f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.

Mahasiswa Jangan Mati Gaya

Di era sekarang banyak sekali muncul berbagai tantangan dan ancaman yang sifatnya tidak terduga. Mahasiswa merupakan bagian dari civitas akademika di pendidikan tinggi yang tidak dapat terpisah dari kegiatan yang sifatnya rutinitas. Mereka harus mampu memunculkan berbagai dinamika dan perubahan.

Mahasiswa sebagai generasi muda memiliki peran sebagai agent of change dan social control . Mereka tidak hanya memiliki kemampuan dalam bidang akademisi saja tapi juga intelektual pemikiran dan wawasan yang harus bisa menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi setiap bagian negeri ini. Mereka harus mampu memberi warna pada kehidupan kampus melalui berbagai kegiatan di bawah koordinasi organisasi kemahasiswaan yang bersifat formal. Aktivitas kelembagaan melalui kegiatan tersebut, pada hakikatnya adalah bagaimana peran organisasi untuk menjadikan mahasiswa belajar untuk menghargai perbedaan dan menerima perbedaan tersebut.

Melalui kegiatan organisasi kemahasiswaan, mahasiswa juga dapat belajar untuk saling bekerjasama sebagai tim dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi. Mereka belajar berkompetisi dengan menghormati dan mentaati mekanisme organisasi, belajar untuk melalukan problem solving dengan berbagai tantangan yang ada.

Melalui kegiatan dalam sebuah kegiatan organisasi, tentu harapannya melahirkan mahasiswa yang mampu menjadi sumber daya manusia yang berdaya saing; di berbagai industri serta menguasai teknologi yang kedepannya mampu berguna, baik untuk dirinya maupun orang lain demi masa depan yang lebih baik.

Dinamika Organisasi Kemahasiswaan

Agent of change sangat familiar di kalangan mahasiswa. Namun, sebutan tersebut sering tereduksi menjadi sebatas aksi heroik yang cenderung berbau emosional. Di lain sisi, sebutan tersebut tersematkan pada diri mahasiswa karena mereka merupakan bagian dari civitas akademika perguruan tinggi; yang secara hakiki memiliki peran dalam pengembangan keilmuan.

Pengembangan keilmuan tersebut bukan berarti menjadikan perguruaan tinggi sebagai menara gading yang lepas dari dinamika masyarakatnya. Sehingga agent of change menempatkan mahasiswa sebagai bagian dari perguruan tinggi yang melakukan perubahan terhadap kemajuan masyarakat dengan landasan keilmuan.

Baca Juga  Metodologi Feminis sebagai Penelitian Emansipatoris

Organisasi kemahasiswaan ada karena berangkat dari kebutuhan dan minat mahasiswa sehingga mampu menunjang dalam mengembangkan kapasitas diri, terutama dalam wilayah soft skill. Soft skill ini yang memang kurang berkembang ketika di ruang  kelas. Namun, dewasa ini tidak sedikit yang menerjemahkan bahwa organisasi mahasiswa menjadi wadah dalam penyelenggaraan kegiatan semata. Hal tersebut juga tidak lepas dari sebuah cara dalam rangka menunjang eksistensi organisasi saja.

Hal demikian yang perlu untuk dipahami secara mendalam bahwa pada dasarnya organisasi sangat jauh berbeda dari kegiatan yang sifatnya seperti event organizer yang secara pasti melaksanakan kegiatan ketika pada waktu-waktu tertentu. Aktivitas organisasi kemahasiswaan seharusnya jauh melampui penyelenggaraan acara-acara semata.

***

Kegiatan yang ada di organisasi kemahasiswaan bukanlah menjadi sesuatu hal yang utama namun, kegiatan itu hanya menjadi jembatan bagi mahasiswa dalam pengembangan kapasitas diri mahasiswa. Organisasi mahasiswa memiliki fungsi lebih dari sekadar penyelenggara kegiatan, karena ada tanggung jawab di dalamnya yakni dapat memperoleh pengalaman lain yang tidak ia dapatkan ketika berada di kelas.

Dinamika yang ada di pendidikan tinggi pada dasarnya memberikan peluang pada mahasiswa untuk mengembangkan keilmuannya. Namun menjadi suatu hal yang aneh apabila dinamika yang ada dan terbangun di pendidikan tinggi tersebut justru asing bagi mahasiswa. Mahasiswa menjauhkan diri terhadap dinamika pengembangan keilmuan. Hal itu karena yang mereka pahami hanya sebatas jenjang pendidikan lanjutan yang memungkinkannya mendapatkan ijazah.

Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Organisasi

Sistem pendidikan tinggi kita hingga produk yang dihasilkan adalah generasi yang akrab dengan ketidakjujuran dan terbiasa dengan manipulasi. Melihat karut-marut kondisi politik, ekonomi dan sosial bangsa Indonesia saat ini, kita patut mempertanyakan efektifitas pendidikan yang diselenggarakan di perguruan tinggi.

Baca Juga  Soe Hok Gie dan Nasib Aktivis Kini

Kampus yang diharapkan menjadi kawah candradimuka untuk menempa calon-calon pemimpin sejati di masa depan, kini malah menjadi pabrik penghasil calon-calon koruptor dan menjadi agen kapitalisme yang hanya menghamba pada pasar. Kampus pun kini hanya mengajarkan untuk mendapatkan nilai akademik setinggi-tingginya agar jika lulus nanti mudah terserap pasar tenaga kerja. Masalah kejujuran menjadi kurang mendapat perhatian. Bergeser sedikit pada kegiatan ekstra kampus, kita akan mendapati kumpulan mahasiswa yang sangat bersemangat belajar organisasi.

Mereka belajar bagaimana memanajemen organisasi dengan baik serta melakukan lobi-lobi politik yang efektif. Namun, kemampuan teknis berorganisasi yang mereka kuasai itu akhirnya mereka gunakan untuk memanipulasi dan menyalahgunakan kekuasaan yang mereka pegang. Lepas dari kampus, mereka terseret oleh jaringan patronase politik-kekuasaan yang hanya menguntungkan individu dan kelompok mereka sendiri. Rakyatlah yang menjadi korban.

***

Sudah saatnya kampus menggalakkan pendidikan karakter secara kongkrit bagi mahasiswa. Pencapaian intelektualitas dan nilai-nilai akademik harus bersamaan dengan penanaman moral dan akhlak yang bagus. Kemampuan manajerial dan sosial harus bersamaan pula dengan sifat-sifat ikhlas, jujur, rendah hati dan orientasi pengabdian. Hal ini bertujuan agar mahasiswa tak hanya pintar secara intelektual dan sosial namun juga memiliki integritas moral yang bagus, serta mempunyai empati dan solidaritas yang tinggi terhadap lingkungan sekelilingnya.

Pendidikan karakter yang idealnya ditanamkan sejak dini di lembaga pendidikan dasar dan menengah, seharusnya lebih ditingkatkan pada jenjang pendidikan tinggi.  Sebab peserta didik di lingkungan kampus mempunyai kepentingan langsung dan praktis terhadap karakter-karakter positif, serta lebih dekat untuk terjun dalam kehidupan riil di masyarakat. Dengan demikian karakter-karakter positif merupakan keniscayaan dan kebutuhan yang mendesak.

Penanaman karakter positif  bagi mahasiswa merupakan keniscayaan dan kebutuhan yang mendesak. Secara teknis, penanaman karakter positif akan lebih efektif dan mengena apabila bersamaan juga dengan keteladanan. Dalam hal ini pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di kampus  harus turut ambil bagian dalam memberikan keteladanan yang baik kepada mahasiswa.

Baca Juga  Perempuan: Cinta Sejati atau Eksploitasi

Pegawai, dosen dan mahasiswa harus disiplin, jujur, kritis, dan kreatif. Dengan lingkungan yang kondusif, penanaman karakter positif akan lebih mudah diterima dan menjadi teladan mahasiswa baru. Selain melakukan keteladanan oleh civitas akademika, pendidikan karakter bagi mahasiswa juga bisa terbangun melalui pembangunan kultur akademik yang baik di lingkungan kampus.

Bagikan
Post a Comment