f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
bahasa

Tentang Mereka yang Berbicara Tanpa Suara

Untuk para pengguna aplikasi Wattpad dan juga penggemar boygroup asal Korea Selatan yang bernama NCT, pasti sudah tidak asing dengan salah satu novel bergenre fanfiction karya L. Lullaby. Novel tersebut berjudul Dear J. Salah satu tokohnya ia gambarkan sebagai seorang laki-laki tuna wicara yang semasa sekolah selalu mendapat ejekan dan hinaan karena kekurangannya itu.

Laki-laki tersebut menggunakan bahasa isyarat sebagai cara ia untuk berkomunikasi, namun sesekali ia juga menuliskannya di kertas jika merasa bahwa lawan bicaranya tidak begitu paham dengan apa yang dia ucapkan. Bagian paling sedih dalam novel ini adalah fakta bahwa salah satu orang yang mengejek dan menghina laki-laki ini adalah saudaranya sendiri.

Dari novel Dear J kita bisa melihat bahwa tidak sedikit orang yang masih memandang tuna wicara dengan sebelah mata. Seolah mereka yang tidak bisa bersuara adalah orang rendahan yang tidak bisa melakukan apa-apa. Padahal, bahasa isyarat bukan suatu hal yang buruk. Bahkan ketika kita masih bayi, tanpa sadar kita juga menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi. Sampai saat ini pun, terkadang kita menggunakan isyarat untuk menggambarkan suatu kata yang tidak bisa kita ungkapkan.

***

Selain tuna wicara, seorang tunarungu juga menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Jelas sekali mereka perlu menggunakan bahasa isyarat karena tidak bisa mendengarkan orang berbicara. Tahukah kamu kalau ternyata bahasa isyarat itu berbeda-beda untuk setiap negara bahkan suku? Jadi bahasa isyarat tidak hanya ada satu saja, lho. Bahkan, Desmon Moris et al (dalam Riswandi, 2009) pernah mengumpulkan 20 isyarat tangan yang sama. Namun mempunyai arti yang berbeda dalam budaya yang berbeda pula.

Baca Juga  Sedikit Catatan tentang Disabilitas dan Bencana

Di Indonesia sendiri, bahasa isyarat pada setiap daerah juga berbeda-beda. Namun, ada dua jenis bahasa isyarat oleh pemerintah kita, yaitu Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO). Kemudian, apa perbedaan dari kedua jenis bahasa isyarat tersebut? BISINDO adalah bahasa isyarat yang berkembang langsung di masyarakat. Sedangkan SIBI adalah bahasa isyarat yang memiliki struktur bahasa yang sama dengan bahasa Indonesia. BISINDO adalah bahasa sehari-hari dan SIBI adalah bahasa formal yang terdapat di Sekolah Luar Biasa (SLB).

Dalam dunia psikologi kognitif, para ahli mengatakan bahwa bahasa tidak hanya melalui perantara suara (sebagaimana pada percakapan umumnya). Tapi juga bisa melalui perantara simbol (sebagaimana dalam kata-kata tertulis atau isyarat-isyarat fisik). Seorang ahli psikologi kognitif yang bernama Noam Chomsky menekankan bahwa bahasa pada manusia itu lebih dari apa yang mereka tampilkan. Kemudian, Eric Lennerberg (dalam Riswandi, 2009) juga mengatakan bahwa manusia tetap memiliki potensi untuk berbahasa, bagaimanapun kondisinya.

***

Hal ini bisa menjadi bukti bahwa selain berbahasa dengan suara. Setiap individu juga bisa berbahasa dengan perantara isyarat atau secara istilah biasa adalah komunikasi non verbal. Menurut ahli linguistik non verbal yang bernama Ray L. Birdwhistell, seluruh anggota tubuh kita ini bisa menjadi isyarat simbolik. Misalnya seperti isyarat tangan, gerakan kepala, atau postur tubuh dan kaki.

Sayangnya masyarakat awam di negara kita tercinta ini terkadang masih sering menyepelekan keberadaan penyandang disabilitas. Termasuk tuna wicara dan tunarungu sambil mengejek mereka karena tidak bisa berbicara dengan normal seperti kebanyakan orang. Bahkan ada juga orang-orang yang menganggap bahwa tuna wicara dan tunarungu adalah insan yang kurang pandai dan tidak bisa berprestasi.

Baca Juga  Membangun Kedekatan dengan Sang Anak

Padahal ada banyak sekali orang tunarungu dan tuna wicara di luar sana yang bisa mengharumkan nama bangsa kita dengan prestasi-prestai yang mereka miliki. Contohnya seperti Dian Inggrawati Soebangil, seorang tunarungu yang terpilih menjadi The 2nd Runner Up dalam ajang Miss Deaf Europe 2011 di Praha. Kemudian ada juga Angkie Yudistia, penulis buku berjudul Perempuan Tunarungu Menembus Batas yang berhasil mendirikan Thisable Enterprise dan menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) di perusahaan yang berfokus pada program sosial tersebut. Tidak hanya itu, Angkie juga Presiden Joko Widodo tunjuk secara langsung sebagai salah satu staf khusus kepresidenan. Dan pernah mendapat penghargaan The Most Fearless Female Cosmopolitan pada tahun 2008.

***

Dua wanita hebat di atas menjadi bukti bahwa mereka bisa mematahkan pandangan dan pemikiran orang-orang tentang penyandang disabilitas yang tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka membungkan mulut para perundung di masa lalu dengan prestasi luar biasa. Yang belum tentu bisa dilakukan oleh orang-orang yang mengejek mereka di masa lalu. Perlu diketahui bahwa jika ada orang yang tidak bisa berbicara seperti bagaimana kamu berbicara, bukan berarti dia adalah seorang yang tidak memiliki akal dan pikiran.

Dibanding mengejek dan menghina penyandang disabilitas, terutama tunarungu dan tuna wicara, ada baiknya jika kita juga mencoba untuk mempelajari bahasa yang mereka gunakan. Dengan cara seperti itu, kita bisa memahami perasaan dan jalan pikir mereka. Dan tentu saja, mereka akan merasa seribu kali lebih senang karena kita sudah mau mencoba belajar bahasa isyarat demi mereka yang berbicara tanpa suara.

Bagikan
Post a Comment