f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pendidikan

Butuh Sistem Pendidikan Baru

“Pak guru, kau ini mengajar ekonomi, sains, atau apa? Saya tidak mengerti. Kau ini sebenarnya guru apa? Pelajaran kok campur-campur, ucap salah satu murid kepada gurunya. Setelah sang guru menjelaskan banyak hal yang menurut para murid bercampur-campur.

“Saya sedang mengajari kalian cara memakai otak agar tidak mudah dibohongi orang. Semakin banyak tahu, semakin kita punya daya nalar. Pengetahuan adalah kekuatan. Kalian tidak perlu tahu segala hal. Tapi kalian harus punya nalar untuk menilai, jawab sang guru.

Itu adalah potongan dialog dalam salah satu film bertema pendidikan yang sempat populer. Saya menonoton film itu berkali-kali. Awalnya kurang menarik, namun di sepertiga awal mulai terlihat, film ini berkualitas. Terlebih lagi, dalam suasana di mana pendidikan yang hakiki susah kita temukan.

Sistem Pendidikan yang Beku

Dari masa ke masa, sistem pendidikan susah sekali diubah. Bahkan sistem pendidikan saat ini sama dengan sistem pendidikan 150 tahun lalu. Satu guru berdiri di depan beberapa murid. Padahal, dalam kurun waktu 150 tahun itu, segalanya berubah.

Elon Musk mengakui, bahwa mengubah sistem pendidikan adalah pekerjaan yang sangat sulit. Menurut dia, lebih mudah mendaratkan orang di permukaan Mars, dari pada mengubah sistem pendidikan.

Mengapa sistem pendidikan harus kita ubah? Ada satu ilustrasi yang sangat masyhur. Berbagai hewan dengan kemampuan yang berbeda-beda, namun diajarkan untuk melakukan hal yang sama, misal memanjat pohon, termasuk seekor ikan yang diajari untuk memanjat pohon. Maka ketika ikan tersebut tidak bisa memanjat pohon, ikan tersebut akan dianggap bodoh.

Masalah dalam dunia pendidikan selalu itu-itu saja. Setiap orang punya bakat dan mimpi yang berbeda-beda. Namun jika diajarkan hal yang sama. Hingga hanya beberapa orang yang tertarik dengan pelajaran. Sisanya, tidak tertarik.

Baca Juga  Pentingnya Penanaman Teori Inkremental pada Anak Didik

Akan sangat tidak menyenangkan lagi jika dilengkapi dengan sistem pemeringkatan (rangking), untuk menilai siapa yang terbaik dan siapa yang terburuk, berdasarkan satu atau dua kriteria tertentu.

Bakat dan Mimpi yang berbeda

Satu anak mungkin sangat tertarik dengan matematika, namun kurang tertarik dengan sejarah, dan begitu sebaliknya. Kendati demikian, kualitas anak tidak bisa kita samakan. Apa lagi jika melabeli bodoh, anak yang tidak berminat dengan sejarah, karena diperbandingkan dengan anak yang minat sejarah.

Saya percaya, semua anak, jenius dalam bidangnya. Karena itu, kita tidak bisa menggunakan satu ukuran untuk menilai banyak anak yang memiliki bakat serta mimpi berbeda-beda. Itu problem pertama.

Problem kedua, kembali pada potongan adegan dalam film di atas. Satu kalimat yang sangat kuat dalam dialog tersebut. Bahwa ilmu pengetahuan adalah kekuatan. Filsafat juga mengajarkan demikian. Dengan pengetahuan, apa saja bisa raih.

Dewasa ini, ilmu pengetahuan dalam sistem pendidikan kita, diajarkan secara terpisah-pisah. Misal, pelajaran kimia seakan tidak ada sangkut paut dengan pelajaran sejarah. Padahal, kita perlu keduanya. Bahkan bukan hanya dua, namun banyak ilmu, demi membentuk nalar yang utuh dan kritis. Nalar kritis kita perlukan dalam kehidupan ini, agar tidak mudah dibodohi.

Karena itu, saya kurang setuju dengan spesialisasi ilmu pengetahuan. Bahkan, sering kita dengar ungkapan, “Orang hukum untuk apa belajar filsafat, buat apa mengerti politik. Fokus saja dengan ilmu hukum.

Sebenarnya iu saran yang baik dengan menganjurkan orang agar fokus. Tapi, saya kurang setuju, karena di sisi lain pikiran seperti itu juga menganjurkan seseorang untuk memakai kaca mata kuda. Fokus dengan satu hal, tanpa perlu untuk tahu persoalan lain.

Baca Juga  Ekofeminisme, Alternatif Penyelamatan Lingkungan

Jelas kita tidak akan berhasil mengajarkan ikan memanjat pohon. Karena itu, kita perlu mengajarkan generasi kita sesuai bakat mereka. Selain itu, kita sudah cukup bosan dengan sistem pendidikan ala kaca mata kuda, yang akan menjadikan generasi kita berwawasan sempit.

Perlu kiranya mencari sistem pendidikan yang baru. Sistem pendidikan yang mendidik generasi kita sesuai bakat dan mimpinya. Dan juga mendidik seseorang untuk berwawasan luas, meski kita tahu itu tidak mudah dilakukan.

Mengembangkan Bakat dan Mewujudkan Mimpi

Hari ini, semua butuh uang untuk sekolah. Butuh sekolah demi pekerjaan. Butuh pekerjaan demi uang. Tanpa kita sadari, pola kehidupan kita hanya berkutat dengan sistem seperti itu.

Bagaimana jika sekolah kita hari ini tak perlu ada nilai. Tak perlu ada wisuda dan ijazah. Dan yang paling penting, tak perlu ada bayar membayar serta tak perlu adanya kualifikasi pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan. Negara harus menyediakan para pengajar. Setiap anak bebas untuk belajar apa saja sesuai keinginan mereka, sesuai bakat dan mimpi mereka. Semua harus difasilitasi dan tidak mensyaratkan ilmu yang mereka dalami harus sesuai dengan pekerjaan.

Ilmu adalah soal kebudayaan dan peradaban. Dan mimpi adalah soal kebahagiaan. Sementara itu, pekerjaan adalah soal bagaimana melanjutkan hidup. Dua hal itu saya kira adalah entitas yang berbeda. Mungkin dengan sistem seperti itu, generasi kita akan lebih bahagia, karena mereka bebas untuk mengembangkan bakatnya dan mewujudkan mimpinya. Tanpa dibayangi biaya pendidikan yang melangit. Serta tuntutan tentang pekerjaan setelah mereka lulus. Sebagai dampaknya, kebudayaan serta peradaban juga akan maju.

Bagikan
Post a Comment