f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
islam

Sudut Pandang Hukum Islam tentang Harta yang Ditimbun

Menyelami dunia ekonomi, terutama jual beli, sering kali bermakna sebagai manifestasi kerja; yang setidaknya setiap orang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari pernah mengalaminya. Hukum jual beli, bagi para ulama adalah mubah, artinya jika dilakukan tidak mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa.

Sebagaimana dalam beraktivitas jual beli, tentunya tak luput sedikit pun dari harta benda. Oleh karena itu, walaupun menjadi perhiasan hidup, harta benda seperti halnya pisau bermata dua; dapat berdimensi positif bila penggunaannya sesuai prinsip-prinsip keadilan. Dapat juga berdimensi negatif bilamana pemanfaatannya secara zalim dan sewenang-wenang.

Nyatanya, aktivitas guna mengatur seluruh tatanan dalam ruang lingkup jual beli, justru untuk mencari keuntungan, bahkan pengaruh sosial maupun politik. Hal inilah yang sering memunculkan penyelewengan etika dalam mempermainkan sebuah perdagangan. Banyak pelanggaran yang terjadi setelah menyelewengkan etika, seperti halnya melakukan penipuan, pemaksaan, atau penimbunan barang dagangan.

Kehidupan Kapitalisme

Bagaimana pun, tindakan di atas sama persis dengan tindakan kaum kapitalisme. Menurut Max Weber, kapitalisme adalah perbudakan yang tak bertuan; para tuan dibuat tidak tampak di belakang mekanisme-mekanisme pasar, di mana lebih dianggap mirip dengan hukum alam dan di luar jangkauan kritik. Itulah sebabnya mengapa Max Weber menyebut bahwa kapitalisme tak dapat sesuai etika dan tunduk pada peraturan.

Maraknya kapitalisme ini merupakan dampak negatif terhadap sistem perekonomian, salah satunya adalah penumpukan harta. Tentu saja aktivitasnya dapat menimbulkan ketimpangan dan distribusi kekayaan yang tidak merata. Hal ini, bukan hanya terjadi pada individu saja, melainkan sekelompok individu pula.

Mekanisme Ekonomi Islam

Mekanisme ekonomi adalah mekanisme utama dalam sistem ekonomi Islam untuk mengatasi pembagian kekayaan. Ini bisa dengan jalan membuat berbagai ketentuan kegiatan ekonomi yang selalu berputar pada distribusi kekayaan. Dalam mewujudkannya, mekanisme ekonomi yang sebagaimana harus seadil-adilnya, salah satunya adalah melarang menimbun harta.

Baca Juga  Bersama Jaga Dapur Tetap Ngebul

Menimbun bahan-bahan kebutuhan pokok untuk dijual pada masa-masa tertentu guna memperoleh keuntungan yang melimpah atau lebih bisa juga ihtikar. Dalam istilah fikih, ihtikar adalah kegiatan menimbun barang-barang kebutuhan pada saat harga naik di mana terdapat peluang besar bagi masyarakat sudah pasti membelinya karena langkanya barang tersebut. Perlu kita ketahui bahwa sebenarnya harta yang tertimbun sama sekali tidak akan berfungsi dalam ekonomi yang akhirnya malah menghambat distribusi; karena tidak terjadi perputaran harta.

Dalam menyikapi hal yang berkenaan dengan menimbun harta, Islam menyandarkan diri kepada firman Allah Swt yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (٣٤)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih (QS. At-Taubah: 34).

Hukum Menimbun Harta

Ayat di atas, secara singkat menjelaskan bahwa harta yang termasuk dalam ranah kebatilan tidak hanya harta yang sudah jelas bahwa jalan yang di tempuh merupakan suatu cara yang zalim; namun harta yang diperoleh secara halal saja dapat berubah status menjadi batil, jikalau tidak dimanfaatkan sesuai syara’ seperti halnya menimbun harta yang tidak diproduktifkan.

Tentunya ini haram dalam Islam, di antara keriteria yang menunjukkan keharamannya adalah sebagai berikut:

  1. Tidak menunaikan zakatnya, artinya harta simpanan yang dizakati tidak termasuk kategori simpanan yang diharamkan.
  2. Menghambat pendistribusian barang sampai ke konsumen agar dapat menjualnya dengan harga yang tinggi.
  3. Penimbunan pada saat masyarakat membutuhkannya, semisal beras, bahan bakar, dll yang merupakan kebutuhan pokok sehari-hari.
  4. Menimbun bukan untuk kepentingan yang butuh secara pribadi selama setahun, misalnya beras sebanyak 12 karung.
Baca Juga  Merawat Ramah di Rumah Indonesia

Maka dari itu, Allah menunjukkan bukti memuliakan setiap hambanya agar tidak terjerumus ke dalam jurang keterpurukan. Adapun jika terdapat salah satu di antara umatnya yang merasa terpuruk, bukan berarti Allah tidak memuliakannya, akan tetapi fenomena itu karena penyelewengan perilaku di antara mereka atas dasar-dasar Islam.

Dengan demikian, cikal bakal terbentuknya cita-cita yang sejati dalam menghendaki realitas ekonomi Islam, perlu digaris bawahi bahwa tidak hanya terbatas terhadap keuntungan semata, akan tetapi mempunyai sebuah tujuan dalam rangka memakmurkan bumi dan mengaktualisasi kehidupan insani sebagai kepatuhan terhadap Allah dan merupakan salah satu bukti kesungguh-sungguhannya dalam mengemban khilafat di muka bumi. Karena, percaya bahwa pasti manusia pasti akan berdiri di hadapan penciptaannya untuk mempertanggungjawabkan khilafat yang diemban sejak awal.

Bagikan
Post tags:
Comments
  • S

    👍👍👍👍

    Desember 5, 2021
Post a Comment