f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
muhammadiyah dan masa depan

Generasi Z, Muhammadiyah, dan Masa Depan Bangsa

Sejarah manusia telah mencapai babak baru. Revolusi industri 4.0 yang merupakan era digitalisasi industri, mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Kini semuanya menjadi serba digital.

Pedagang dan pembeli tidak perlu lagi bertatap muka untuk bertransaksi. Kita bahkan tidak perlu lagi repot-repot pergi ke ATM terdekat untuk mentransfer uang atau memabayar sesuatu. Cukup membawa ponsel, masuk ke aplikasi bank yang kita gunakan, log in, lakukan transaksi, beres.

Di era industri digital sekarang ini, generasi muda memiliki peran yang cukup besar. Hal ini karena sebagian besar dari mereka memang mengenal dan mudah terbiasa. Beda halnya dengan generasi tua yang memang hanya sebagian kecil akrab dengan teknologi terkini.

Muhammadiyah sebagai persyarikatan dan organisasi sosial-religius yang mengusung dakwah Islam berkemajuan sebagai panji gerakan; tentunya bergerak mengikuti perkembangan zaman sembari terus memelihara nilai-nilai luhur islami yang haqiqi.

Sejak didirikannya pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H, bertepatan dengan 18 November 1912 M. Muhammadiyah terus berupaya untuk melakukan pemurnian akidah, pembaharuan (tajdid) dan merintis amal usaha yang bermanfaat bagi umat di segala bidang. Hingga kini, derap langkah perjuangan Muhammadiyah tak kenal lelah, terus berkembang sembari terus berkhidmat kepada agama dan negara.

***

108 tahun yang lalu, Muhammadiyah berdiri di tengah-tengah segala keterbatasan, di daerah yang tak mengenal kemajuan zaman. Persyarikatan ini lahir dan tumbuh di bawah tatapan sangsi masyarakat sekitar, yang bahkan dalam banyak kasus malah tidak sejalan dengan pergerakan yang dianggap merusak tatanan sosial yang telah berlangsung.

Kini, Muhammadiyah telah menjadi salah satu organisasi terbesar di Indonesia. Bahkan di Benua Asia, dengan cabang dan ranting yang telah mencapai manca negara, jauh dari Indonesia.

Baca Juga  Perempuan di Balik Layar Perdamaian

Selain dikenal sebagai organisasi dakwah Islam, Muhammadiyah juga dikenal sebagai organisasi kader. Dalam artian Muhammadiyah mengadakan proses kaderisasi generasi muda yang bertujuan untuk menghasilkan kader Muhammadiyah yang memiliki ruh/spirit islami; serta mempunyai integritas dan kompetensi untuk berperan di persyarikatan, juga dalam kehidupan umat dan dinamika bangsa dalam konteks global

Dalam proses kaderisasinya, Muhammadiyah tidak hanya berusaha membentuk kader berkualitas yang bisa mengambil peran dalam melangsungkan cita-cita persyarikatan. Namun lebih dari itu, Muhammadiyah juga berusaha membentuk kader berkualitas yang bisa turut serta dalam memajukan agama dan bangsa. Hal ini bisa dibuktikan dengan melihat rekam sejarah Muhammadiyah sejak awal berdirinya hingga saat ini, ketika persyarikatan telah berusia lebih dari seabad.

Tak terhitung nama-nama besar kader Muhammadiyah yang turut mewarnai sejarah Indonesia sejak zaman pergerakan hingga era reformasi. Bahkan, beberapa kader ini bukan hanya mengambil peran, namun menjadi role model, pelopor gerakan kemajuan.

Contohnya, Prof. Dr. Amien Rais. Tidak ada yang menyangkal bahwa beliau adalah pelopor pergerakan reformasi ‘98, yang kemudian mengantarkan Indonesia ke era reformasi. Era di mana demokrasi bisa berjalan dengan lebih leluasa di negeri ini. Yang artinya Muhammadiyah telah melahirkan banyak kader-kader berkualitas yang telah hanya berperan dalam menjaga kelangsungan persyarikatan; namun juga mengambil peran yang amat besar dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia serta membangun dan menjaga negeri ini.

***

Pendiri Muhammadiyah sendiri, K.H. Ahmad Dahlan; adalah pelopor sistem pendidikan modern, jauh sebelum Ki Hajar Dewantara membangun Taman Siswa di tahun 1922. Beliau lebih dulu mengenalkan sistem pendidikan yang menggunakan model pendidikan barat (dengan meja dan kursi). Namun dengan apiknya memadukan ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu agama.

Baca Juga  Menanti Peran IMMawati di Tengah Krisis Identitas

Beliau juga mempelopori gerakan peduli sosial dengan membangun rumah sakit PKO (yang kemudian menjadi RS PKU) dan panti asuhan. Murid-muridnya kemudian turut mengamalkan ilmu dari beliau dengan melanjutkan amal-amal usaha tersebut, memajukan persyarikatan sekaligus berkhidmat kepada agama dan bangsa.

Salah satu kader terbaik Muhammadiyah, Jenderal Sudirman, diangkat menjadi Panglima Besar TNI yang pertama di usianya yang masih terbilang belia (sekitar 30an tahun). Tentu saja beliau diangkat karena kepiawaian dan skillnya yang memang di atas rata-rata—yang bahkan membuat Letjen. Oerip Soemohardjo lebih mengutamakan beliau menjadi Pangsar TNI daripada dirinya sendiri, padahal beliau adalah perwira senior kala itu.

Begitu mendapat beban amanah yang berat, sang Jenderal menunjukkan kapabilitasnya dengan sangat baik; sehingga membuat namanya begitu mentereng di dunia militer Indonesia, bahkan dunia. Dalam Agresi Militer Belanda II, meskipun beliau sakit keras, beliau tetap memimpin perang gerilya. Sosoknya yang hanya bisa ditandu—disebabkan kondisi tubuhnya yang begitu buruk—tetap ditakuti Belanda, dan dari atas tandu inilah sang Panglima Besar mengendalikan jalannya perang gerilya yang membuat Belanda tidak pernah benar-benar bisa menguasai Indonesia, hingga Belanda harus angkat kaki dari negeri ini di akhir tahun 1949.

***

Pendek kata, tidak ada yang bisa menampik peran kader-kader Muhammadiyah dalam membangun bangsa ini. Pihak-pihak yang tidak suka dengan Muhammadiyah tidak bisa seenaknya mendiskreditkan persyarikatan atas dasar fakta-fakta ini.

Namun bagaimanapun juga, nama-nama tadi hanyalah sekelumit rekam sejarah. Hal yang kini harus menjadi perhatian Muhammadiyah adalah; Apakah persyarikatan bisa kembali melahirkan kader-kader yang berkualitas, tidak hanya berperan dalam organisasi namun juga berperan dalam membangun peradaban bangsa?

Kini, Generasi Muda Muhammadiyah memiliki kewajiban untuk mengembangkan diri dalam berbagai aspek sembari terus mempelajari, mempertahankan dan memelihara nilai-nilai islami.

Baca Juga  Tetap Menjadi Ibu Bahagia di Era Layar

Kader Muhammadiyah sebaiknya tidak membatasi diri dalam mempelajari antara ilmu dengan ilmu agama, keduanya tetap dipelajari—namun tentunya dengan penyesuaian minat dan kemampuan per individu. Ilmu agama sebagai fondasi spiritual, kemudian ditambahkan dengan kemampuan ilmu-ilmu umum tertentu, akan menghasilkan kader Muhammadiyah yang berkemajuan.

Kader Muhammadiyah juga harus memiliki fondasi pemikiran Islami yang terbuka dalam menghadapi perkembangan zaman. Setiap individu kader harus membentengi diri dari pemikiran-pemikiran liberal, sekuler, plural dan sosialis yang merusak.

Berpikiran terbuka itu harus, namun tidak boleh asal menerima berbagai macam pemikiran dan argumen yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Kader juga harus bisa menghargai pendapat, tidak boleh asal menjustifikasi baik atau buruknya suatu perkara tanpa bermuhasabah terlebih dahulu.

***

Mereka bergerak  di berbagai lini; menerbitkan surat kabar (yang kala itu terhitung “modern”), merintis sekolah, panti asuhan dan rumah sakit. Mempelopori pemuda-pemudi Indonesia di zaman itu untuk terus maju.

Pertanyaannya, apakah kita sebagai kader Muhammadiyah masa kini, juga akan mempelopori—atau minimal berperan—untuk memajukan Indonesia di era Revolusi Industri 4.0., atau tenggelam oleh kemajuan zaman?

Pilihan itu tentunya tergantung dengan kita sebagai Generasi Penerus Perjuangan Dakwah Muhammadiyah.

Bagikan
Post a Comment