia 3-6 tahun, mereka berada pada tahap perkembangan Initiative & Guilt (Inisiatif dan Rasa Bersalah), dimana pada tahap ini, memungkinkan balita menjadi lebih agresif untuk mengeksplor lingkungan mereka.

Sehingga wajar jika seorang anak sering bertanya, dan aktif melakukan sesuatu, bermain, berlari, memanjat dan semacamnya. Maka pada tahap ini anak harus mendapat perhatian serta dukungan serius dari orang tua; agar anak tumbuh percaya diri dan merasa bangga dengan prestasi yang mereka capai. Rasa percaya diri itu akan diungkapkan oleh seorang anak dengan mengatakan; “aku bisa berlari dengan cepat, dan aku bisa melompat lebih tinggi”.

Baca Juga  Tanggung Jawab Negara untuk Kesejahteraan Masyarakat di Masa Pandemi Menurut Baqir Al-Sadr (2)

Pada tahap ini pula kecenderungan seorang anak, ingin tampil melakukan sesuatu secara mandiri. Namun karena kemampuan seorang anak masih terbatas, sehingga adakalanya dia mengalami kegagalan, dan karena kegagalan itu, dapat menyebabkan seorang anak akan merasa bersalah. Untuk itu peran orang tua sangat penting, dengan memfasilitasi sekaligus memotivasi mereka ketika mengalami kegagalan.

Inisiatif dan Keberanian

Namun pada orang dewasa kurangnya inisiatif akan menjadi masalah serius, karena kewajiban dan tanggung jawabnya lebih berat. Harusnya dengan memiliki tubuh besar dan tenaga yang kuat, lebih memungkinkan untuk melakukan sesuatu melebihi inisiatif seorang balita. Sebagaimana seorang balita yang masih kecil, ketika melihat pohon yang rindang; ingin segera memanjatnya walaupun harus berkali-kali jatuh.

Apalagi jika masih ada perasaan takut untuk mencoba, ini akan lebih berbahaya lagi, karena selalu alasan takut, entah takut gagal atau takut jatuh seperti anak kecil yang saya ceritakan di atas. Padahal justru karena keberaniannya untuk memegang seekor kucing, walaupun harus mengalami luka pada tangannya, namun peristiwa itu kemudian direkam dan diingat hingga dewasa seperti sekarang, bahwa kucing dengan kukunya dapat melukai siapa saja.

Kurangnya inisiatif dan keberanian pada orang dewasa, menandakan bahwa dia pernah mengalami kegagalan untuk mencapai tahap perkembangannya  di masa kecil. Menurut Erikson kegagalan dalam tahap perkembangan di masa balita, akan mempengaruhi kepribadiannya pada usia dewasa.

Untuk itu orang tua harus memberikan perhatian penuh pada mereka, dan jangan membatasi atau melarang, ketika si kecil sedang mengambil inisiatif, dan mengerjakan sesuatu secara mandiri. Sebab akan berdampak pada kehidupannya ketika dewasa nanti; mereka menjadi kurang inisiatif, ragu-ragu dalam membuat keputusan dan tidak berani untuk melakukan sesuatu.

Kita pasti bisa, berani lebih dari sekedar seorang Balita….!!

Bagikan
Post a Comment