f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
muslimah

Catatan Pandemi: Agar Tidak Salah Langkah, Yuk Berubah!

Oleh : Tati Sedfar*

Rahmania, berubah itu, nggak mesti tentang status, ya. Misal, dari normal ke new normal, dari single jadi new single. Nggak harus gitu!. Tapi, perubahan bisa berupa pikiran, perasaan, bahkan tindakan. Termasuk juga dalam memandang banyaknya persoalan dan catatan di masa pandemi ini.

Saat ini, pandemi Covid-19 memang masih menjadi arusutama informasi di media massa dan di semua sektor. Berikut juga di ruang-ruang studi dan kajian. Semua komponen telah berupaya menyusun strategi penyesuaian dengan berbagai kemungkinan-kemungkinan dampaknya. Sebagian masyarakat, berusaha patuh dan menerima keputusan pejabat negaranya. Yang terbaru, beberapa sektor publik dan privat dimintai protokol kesehatan untuk skema new normal.

Roda pemerintahan memang harus tetap berjalan di tengah pandemi ini, sekalipun rentan akan konsekuensi yang ditimbulkan. Hanya saja, paradigma yang perlu kita miliki bersama bahwa ini adalah masalah kemanusiaan dengan kondisi krisis. Sehingga, pemerintah memang harus tetap membuat keputusan, dengan memilih kemungkinan resiko yang paling kecil.

Membahas kebijakan, rasanya memang perjalanan pandemi itu tidak-selalu memuaskan atau bahkan semakin menambah daftar catatan. Tapi juga, bukan kemudian kita dan pemerintah tidak bisa memaksimalkan peran, apalagi mengabaikan catatan-catatan.

Tidak Anti-Catatan

Bagi sebagian, pandemi ini menjadi luka berkepanjangan, karena, keputusasaan belum ditemukannya vaksin, kondisi perekonomian yang semakin carut-marut, dan kasus-kasus HAM yang terbengkalai. Bahkan, kita sendiri tidak yakin Covid-19 akan redam dalam waktu dekat. Tentu, ini akan menambah beban negara, karena semakin meningkatnya angka kemiskinan, pengangguran, hingga munculnya kejahatan-kejahatan baru.

Catatan, cenderung dimaksudkan dengan kritikan dan masukan pada perbaikan untuk sistem pemerintahan. Catatan juga bisa berupa kritik, hasil pengkajian, dan lain-lainnya yang menunjang integrated policy. Catatan juga identik dengan pengetahuan.

Memang, Rahmania. Momentum pandemi yang kita rasakan hari ini, itu menguji pengetahuan kita juga negara-negara di dunia dalam pengembangan sains dan bioteknologi.

Baca Juga  Selamat Milad, Perkumpulan Para Baper

Kondisi pandemi Covid-19 memang memaksa banyak negara untuk siaga pada situasi krisis, dan terampil dalam mengambil langkah strategis. Tapi rasanya, kita tidak perlu pertanyakan kemampuan itu, sebab pemimpin kita adalah orang-orang pilihan yang mewakili rakyat. Sehingga, pemerintah tentu sudah memiliki analisa kemungkinan-kemungkinan resiko tersebut sebelumnya.

Meskipun demikian, kritikan yang lebih banyak ditemukan adalah negara belum meletakkan respons-respons tanggap pandemi dalam kerangka kebijakan yang lebih humanis dan inklusif. Namun, di tengah menyayangkan kebijakan pemerintah juga, adakalanya kita membuat catatan-catatan yang dapat menjadi pelajaran untuk perbaikan tata kelola pemerintah kedepannya, agar ikut menekan angka resiko.

Bijak Berpengetahuan

Kalau kita mau menelaah lebih jauh, sebenarnya pemerintah sudah gagap sejak awal penangannya. Salah satunya adalah ungkapan dari seorang pimpinan publik, “virus corona takut masuk ke Indonesia” yang secara tidak langsung menunjukkan ketidakseriusan negara untuk upaya preventif. Lalu, sebenarnya, social distancing yang menjadi imbauan pemerintah di awal pun, dalam studi kesehatan itu disebut sebagai cara lama. Tidak berdampak signifikan karena dilaksanakan secara berangsur-angsur.

Coronavirus ini juga bukanlah pandemi pertama yang pernah di alami negara-negara di dunia. Yang dengan demikian, seharusnya pemimpin-pemimpin kita tidak lagi gagap menyikapinya, terkecuali memang belum melakukan kajian yang benar-benar serta tidak memiliki pengetahuan yang memadai. Sehingga upaya antisipatif pun tidak dipersiapkan. Di awal penyebarannya, saat negara lain sibuk, Indonesia seharusnya mengambil tindakan substantif terkait upaya melambatkan laju penyebaran virus.

Permasalahan pandemi adalah berkaitan dengan sains dan bioteknologi. Mulai dari perkembangan bioteknologi di banyak sektor, pengembangan sel induk (stem cell) dalam menghadapi penyakit kronis.

Sains idealnya memberikan pertimbangan solusi, mengandung konsekuensi ekonomi di dalam setiap pilihannya. Pilihan kebijakan penanganan pandemi yang berbasis pada ilmu pengetahuan yang telah luas diadopsi banyak negara, membutuhkan dukungan dana yang tidak sedikit. Pengetahuan menjadi dasar bagi kebijakan-kebijakan dalam tata kelola Pandemi Covid-19.

Baca Juga  Kisah Satu Malam, Demi Raga yang Lain

Belajar Tata Kelola, Jadi Catatan Penting

Sebagaimana kita ketahui, membahas tata kelola, maka tidak lepas dari teori good governance, yang dalam pelaksanaannya, ditentukan oleh empat indikator. Diantaranya; Transparansi, berarti proses keterbukaan menyampaikan informasi atau aktivitas yang dilakukan. Partisipasi, merujuk pada keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam merencanakan kebijakan. Akuntabilitas, berarti bentuk pertanggungjawaban atas peraturan yang telah dibuat. Dan, koordinasi, sebuah mekanisme yang memastikan bahwa seluruh pemangku kebijakan yang memiliki kepentingan bersama telah memiliki kesamaan pandangan untuk tujuan kebijakan yang bersifat inklusif.

Idealnya, dengan keempat indikator ini, kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang bersifat tunggal. Memiliki sinergisitas antar lembaga negara secara vertikal-horisontal, dengan mengedepankan komunikasi publik. Fondasi pengembangan kebijakan semacam ini adalah berdasar pada nilai kemanusiaan, dengan mobilisasi segenap sumber daya yang tersedia. Sinergisitas ini juga akan berpengaruh pada kepemimpinan yang kuat, dan kepemimpinan yang kuat dapat memiliki keberanian mengambil risiko secara terukur.

Seorang sosiolog Jerman Ulrich Beck (1992) menyatakan bahwa manusia hidup di dalam “risk society” di mana personal safety and healty menjadi agenda sosial kolektif utama. Penerapannya, dalam merespon, pemerintah penting untuk meletakkan kerangka analisis dalam pembahasan dan analisis data empirik. Baik pada model komunikasi maupun kebijakan publik pemerintah daerah. Termasuk dalam perencanaan mitigasi Bencana.

Memahami tata kelola, berarti juga pemerintah mampu menyeimbangkan urgensi antara menyelamatkan ekonomi atau nyawa ratusan ribu warganya.

Kalau Sudah Memahami, Otomatis akan Tanggap

Kalau pengetahuan sudah kuat, maka ia akan mudah memahami, kalau sudah memahami. Ia juga mampu mempraktikan analisa secara integral dan menyeluruh. Ketanggapan yang dimaksudkan tentu berwujud kebijakan sebagaimana hakikatnya seorang pimpinan negara.

Brouer, R., dkk 2016 dalam jurnal ‘Political Skill Dimensions and Transformational Leadership in China’. Untuk menilai kepemimpinan politik dan mencapai Real Leaders, ada empat indikator. Diantaranya; Kemampuan mengelola jaringan (networking ability), kemampuan memengaruhi pihak lain (interpersonal influence), kemampuan membaca keadaan situasi dan lingkungan (social astuteness), dan kapasitas untuk tampil jujur dan tulus (apparent sincerity).

Baca Juga  Pandemi dan Usaha-Usaha untuk Tetap Bahagia

Ketika ia menghendaki menjadi pemimpin yang benar-benar. Maka ia akan mengupayakan dan mewujudkan indikator-indikator tersebut. Pemimpin yang mampu mengupayakan komunikasi publik, membangun kepercayaan publik, hingga mengedepankan keselamatan publik.

Langkah Kita dan Pemerintah

Pertama, jadi yang terdepan dalam menyaring. Dengan create thing, bukan stalking.

Saat ini, penguatan kapasitas media sosial adalah hal yang diperlukan. Sebab, media sosial menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan, tujuan dari peningkatan literasi digital masyarakat adalah usaha untuk masyarakat dapat bertahan di masa pandemi.

Kedua, menyeimbangkan kritikan dan Peran. Dengan learning with doing.

Yang dibutuhkan hari ini juga sense of community, atau penguatan ikatan sosial. Bentuknya bisa berupa aksi solidaritas untuk kelompok rentan (vulnerable grup), dan kelompok double burden atau beban ganda. Atau, aksi karitatif (charity) berbentuk pembagian barang dan uang, atau pemberdayaan (beyond charity) yang bertujuan memberi kekuatan, agar dapat menggunakan sumberdaya mereka guna keputusan sendiri.

Hal-hal semacam ini juga bisa menjadi masukan bagi pemerintah, pun bisa menjadi pertimbangan langkah yang harus dilakukan oleh pemimpin-pemimpin kita dalam merumuskan kebijakannya.

Kedepan, kita tidak hanya akan berhadapan dengan new normal, tapi juga bisa kemudian new group bermunculan, baik berbentuk industri, sektor usaha, dan lain-lainnya. Tantangan kedepan, wajah peradaban dan relasi kemanusiaan dengan bersandar pada efesiensi, pemenuhan aspek-aspek paling esensial, dan menguatnya nilai universalisme. Pemerintah, bahkan kita harus mampu membaca ini.

*Ketua DPD IMM DIY Bidang Immawati, Redaksi Rahma.id

Bagikan
Post a Comment