f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
perceraian

Perceraian, Pintu Darurat bagi Orang Tua yang Membuka Pintu Trauma bagi Anak

Ketika terjadi situasi darurat, orang-orang dapat menggunakan pintu darurat untuk memberikan akses cepat dan aman keluar dari sebuah bangunan atau ruangan agar dapat menyelamatkan diri. Dalam sebuah pernikahan, perceraian sering dianalogikan sebagai “pintu darurat” atau “emergency exit” ketika pasangan suami istri tidak bisa lagi mempertahankan hubungan pernikahan.

Perceraian biasanya dianggap sebagai alternatif solusi terakhir untuk mengatasi masalah dalam pernikahan. Ketika pasangan menghadapi konflik yang serius, ketidakharmonisan yang berkelanjutan, atau ketidakcocokan yang tak teratasi, perceraian bisa menjadi pilihan untuk mengakhiri pernikahan.

Perceraian sendiri telah diatur dalam hukum Islam. Meskipun hukum Islam tidak melarang perceraian, Allah Swt. tidak menyukai keputusan tersebut. Perceraian merupakan pilihan terakhir jika tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah rumah tangga. Hukum cerai dianggap makruh karena merupakan perbuatan yang halal tetapi sangat dibenci oleh Allah Swt.

Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak” (HR. Abu Daud).

Bukti tentang perceraian juga dapat kita temukan dalam Al-Quran, dalam Surah Al-Baqarah ayat 227, yang artinya, “Dan jika mereka bertekad untuk bercerai, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 227).

Hukum perceraian dalam Islam dapat bervariasi bergantung pada kondisi pasangan suami istri yang mengalami masalah. Para ulama sepakat bahwa hukumnya diperbolehkan. Hukum perceraian menjadi wajib ketika terjadi perselisihan antara suami dan istri, dan dua hakim yang menangani kasus tersebut telah memutuskan bahwa perceraian adalah langkah yang diperlukan.

Menavigasi Nasib Anak Setelah Perceraian Orang Tua

Perceraian merupakan pembahasan yang ramai dibicarakan masyarakat maupun warganet Indonesia karena terjadinya kasus perceraian selebriti baru-baru ini yang kehidupan rumah tangganya tampak sangat harmonis. Rupanya keharmonisan yang tampak dari luar menutupi banyak luka dan konflik dalam rumah tangga tersebut. Namun, jalan terakhir ini ditempuh tentu saja setelah melalui proses pemikiran dan pertimbangan bagi pasangan yang memutuskan untuk bercerai.

Baca Juga  Saat Anak Harus Memilih

Tidak sedikit warganet yang menyayangkan keputusan publik figur ini karena merasa iba pada kehidupan anak mereka selanjutnya. Perceraian memang menjadi peristiwa yang kompleks dan sulit, tidak hanya bagi pasangan yang bercerai, tetapi juga bagi anak-anak yang terlibat dalam situasi tersebut.

Perceraian orang tua dapat menempatkan anak pada situasi dengan berbagai dampak emosional, psikologis, dan sosial, termasuk trauma yang dapat berdampak jangka panjang. Dampak trauma bisa terjadi secara signifikan bergantung pada usia anak, karakteristik pribadi anak, dan lingkungan keluarga.

Anak-anak yang mengalami perceraian dihadapkan pada pertanyaan penting mengenai tempat tinggal mereka. Memilih tinggal bersama salah satu orang tua atau membagi waktu di antara keduanya merupakan keputusan yang sulit dan berdampak luas pada kehidupan mereka secara menyeluruh. Keputusan ini tidak hanya mempengaruhi kesehatan mental mereka, tetapi juga memengaruhi aspek-aspek sehari-hari seperti rutinitas, hubungan dengan teman-teman, dan kegiatan di sekolah.

Terlebih jika dalam proses perceraian orang tua terjadi drama perebutan aset atau perebutan hak asuh anak, tentunya dapat menimbulkan trauma mendalam bagi sang anak. Konflik tersebut rentan menimbulkan tekanan bagi anak, mereka mungkin merasa bingung dan tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Ketidakpastian ini dapat memunculkan kecemasan dan merusak rasa aman anak.

Konflik antara orang tua yang bercerai dapat memberikan dampak yang signifikan pada anak-anak. Ketegangan, perseteruan, dan pertengkaran yang terjadi antara orang tua dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat dan tidak stabil bagi anak-anak. Anak-anak seringkali merasa terlibat dalam konflik tersebut dan merasa terjepit di antara orang tua mereka. Konflik yang berkepanjangan ini dapat meningkatkan risiko trauma psikologis pada anak-anak.

Baca Juga  Kapitalisasi Pendidikan, Bagaimana Nasib Anak?
Perceraian dan Dampak Trauma Psikologis pada Anak

Setelah perceraian, anak-anak sering menghadapi perubahan besar dalam rutinitas dan kehidupan sehari-hari mereka. Mereka mungkin pindah rumah, mengganti sekolah, atau kehilangan hubungan dengan teman-teman dan anggota keluarga yang sebelumnya dekat. Perubahan ini dapat memicu ketidakstabilan emosional dan rasa kehilangan pada anak-anak, yang dapat berkontribusi pada trauma.

Anak-anak mungkin akan tampak biasa saja dan terlihat diam, tetapi tentunya terjadi pergolakan dalam batin mereka. Dapat dipastikan anak-anak menginginkan keluarga harmonis dengan kedua orang tua yang hidup bersama. Mereka akan cenderung membandingkan kehidupannya dengan teman-teman sebaya yang keluarganya baik-baik saja. Bahkan bagi anak remaja, ketakutan akan label ‘anak broken home’ yang disematkan pada mereka menimbulkan luka batin berujung trauma. Beberapa kondisi trauma psikologis yang terjadi pada anak pascaperceraian orang tua:

1. Distress Emosional

Perceraian orang tua dapat menyebabkan distress emosional pada anak-anak. Mereka mungkin merasa kehilangan, sedih, marah, cemas, atau bingung menghadapi perubahan besar dalam kehidupan keluarga mereka. Konflik antara orang tua yang bercerai, perubahan dalam dinamika keluarga, dan perasaan takut kehilangan hubungan dengan salah satu orang tua dapat menyebabkan trauma emosional yang signifikan.

2. Kecemasan

Perceraian orang tua sering kali menyebabkan tingkat kecemasan yang tinggi pada anak. Mereka mungkin merasa khawatir tentang masa depan, perubahan dalam kehidupan mereka, atau ketidakpastian tentang hubungan dengan orang tua mereka. Kondisi ini dapat memengaruhi kesejahteraan emosional dan psikologis mereka.

3. Rasa Kehilangan dan Kesedihan

Anak-anak yang mengalami perceraian dapat merasakan rasa kehilangan yang mendalam. Mereka mungkin merasa kehilangan ikatan dengan salah satu orang tua yang tidak lagi tinggal bersama mereka. Rasa kesedihan dan kehilangan ini dapat menyebabkan perubahan suasana hati, depresi, atau perasaan tidak berdaya. Dalam beberapa kasus, dampak trauma perceraian dapat berlangsung hingga masa dewasa dan mempengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan.

Baca Juga  Bullying Perceraian
4. Kesulitan dalam Hubungan

Perceraian orang tua dapat mempengaruhi cara pandang anak-anak terhadap hubungan dan keintiman. Mereka mungkin mengembangkan ketakutan atau keengganan untuk membentuk ikatan emosional yang kuat karena takut mengalami kehilangan dan rasa sakit lagi di masa depan. Bahkan trauma yang lebih parah akan menimbulkan rasa ketidakpercayaan anak terhadap lembaga rumah tangga. Hal ini dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk membentuk hubungan yang sehat dan memengaruhi perkembangan sosial mereka.

Sudah sepatutnya pasangan yang mengalami konflik dalam rumah tangga bisa memahami dampak trauma yang akan dialami anak jika terjadi perceraian agar dapat mengambil langkah bijak. Komunikasi dan kepala dingin diperlukan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa anak-anak membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya dalam hubungan yang sehat.

Mewujudkan pernikahan yang sehat memang harus diupayakan oleh dua kepala dan dua hati yang dulu berijab qabul di hadapan Allah. Seburuk apa pun masalah yang melanda, segenting apa pun kondisinya, jangan jadikan perceraian sebagai pintu darurat. Jika pun harus melalui pintu darurat demi keselamatan bersama, harapannya agar prosesnya efisien, tidak banyak drama dan minim konflik agar anak-anak tidak perlu memasuki pintu trauma dan berenang dalam luka batin yang dalam. Semoga setiap rumah tangga selalu mendapatkan cahaya sakinah diterangi mawaddah warahmah.

Bagikan
Post a Comment