f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
utang

Awas! Utang Tidak Gugur Sebab Kematian

Utang adalah salah satu transaksi yang lazim terjadi di masyarakat. Praktik utang-piutang terjadi karena seseorang tidak mampu untuk menunaikan atau memenuhi kebutuhan hidup sehingga terpaksa harus meminjam sejumlah uang, dsb kepada orang lain, atau ada juga karena membeli suatu barang yang sebenarnya ia tidak memerlukannya sama sekali.

Dalam Islam transaksi utang-piutang adalah hal yang lazim dan sudah berlangsung sejak lama, di dalamnya terkandung unsur ta’awun (tolong-menolong) kepada sesama. Kegiatan tolong-menolong atau memudahkan urusan sesama, terkhusus urusan saudara Muslim telah Allah Swt perintahkan:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya. (QS. Al Maidah: 2)

Rasululullah Saw pun bersabda:

Barang siapa yang membebaskan kesusahan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan membebaskannya dari kesusahan di antara kesusahan di hari kiamat. Dan barang siapa yang memudahkan kesulitan (saudaranya), maka Allah akan memudahkan kesulitannya di dunia dan di akhirat. (HR. Muslim no. 2669)

Bagaimana Ketentuan Utang dalam Islam?

Dalam agama Islam, setiap pemeluknya diperintahkan untuk selalu menepati janji apabila ia berjanji, termasuk utang. Jika seseorang berutang, maka ia harus memenuhi janjinya untuk membayarnya. Ini berdasarkan firman Allah Swt:

Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. (QS. Al Maidah (5): 1)

Perkara utang tidak boleh kita sepelekan. Jika ada kemampuan untuk melunasi, maka harus segera melunasinya, jangan menunda-nundanya. Ketika seorang Muslim meninggal dunia, lalu ia belum sempat membayar atau melunasi utang-utangnya, maka ruhnya akan senantiasa terkatung-katung/tertahan karena tanggungannya tersebut, Nabi Saw bersabda:

Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Ruh seorang mukmin terkatung-katung karena utangnya, hingga utangnya dilunasi”. (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Asy-Syaukani dalam Nail al-Authar menjelaskan hadis di atas berisi tentang anjuran untuk segera melunasi tanggungan si mayit, terkhusus bagi ahli waris (keluarga) mayit. Selain itu, hadis tersebut berisi pemberitaan bahwasannya setiap jiwa itu akan terkatung-katung/terikat oleh utangnya sampai tanggungan tersebut lunas, serta menjadi peringatan bagi orang-orang yang memiliki harta agar segera melunasi utangnya.

Baca Juga  Zakat Solusi Pemerataan dan Pembangunan
***

Berbicara terkait dengan utang, ada beberapa ketentuan yang perlu kita perhatikan:

Pertama, janji dan ancaman bagi orang yang tidak berniat untuk melunasinya. Berikut beberapa hadis yang menjelaskannya:

Dari Abu Hurairah R.a (diriwayatkan) dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Barang siapa yang mengambil (meminjam) harta manusia, lalu dia berniat untuk membayarnya; maka Allah akan menyelesaikannya, dan barang siapa yang mengambilnya, lalu dia berniat merusaknya, maka Allah akan merusaknya”. (HR. Bukhari no. 2387)

Tidaklah seorang Muslim yang memiliki utang, lalu Allah mengetahui bahwa ia berniat untuk membayarnya, melainkan Allah akan menyelamatkannya (menyelesaikannya) di dunia dan di akhirat. (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan al-Hakim).

Kedua, rukhsah-rukhsah dalam utang. Rukhsah ini ada ketika seseorang dalam kondisi kesulitan untuk membayarnya karena musibah yang menimpa, maka tatkala ia meninggal Allah lah yang akan membayarnya. Berikut penjelasannya dalam hadis:

Dari Abdurrahman bin Abu Bakr (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: “Allah menyeru orang-orang yang berutang pada hari kiamat, hingga ia berdiri dihadapan Allah, lalu dikatakanlah: Wahai anak Adam, mengapa kamu mengambil utang ini? Mengapa kamu menghilangkan hak-hak manusia? Lalu ia menjawab: Wahai Tuhanku,engkau tahu aku mengambilnya tetapi aku tidak memakannya, meminumnya, dan menyia-nyiakannya, tetapi telah datang menimpaku kebakaran, atau pencurian, dan atau kehilangan. Allah berfirman: engkau benar hambaku, dan akulah yang paling berhak untuk menyelesaikan utangmu, lalu Allah menyerunya dengan sesuatu dan meletakkan pada timbangan-Nya kebaikan-kebaikan mengalahkan keburukannya. Kemudian masuklah ia ke dalam surga karena rahmat-Nya”. (HR. Ahmad dan al-Bazzar)

Didatangkanlah orang-orang yang berutang pada hari kiamat, lalu Allah bertanya: Mengapa (bagaimana) kamu merusak harta manusia? Ia menjawab: wahai Tuhanku, engkau mengetahui bahwa telah menimpaku kebakaran dan peristiwa tenggelam (hartaku). Kemudian Allah berfirman: Pada hari ini aku akan membayar utangmu, lalu dibayarlah utangnya. (Hadis ini diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Bakr dalam kitab Majma’ az-Zawaid)

***

Ketiga, Nabi Saw sebagai orang yang bertanggung jawab atas utang umatnya. Pada saat Nabi Saw masih hidup, beliau senantiasa menjadi wali bagi orang-orang mukmin dalam menyelesaikan segala urusannya, termasuk urusan utang. Sebagaimana terdapat dalam beberapa hadis:

Baca Juga  Bergesernya Makna dan Tradisi Walimatul Ursy

Dari Abu Hurairah ra (diriwayatkan) dari Nabi saw, beliau bersabda: “Tidaklah bagi seorang mukmin, melainkan aku lebih utama dari pada yang lainnya di dunia dan di akhirat. Bacalah olehmu : Nabi lebih utama untuk orang-orang Mukmin dari pada diri mereka sendiri; Mukmin manapun yang mati dan meninggalkan harta, maka keluarganya menjadi ahli warisnya. Jika ia meninggalkan utang atau pajak, lalu ia mendatangiku, maka aku menjadi wali baginya”. (HR. Bukhari no. 4781)

Barang siapa yang meninggalkan harta, maka itu untuk keluarganya, dan barang siapa yang meninggalkan utang atau pajak maka itu tanggung jawabku.Dan aku lebih utama bagi orang-orang Mukmin. (HR. Muslim, an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Barang siapa yang meninggalkan harta, maka aku yang berhak mewarisinya, dan barang siapa yang meninggalkan utang, maka aku yang menjadi walinya, dan wali setelahku adalah bait al-Mal. (HR. ath-Thabrani)

Cara Penyelesaian Utang Setelah Meninggal Dunia

Seseorang yang berutang tetap memiliki tanggung jawab untuk melunasinya, meskipun sudah meninggal dunia tanggung jawabnya tersebut belum hilang. Adapun tanggung jawab utang bagi mayit dapat diselesaikan dengan cara-cara berikut:

Pertama, dengan mengambil harta si mayit. Jika si mayit memiliki harta waris, maka sebelum dibagikan, ambil terlebih dahulu dari harta tersebut untuk melunasi utang si mayit. Ini sesuai dengan firman Allah Swt:

(Pembagian-pembagian tersebut) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (QS. An-Nisa (4): 11)

Kedua, ahli waris (keluarga) tidak memiliki kewajiban untuk melunasinya, tetapi hukumnya mustahab (dianjurkan). Boleh juga orang lain yang tidak termasuk keluarga melunasinya, jika ia berkenan. Hal ini sebagaimana pernah terjadi di masa Nabi saw, sahabat Abu Qatadah melunasi utang sahabat lainnya yang meninggal. Peristiwa ini terdapat dalam atsar sahabat:

Baca Juga  Sudut Pandang Hukum Islam tentang Harta yang Ditimbun

Dari Jabir (diriwayatkan) ia berkata: “Ada seorang laki-laki di antara kami meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan mengkafaninya. Kemudian kami mendatangi Rasulullah saw dan kami tanyakan: Apakah baginda akan menyalatkannya? Beliau melangkah beberapa langkah kemudian bertanya: “Apakah ia mempunyai hutang?”. Kami menjawab: Dua dinar. Lalu beliau kembali. Maka Abu Qatadah menanggung hutang tersebut. Ketika kami mendatanginya; Abu Qotadah berkata: Dua dinar itu menjadi tanggunganku. Lalu Rasulullah saw menyalatkannya”. (HR. Abu Dawud no. 3343)

Ketiga, jika orang yang berutang meninggal dunia, maka orang yang memberikan utang dapat memberikan kelapangan dada untuk mengikhlaskan hartanya, dan itu merupakan perkara terbaik lebih Allah senangi.  Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkannya, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah (2): 280)

Demikianlah, tanggung jawab pembayaran utang bagi seseorang tidak hilang atau gugur meskipun ia telah mati.

Bagikan
Comments
  • Mohon bertanya. Bagaimana halnya dengan hutang yang diakadkan oleh kedua belah pihak akan gugur kewajiban membayar dengan sebab kematian pihak Debitur?
    Hal ini sudah biasa kita temui dalam akad pinjam-meminjam di Bank baik konvensional maupun syari’ah. Apakah akad atas dasar rela sama rela ( تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ) dari awal ini termasuk ke dalam hutang yang tidak secara otomatis lunas saat Debitur meninggal dunia? Mohon argumentasinya. Jazakumullahu ahsanaljaza’

    Juli 14, 2021
  • Ahmad Farhan Juliawansyah

    Jazaakumullah khair atas tanggapannya.
    Utang pada dasarnya harus dibayar oleh seseorang yang berutang. Jika seseorang yg berutang meninggal dunia lalu utangnya belum terbayarkan, maka utangnya tersebut tetap harus dilunasi oleh ahli warisnya atau keluarganya. Utang yang dilakukan atas akad saling rida tidak otomatis hilang sebab kematian, terkecuali jika pihak yg berutang tersebut ketika wafat tidak meninggalkan ahli waris atau keluarganya tidak diketahui, maka utang dapat diikhlaskan dan ini dianggap sedekah berdasarkan QS al-Baqarah ayat 280. Alangkah baiknya ketika melakukan akad dicari tahu terlebih dahulu identitas pihak yg akan berutang apakah dirinya memiliki keluarga yg kelak siap menjadi penjamin atau tidak.
    Wallahu A’lam

    Juli 16, 2021
Post a Comment