f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
perempuan madura

Transformasi Perempuan Madura

Saya pernah menulis tentang keistimewaan perempuan Madura di salah satu media online. Saya menyinggung bahwa perempuan Madura memiliki konsep kecantikan yang sederhana di dalam tulisan tersebut. Kecantikan perempuan Madura tidak dilihat dari putihnya warna kulit, melainkan berkulit hitam manis. Selain itu, perempuan Madura juga tidak membutuhkan perawatan mahal. Perawatannya sederhana, cukup menggunakan ramuan tradisional.

Namun, terdapat teman yang memberikan kritik terhadap saya. Dia memberikan komentar tentang kecantikan perempuan Madura. “Sejak kapan hitam manis menjadi konsep kecantikan perempuan Madura? Saya tidak melihat itu, justru saya melihat perempuan Madura hidupnya glamor, kulitnya putih, dan glowing. Tentu saja, kulit seperti itu adalah hasil perawatan di salon,” tukas teman melalui pesan WhatsApp.

Saya menerima kritikan darinya. Dan saya sebenarnya juga menyadari bahwa kecantikan perempuan Madura mulai bergeser seiring berjalannya waktu. Sudah mulai banyak perempuan Madura berlomba-lomba untuk merawat tubuhnya agar terlihat putih dan lungset.

Sungguh ironi, mengingat saat saya kecil, perempuan Madura tidak memikirkan penampilan tubuhnya. Yang mereka utamakan adalah kerja keras, meski kulit berwarna hitam akibat paparan panas matahari, bukan menjadi persoalan.

Tetapi, mau bagaimana lagi, saya harus menerima kenyataan jika perempuan Madura sudah mengalami transformasi konsep kecantikan. Meski tidak terjadi secara menyeluruh. Sebab, melihat perempuan-perempuan yang ada di desa, mereka masih tidak peduli dengan konsep kecantikan harus berkulit putih. Kemudian, tidak juga memikirkan perawatan tubuh yang mahal-mahal, lantaran hidup bagi perempuan desa hanya tentang Tuhan dan ikhtiar.

***

Lalu, mengapa ada perubahan kecantikan di kehidupan perempuan Madura? Saya ingin menjawab pertanyaan tersebut berangkat dari pengalaman saya selama menekuni kajian Madura dari perspektif sosiologi.

Baca Juga  Ketika Wajah dan Tubuh Ada dalam Kendalimu

Transformasi kecantikan perempuan Madura hadir dari pengaruh kemajuan teknologi yang tidak terkendali. Teknologi sebagai ciptaan manusia modern, ternyata ikut sukses mempengaruhi kesadaran perempuan Madura untuk mengubah penampilan tubuhnya. Teringat dengan buku Revolusi Harapan karya Erich Fromm, beliau memaparkan bahwa teknologi telah memperbudak kehidupan dengan mengkerdilkan nalar kritis manusia.

Saya kira tidak berlebihan jika nalar kritis perempuan Madura ikut terkikis dengan kecanggihan teknologi, hingga menggeser nilai kecantikan. Proses pergeseran nilai kecantikan terjadi melalui tayangan di televisi dan media sosial. Televisi dengan tayangan iklan produk kecantikannya, mampu menghipnotis kesadaran penontonnya.

Saya teringat kembali saat SMA ketika duduk melingkar sesama teman kelas. Dan ada seorang teman perempuan  berkata, “Aku ingin putih seperti artis yang ada di iklan sabun wajah di televisi.” 

Berbeda dengan di media sosial. Sejauh pengamatan saya, media sosial paling berpengaruh mengubah nilai kecantikan perempuan Madura terjadi melalui Instagram. Banyak sekali akun-akun cantik Madura bergentayangan di Instagram. Anehnya, akun-akun cantik tersebut tidak mempertontonkan kecantikan perempuan Madura sesungguhnya: hitam manis. Justru ikut menampilkan perempuan cantik ialah yang berkulit putih melalui berbagai unggahannya.

Melihat unggahannya dengan menampilkan kecantikan perempuan Madura harus berkulit putih, membuat saya mengernyitkan dahi. Mengingat, media sosial mudah menyebarkan pengetahuan baru kepada masyarakat. Michel Foucault dalam bukunya berjudul The Archeology of Knowledge menjelaskan kalau pengetahuan mampu menghasilkan perubahan nilai-nilai kehidupan terhadap masyarakat.

***

Terlepas dari polemik transformasi konsep kecantikan di sebagian kehidupan perempuan Madura. Transformasi lainnya juga terjadi di sektor ekonomi. Jika dalam tulisan saya menggambarkan kalau perempuan Madura dahulu banyak bekerja sebagai petani, kini pekerjaan petani sudah mulai berkurang.

Baca Juga  Membangun Peradaban Pancasila Back To Home

Bahkan, teman saya juga merasakan kalau perempuan Madura sudah mulai berkurang minatnya untuk bekerja menjadi petani dan padagang ikan di pasar. Dia merasakannya tatkala kesulitan saat mencari pekerja untuk menanam padi di tegalnya. Biasanya, perempuan yang melakukan pekerjaan penanaman padi di Madura. Sedangkan, laki-laki urusan membajak tanah dengan sapi dan mengurus pengairan.

Sayangnya, kini mulai sulit untuk mencari perempuan yang mau bekerja menanam padi di tegal. Ini terjadi akibat tidak adanya generasi, karena perempuan mudanya sudah enggan untuk bekerja di tegal. Mereka lebih memilih untuk bekerja di sektor formal, seperti menjadi guru, perawat, dan bidan.

Sebenarnya, saya tidak mempersoalkan perempuan Madura mulai tidak berminat bekerja di sektor pertanian. Fenomena tidak inginnya perempuan Madura bekerja lagi di sektor pertanian, akibat keuntungan pendapatan tidak menjanjikan untuk memenuhi hidup. Apalagi harga kebutuhan hidup sehari-hari semakin melejit.  

Minimnya pendapatan petani terjadi akibat adanya ketimpangan. Teringat saat menghadiri diskusi pendidikan, salah satu pemateri yang juga berfokus di dunia pertanian mengatakan kalau industri pertanian terdapat lingkaran setan. Lingkaran setan terbentuk akibat petani merupakan orang paling menderita dengan pendapatan minim. Sedangkan, orang-orang atas dengan kepemilikan modalnya, menjadi orang paling meraup keuntungan maksimal.

Terjadinya lingkaran setan dalam pertanian, masih belum seberapa. Menurunnya minat perempuan untuk bekerja di pertanian  juga terjadi akibat pembangunan infrastruktur besar-besaran di Madura. Misalnya saja di Sumenep, saya sebagai orang Sumenep melihat sendiri, lahan pertanian disulap menjadi perumahan, cafe, dan hotel dalam waktu singkat.

Tingginya perubahan lahan pertanian menjadi infrastruktur, menjadikan lahan pencaharian bagi petani menjadi berkurang. Jika sudah berkurang, sama saja membuat pendapatannya semakin menipis.

Baca Juga  Perempuan: Subjek dan Sorotan

Dengan demikian, transformasi perempuan Madura tidak selamanya menjadi kesalahan perempuan. Melainkan, kerakusan manusia modern untuk memajukan kehidupan manusia, ternyata justru menjatuhkan  kesadaran kritis manusia. Belum lagi urusan ekonomi yang terkadang tidak memihak terhadap petani. Kalau sudah begini, siapa paling bertanggung jawab atas kemelut yang sedang terjadi? 

Bagikan
Comments
  • Tidak ada masalah perempuan Madura atau perempuan daerah lain meninggalkan sektor pertanian. Hanya saja harus lebih baik dari pendapatan dari pertanian. Cara bertani juga sebaiknya lebih modern dengan menggunakan mekanisasi pertanian sehingga hasil yang didapat berlipat ganda dengan kerja lebih praktis

    Agustus 5, 2022
Post a Comment