f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
bulan suci ramadan

Bulan Suci Ramadan di Sekolah Minoritas Muslim

Tak terasa sebentar lagi kita akan memasuki bulan suci ramadan. Bulan yang penuh keagungan dan kemuliaan ini. Masjid-masjid yang awalnya sepi mendadak menjadi ramai banget. Lantunan ayat suci al-quran tiada henti-hentinya berkumandangkan.

Depan jalanpun mendadak muncul para penjual takjil yang menjadi incaran untuk ngabuburit. Salat tarawih dan witir menjadi salat sunnah yang rasanya sayang untuk ditinggalkan. Kira-kira seperti itu rasanya ramadan di pulau mayoritas muslim terbesar ini.

Lantas bagaimana rasanya menikmati bulan suci ramadan di sekolah minoritas muslim? Saya terlahir sebagai seorang muslim di kota minoritas islam tepatnya di Kota Bitung Sulawesi Utara. Kota yang penduduknya mayoritas kristen protestan. Jadi jangan kaget kalau jalan-jalan kota saya selalu ada gereja.

Masjid-masjid di kota saya tak sebanyak di pulau Jawa. Keberadaan pesantren-pesantren pun bisa terhitung dengan jari. Mencari makanan halal susah-susah gampang karena kebanyakan kuliner banyak bercampur dengan hewan yang haram bagi umat islam konsumsinya. Hehehe.

Tapi beberapa tahun terakhir sebelum saya merantau ke pulau jawa, sudah lumayan banyak pemilik restoran muslim bertebaran di kota kelahiran saya itu. Alhamdulilah yah, semoga dagangan beliau laris manis di kota ini.

****

Rasanya campur aduk antara bahagia dan ga enakan lebih tepatnya. Usai lulus dari Madrasah Ibtidaiyah atau SD, orangtua saya menyekolahkan saya di salah satu SMPN dekat rumah saya. Dulu waktu di Madrasah Ibtidaiyah, setiap bulan suci ramadan selalu libur sebulan sampai hari raya. Setelah bersekolah di SMPN, mendadak wajib masuk sekolah selama ramadan berlangsung. Rasanya lemes, ngantuk, capek, ga fokus dan haus.

Sekolahku ini hampir sebagian besar beragama kristen protestan. Jadi setiap ada ibadah, gedung aula menjadi tempat para siswa kristen untuk beribadah karena jumlah mereka yang cukup banyak. Sementara yang lainnya di ruangan kelas karena jumlahnya yang sedikit termasuk siswa muslim.

Baca Juga  Menjemput Jodoh Lewat Sedekah

Ramadan telah tiba. Aktivitas di sekolah tetap berjalan seperti biasa. Ini menjadi tantangan buat aku untuk beradaptasi yang dulunya bisa tidur seharian full mendadak harus sekolah. Kantin-kantin sekolah masih tetap buka. Kadang guru saya yang muslim sering mengingatkan selama berpuasa tidak boleh ke kantin sebagai rasa penghormatan terhadap bulan suci ramadan ini. Namanya juga anak-anak kalau udah haus dan ga tahan, tetap aja ke kantin.

Setiap kali pergi ke sekolah. Papa saya selalu mengingatkan, kalau kamu lagi halangan waktu bulan puasa jangan sekali-kali ke kantin, makannya di rumah saja. Dan benar, kalau lagi halangan aku selalu makan di rumah lebih tepatnya di dalam kamar. Agar adek-adekku tidak iri lihat aku makan.

Alasannya juga sama, sebagai penghormatan pada bulan ramadan dan menghindari stigma-stigma yang kadang muncul dari teman-teman saya. Terkadang kalau ada teman saya yang muslim makan pas bulan suci Ramadan, bakal menjadi topik yang HOT banget. hahaha.

****

Tapi ada hal yang menarik selama berpuasa di sekolah mayoritas kristen ini. “Kalau makan selalu minta izin pada temannya yang berpuasa”. Saya lagi duduk, teman saya yang kristen datang sambil membawa makanan yang dia beli di kantin. Setibanya di kelas, dia menghampiri saya dan mengatakan “Nabila, kamu puasa? Aku izin makan di sebelahmu yah. Tidak apa-apa?”.

Kebetulan dia duduk satu meja dengan saya. Seketika saya kaget. Saya persilahkan dia untuk makan. Saya merasa bingung kenapa harus minta izin, bukannya tinggal makan saja. Bahkan beberapa teman saya harus sembunyi-sembunyi atau membalikan badan mereka agar yang berpuasa tidak sampai tergiur.

Ternyata teman-teman saya, selalu mendapat peringatan oleh guru pendeta mereka untuk saling menjaga toleransi dengan teman-teman muslim yang sedang berpuasa pada bulan suci Ramadan. Jadi setiap kali mereka makan, selalu minta izin makan kepada teman mereka yang berpuasa. Pemandangan ini  tidak asing di sekolah saya.

Baca Juga  Evermos Berdayakan Ibu Rumah Tangga dalam Berbisnis

Bahkan guru-guru saya yang kristen tidak malu atau merasa sungkan untuk meminta izin untuk minum di dalam kelas pada siswanya yang muslim. Dan semenjak saya merantau untuk berkuliah, tanpa sadar saya terbawa dengan kebiasaan itu. Meminta izin untuk makan atau mencari ruangan yang sepi di bulan suci Ramadan karena sedang berhalangan.

Begitu juga saat lebaran tiba. Di kota saya ada tradisi, saat lebaran telah tiba. Tetangga atau teman-teman saya yang kristen akan berkunjung ke rumah muslim sekedar bersilaturahmi. Begitu pula sebaliknya pada bulan natal dan tahun baru yang muslim akan berkunjung ke rumah kristen.

Entah itu sekedar menanyakan kabar, resep kue terbaru, aktivitas di kantor, sampai topik-topik emak-emak yang tiada ujungnya. Hehehe. Terasa sangat hidup memang toleransi di kota saya. Meskipun untuk belajar agama perlu ekstra mencari-cari sekolah yang tepat.

Harapan saya semoga pandemi ini cepat selesai agar saya bisa kembali ke kampung halaman dan bercengkrama dengan keluarga saya tanpa adanya rasa khawatir atau was-was.

Editor: Wildan Assegaf

Bagikan
Post a Comment