f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
ekonomi

Kegelisahan Beragama dan Nilai-Nilai Maqashid Syariah

Berbagai persoalan bermunculan seiring dengan sebaran wabah Covid-19 yang menjadi bagian dalam kehidupan manusia; sebuah entitas dari sebuah kausalitas yang memberikan penekanan akan sebuah akibat dari sebab. Pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih menunjukkan angka sebaran yang tinggi sehingga memberikan dampak pada pelaksanaan ritual keagamaan.

Umat muslim yang telah melepaskan Ramadan sebulan yang lalu, bulan yang di dalamnya terdapat Syariat agama yang memiliki nilai tambah pada setiap gerak rukuk yang dilakukan umat muslim pada aspek ibadah dan amar makruf. Menjalankannya dalam kondisi wabah sehingga memaksa umat Muslim melewati Ramadan dengan pembatasan secara fisik.

Memasuki masa di mana umat Muslim masih harus menjalani realitas baru dalam rangkaian ibadah. Melaksanakan protokol kesehatan Covid-19 di rumah ibadah seperti masjid, mushola, maupun surau. Dengan upaya menjaga jarak, melakukan pemeriksaan suhu badan, memakai masker hingga menjaga jarak shaf saat salat.

Upaya tersebut tidak lantas diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, banyaknya pertentangan akan persoalan syariat saat melaksanakan ibadah salat yang dihadapkan dengan pelaksanaan protokol kesehatan. Hingga akhirnya mereka yang tidak sepakat bahwa syariat tidak dapat ditolerir maka tetap melaksanakan sholat dengan tanpa mengindahkan protokol itu sendiri.

Munculnya Kegelisahan dalam Beragama

Keberadaan protokol kesehatan Covid-19 menjadi sebuah tantangan bagi umat Muslim dalam menjalankan ibadah khususnya salat berjamaah. Dalam pelaksanaan protokoler tersebut ditemukan pembatasan-pembatasan yang menyajikan benturan dengan nilai-nilai syariah.

Dalam pelaksanaannya salat berjamah pelaksanaan protokoler kesehatan covid-19, menganjurkan jamaah untuk menjaga jarak. Sehingga banyak masjid yang memberikan tanda tempat jamaah mengambil shaf yang kebanyakan memberikan jarak setengah sampai satu meter.

Hal ini memunculkan persinggungan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Nabi Shallallahu’alaihi Wassalam bersabda “Luruskan shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah kesempurnaan salat”. Dari hadist tersebut memiliki hikmah bahwa meluruskan shaf merupakan sebab terikatnya hati orang-orang yang salat dan syarat kesempurnaan shalat berjamaah.

Baca Juga  Mengapa Tidak Ada Hak Yatim dalam Zakat?

Perkara menutup wajah dengan masker turut menjadi perhatian dalam beribadah. Hal ini sebagaimana hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daut dan Ibnu Majah yang artinya; “Dari Abu Hurairah: Rasulullah Saw melarang seseorang menutup mulutnya ketika shalat.”

Terlepas dari perkara kadar hadis tersebut hasan sebab ada salah satu perawi yang keabsahannya dipertanyakan. Namun secara konten dan konteks, hadis tersebut cukup kuat untuk digunakan.

Ritual Kurban Terbatas

Yang terbaru adalah Keputusan Kementerian Agama tentang pembatalan keberangkatan jamaah haji tahun 1441 H atau tahun 2020 M. Haji salah satu ibadah yang menjadi rukun agama, sehingga banyak perintah melaksanakan haji, yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 158 yang artinya;

“Sesungguhnya shafaa dan masrwah adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya…..”

Dalam rangkaian ibadah haji tersebut ada perintah untuk menyembelih binantang ternak (berkurban) pada hari raya Iduladha yang dalam surat Al-Kausar Allah berfirman yang artinya; “….dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)”.

Hari raya iduladha yang akan dilaksanakan pada akhir bulan ke tujuh, yang sebagaian besar umat muslim memiliki ikatan ritual khusus dalam pelaksanaan ini akan sangat merasakan kegelisahan, merasa seakan-akan ada sesuatu yang kurang lengkap dalam beragama.

Tentunya telah banyak wacana dalam pelaksanaannya. Bahkan lembaga pemerintah maupun organisasi telah menyampaikan tentang batasan-batasan pelaksanaan ibadah tersebut.

Semua “ritual” keagamaan di atas menjadi satu entitas umat muslim yang sebelumnya mejadi sebuah perayaan pada setiap masanya. Namun kini semua itu menjadi berbeda dan bahkan hilang dalam rutinitas kehidupan umat muslim. Tak hayal jika banyak masyarakat yang gelisah akan persoalan-persoalan tersebut.

Baca Juga  Sebuah Kunci

Nilai-Nilai Maqashid Syariah

Menjaga keselamatan dan kesehatan diri menjadi hal utama yang perlu diperhatikan. Prinsip physical distancing atau menjaga jarak social menjadi bagian dari protokol pelaksanaan ibadah yang sifatnya berjamaah atau mengundang banyak orang sehingga terjadi situasi yang berkerumun.

Al-Qur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam memiliki kandungan ajaran yang oleh para Ulama dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu Aqidah, Ahlaq, dan Syariat. Yang di dalam ketiganya mengandung darar-dasar dan prinsip-prinsip bagi berbagai persoalan hukum dalam Islam.

Dalam hal itulah Nabi Muhammad kemudian menjelaskan melalui berbagai haditsnya. Kedua sumber inilah (Al-Qur’an dan Hadits) yang kemudian dijadikan pijakan ulama dalam mengembangkan hukum Islam. Terutama dalam bidang mu’amalah.

Menyikapi berbagai aturan, fatwa, maupun maklumat dalam pelaksanaan ibadah di tengah pandemi yang telah di ijtihatkan oleh para ulama maka perlu kita pahami bahwa ulama adalah representative umat muslim dalam menyelesaikan perkara syariah. Sehingga dalam kerangka inilah kemudian muncul Maqashid Syari’ah yang dikemukakan oleh Asy-Syatibi.

Asy-Syatibi mendefinisikan Maqashid Syariah dari kaidah “sesungguhnya syariah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat”; sebagai entitas kemaslahatan umat manusia. Lebih jauh Asy-Syatibi menyatakan bahwa tidak satupun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan. Karena hukum yang tidak mempunyai tujuan sama dengan membebankan sesuatu yang tidak dilaksanakan

Prinsip Maqashid Syariah

Dalam maqashid syariah ada lima prinsip yang disebut kulliyat al-Khamsah yang sangat relevan dalam kondisi wabah seperti saat ini, yaitu Hifdzu din (melindungi agama), Hifdzu Nafs (Menjaga Jiwa), Hifdzu ‘Aql (menjaga akal), Hifdzu Nasl (menjaga keturunan), dan Hifdzu mal (menjaga harta) dengan mempertimbangkan tingkat kebutuhan manusia, dharuriyyat (kebutuhan primer), hajiyat (kebutuhan skunder), maupun tahsiniyat (kebutuhan tersier).

Baca Juga  Jangan Menerka, Tawakal Saja

Maka dalam konteks Hifdzu din sebagai bentuk penjagaan Islam terhadap agama, maka Allah memerintahkan hamba-Nya untuk beribadah. Yang oleh Asy-Syatibi digambarkan bahwa Hifdzu din adalah menjaga Islam, Iman dan Ihsan (Asy-Syatibi, 1997).

Syariah yang pada dasarnya adalah untuk mencapai kemaslahatan umat manusia, maka sebagai hamba Allah yang beriman dan bertaqwa, sudah sepatutnya kita tetap menjaga nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 59 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu”

Mengembalikan nilai-nilai keagaman dalam merujuk sumber yang telah dita’wilkan oleh para ulama dari Al-Qur’an dan Hadits Insya Allah akan membawa kita semua pada jalan siratal mustaqim. Sehingga dalam rangka mengaktualisasikan ajaran agama yang telah difirmankan oleh Allah, maka sudah sepantasnya kita menghapuskan kegelisahan dalam melaksanakan ibadah di tengah pandemi. Wallahu alam bishawab

Bagikan
Post a Comment