f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
peran keluarga

Peran Ibu untuk Ketahanan Keluarga di Masa Pandemi

Tingkat kematian anak di Indonesia akibat Covid-19 menjadi yang tertinggi di dunia. Dari seluruh data anak yang meninggal, lima puluh persennya adalah balita. Data nasional menunjukkan bahwa kasus konfirmasi Covid-19 pada anak berusia 0-18 tahun mencapai 12,5 persen di masa wabah yang kini kembali memuncak. Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, ketua umum IDAI dalam sebuah wawancara yang diwartakan berbagai media nasional menyampaikan pesan yang sangat menohok, bunyinya,

“Kapan lagi kita jadi orang tua yang menyayangi anak? Jadilah orang tua saat pandemi!. Damping anak-anak kita. Hindari membawa ke luar rumah, kecuali mendesak. Penuhi hak anak untuk hidup dan untuk sehat secara fisik dan mental, untuk masa depan yang lebih baik. Kita hidup untuk apa kalau bukan untuk anak? Jaga anak kita! Jaga anak kita!, jangan sampai ada yang sakit!.”

Data dan fakta sekaligus amanat tersebut di atas menyiratkan kesimpulan bahwa anak-anak mengalami kerentanan yang tinggi di masa pendemi, namun seringkali luput dari perhatian. Pada sisi sebaliknya, menjadi orang tua di tengah wabah ini sejujurnya tidak mudah. Krisis akibat pandemi ini menyerang banyak sektor terutama kondisi ekonomi. Tak tanggung-tanggung, Kemenaker per 27 Mei 2020 menyatakan pekerja yang terkena PHK dan dirumahkan oleh perusahaan sebesar 3,06 juta orang, sementara BPS mencatat tingkat pengangguran sebesar 2,56 juta orang pada September 2020. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 7,07 persen ini belum termasuk jumlah pengangguran terselubung yang jumlahnya dua kali lipat lebih besar dari persentase tersebut.

Ya memang, kelihatannya secara sepintas lalu, pandemi memiliki sisi berkah, orang tua menjadi lebih banyak di rumah. Namun demikian, siapa yang menyadari, bahwa kembalinya mereka ke rumah, sebahagiannya, dengan membawa segudang masalah. Mulai dari kehilangan pekerjaan, penurunan pendapatan, penurunan daya beli, stres tekanan karena perubahan budaya kerja, dan banyak lagi. Alih-alih memikirkan bagaimana pengasuhan anak, baru menemani anak sekolah dari rumah saja, sudah membuat runyam pikiran.

Baca Juga  Perempuan Bukan Samsak

Sebuah studi dari Susilowati di tahun 2020 menunjukkan hasil yang mencengangkan, sebanyak 75,3 persen orang tua mengalami stres kategori sedang saat menemani anak belajar, sementara 10,3 persen mengalami stres tinggi. Ini baru urusan menemani belajar, belum urusan mengajari, belum urusan parenting, belum urusan mengurusi penjagaan kesehatan, dan aspek-aspek lain terkait tumbuh kembang.

Namun demikian, tentu saja ini semua bukan berarti skak mat. Upaya menjadi orang tua yang terbaik untuk anak-anak di masa pandemi ini masih bisa diupayakan. Salah satunya ialah mengembalikan peran ayah dan ibu, kembali ke rumah. Ayah berperan penting dalam menjaga ketahanan ekonomi keluarga agar terbebas dari resesi. Sementara peran ibu, bersama ayah sebagai “Al Ummu madrasatul ula,” sekolah pertama bagi anak-anaknya. Peran itu juga bisa berkebalikan.

Setidaknya ada empat peran penting yang dimiliki oleh seorang ibu yakni peran untuk dirinya sendiri, peran untuk kehidupan sosial, peran sebagai istri, dan peran sebagai ibu. Peran sebagai istri dan ibu merupakan dua peran dominan yang harus diutamakan di dalam keluarga. Sebagai seorang istri, ibu dapat memosisikan diri sebagai penguat suami, penyokong kekuatan ekonomi keluarga, pendamping seorang ayah. Hubungan antara istri dan suami haruslah terjalin dengan baik, karena ini pengaruhnya sangat besar pada peran berikutnya, yakni sebagai ibu.

Sebagai seorang ibu, peran ibu menjadi sangat penting dalam upaya untuk mengasuh dan memastikan keberlangsungan pendidikan anak-anaknya. Meskipun kondisi pandemi memiliki banyak hambatan dan tantangan, namun dapat menjadi modal kuat dalam pengasuhan. Terlebih ketika fungsi pendidikan telah kembali berpulang ke rumah, ibu menjadi kunci utama. Dengan adanya penerapan SFH (School From Home) sesungguhnya dapat menjadi masa evaluasi bagaimana pencapaian pengasuhan yang selama ini untuk anak-anak; dan apa yang dapat dilakukan di masa yang akan datang. Keeratan hubungan, kelekatan, dan jalinan kasih sayang antara ibu dan anak juga dapat menjadi lebih mesra seiring kondisi ibu yang lebih banyak berada di rumah.

Baca Juga  Mendidik Anak untuk Menjadi Pembenci

Model pembelajaran daring yang umum diterapkan selama pandemi, juga membuka banyak peluang ibu untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dengan mengikuti diklat ataupun webinar tanpa harus berpeluh lelah meninggalkan anak dalam perjalanan yang jauh. Untuk ibu bekerja, masa WFH dapat menjadi momen berharga untuk turut mengawasi perkembangan balita dan menunaikan hak-hak anak yang mungkin belum tertunaikan karena kesibukan ibu yang pergi pagi pulang petang.

Di masa pandemi, kebutuhan penjagaan nutrisi juga sangat penting. Lemahnya kekebalan tubuh membuat anak-anak dan seluruh anggota keluarga menjadi lebih berisiko terjangkit Covid-19. Ibu kembali berperan untuk penjagaan konsumsi makan dan minum keluarga. Menyiapkan menu keluarga tampaknya sederhana, namun sangat besar manfaatnya bagi kelangsungan hidup jangka panjang keluarga, terutama pada tumbuh kembang anak-anak.

Terlebih jika menengok hasil survei status gizi balita Indonesia tahun 2019 yang menyebutkan bahwa angka stunting mencapai 27,67 persen; dan diprediksi akan meningkat di atas tiga puluh persen di tahun 2021 akibat dampak adanya pandemi.  Angka ini disebabkan oleh faktor malnutrisi. Isu malnutrisi ini juga telah menjadi isu global sepanjang musim Covid-19 melanda. Maka memiliki lebih banyak waktu di rumah saja, adalah waktu emas untuk ibu agar bisa memasak, menyiapkan menu makan sehat untuk keluarga.

Keluarga Pondasi Utama Negara

Peran sosial dan peran diri sendiri, merupakan dua peran yang porsinya lebih kecil untuk ibu, namun juga sangat penting. Menjaga anak-anak tentu tidak cukup hanya dengan menjaganya jauh dari kerumunan dan tidak membawanya jalan-jalan; tetapi jauh kepada bagaimana menjaga kesehatan imunitas mental, pembentukan karakter, dan jiwanya. Bagaimana orang tua sempat memikirkan upaya pengasuhan untuk menjadikan anak-anaknya generasi penerus yang baik, jika terlalu banyak terporsir dengan peran sosial dan sibuk dengan diri sendiri. Demikian sebaliknya, ibu juga harus mengingat bahwa ada sedikit porsi untuk “me time” agar kesehatan mental dan jiwa ibu tetap terjaga, terlebih jika harus mengurusi keluarga yang terkena wabah Covid.

Baca Juga  Pernikahan Dini, Inspirasi di Tengah Pandemi

Pada akhirnya, bagaimanapun, keluarga adalah pondasi utama suatu negara. Negara yang kuat dibentuk dari sekumpulan entitas keluarga yang sehat, itu artinya keluarga memiliki peran sangat krusial dalam pembangunan.  Keluarga memiliki beberapa peranan penting di antaranya ialah fungsi dan perannya dalam fungsi perlindungan, fungsi sosial, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan, dan lain sebagainya. Dalam keseluruhan fungsi dan peran, keluarga menjadi titik utama ketahanan negara dalam menghadapi pandemi. Dalam lingkup inti keluarga, peran ibu menjadi sentralnya. Jika ibu dapat menjalankan keempat perannya dengan nyaman dan bahagia maka baiklah sebuah keluarga.

Sebagai catatan akhir, pandemi ini mengajarkan bahwa waktu yang paling berharga adalah saat di rumah bersama keluarga. Mari kita gunakan kesempatan ini sebaik-baiknya, seperti lagu familiar yang sering kita dengar; “harta yang paling berharga adalah keluarga, mutiara tiada tara adalah keluarga ….” Mari menjadi ibu di masa pandemi! Mari menjadi orang tua untuk menjaga anak-anak kita. *

Bagikan
Post a Comment