f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
khawatir

Rona Bahagia dan Raut Khawatir di Balik Sebuah Pesta

Alunan musik ndangdut koplo dari Orgen Tunggal yang tengah mengiringi seorang biduan siang itu, perlahan makin rendah volume suaranya. Beberapa detik kemudian berhenti, bersamaan dengan hadirnya lima personil polisi di tempat pesta perkawinan salah seorang tetanggaku, usai Lebaran kemarin.

Salah satu polisi tampak sedang menghubungi seseorang dengan pesawat HT-nya. Sementara yang lain membagikan masker ke seluruh warga yang hadir di pesta itu. Tak terkecuali ibu-ibu di dapur yang sedang memasak dan sedang beraktifitas lainnya.

Setelah berbincang beberapa saat dengan salah seorang panitia dan tuan rumah yang punya “gawe”, polisi-polisi itu pergi. Hingar bingar musik ndangdut pun berlanjut dan kembali meriah seperti tak terjadi apa-apa. Kurang lebih tiga jam keseruan orgen tunggalnya, hingga matahari condong ke barat barulah berhenti.

Ibarat memelihara bisul dan siap meletus, bulan Syawal tahun ini, hampir semua daerah mengadakan perhelatan pesta pernikahan dengan “merdeka”. Bagaimana tidak? Hampir dua tahun orang-orang menahan diri untuk tidak mengadakan pesta karena pandemi. Lebih mirip penyakit menular, satu diijinkan atau  dibolehkan ada pesta yang lainpun susul menyusul menggelar pesta.

Saking bahagianya pemerintah daerah telah memberi “kelonggaran” pada saat itu, sehingga rata-rata perhelatan  berlangsung meriah. Hampir di setiap desa ada orang punya “gawe” setiap harinya.

Bahkan kadang satu desa ada 4 lokasi pesta pernikahan yang bisa dikatakan tidak sederhana. Ada semacam iring-iringan pengantin, orgen tunggal dengan para biduan dan lain-lain yang intinya tidak bisa lepas dari kerumunan.

Meskipun masker digembar-gemborkan untuk selalu dipakai, namun kenyataannya banyak warga yang “ngeyel” tak mau memakai merasa yakin diri mereka kebal dan sehat-sehat saja. Ironisnya dalam hal memerangi dan mencegah penyebaran virus, kerja sama antara warga yang satu dengan lainnya tampak kurang. Bahkan nyaris acuh tak acuh.

Baca Juga  Mengenang Munir, Aktivis HAM yang Dicintai tapi Dilenyapkan

Pernah suatu hari aku datang ke pesta pernikahan di desa tetangga, ternyata yang memakai masker cuma aku dan suami. Bagaimana ini? Setali tiga uang, begitu juga yang terjadi beberapa hari lalu di tetangga sebelah rumah, tidak ada separuh yang memakai masker alias tak ada 50 persen.

Seakan memanen hasil tanaman, musim nikah di bulan usai Lebaran benar-benar menguntungkan di banyak pihak. Dari tukang dekorasi, soundsystem, rias pengantin, fotografer, sewa tratag, katering dan lain sebagainya.

Yang kemarin lesu atau hidup segan mati tak mau, tiba-tiba angin segar berhembus menghampiri. Tak bisa dipungkiri, ketika pesta itu digelar ada semacam cercah cahaya bahagia bagi orang-orang yang memang profesinya berkecimpung di acara-acara semacam itu. Inilah kenyataan.

*

Rona bahagia bagi pasangan pengantin dan kedua orang tuanya serta wajah sumringah penuh rasa syukur di mata orang-orang yang terlibat di dalamnya, melahirkan beberapa tanda tanya. Benarkah mereka bahagia? Tidak adakah rasa khawatir akan terjadi sesuatu karena saat ini pandemi belum berlalu?

Bila kita mau jujur, sesungguhnya di balik rona bahagia dalam sebuah pesta, terselip juga rasa khawatir tiada tara. Dan ini kurasakan juga. Bagi orang tua, ada yang mengaku tak sampai hati kepada anak semata wayangnya bila tak ada pesta. Akhirnya dengan hati yang penuh was-was dan berharap tak terjadi apa-apa, digelarlah pesta pernikahan dengan sangat meriah.

Sebagai tetangga dekat yang hanya beberapa langkah, aku pun ikut membantu seperti ibu-ibu yang lain ketika di tetangga ada pesta. Sayang sekali protokol kesehatan 5M tak sepenuhnya kami taati. Terbukti hanya memakai masker, berkerumun dan jaga jarak di sebuah pesta sangat sulit dihindari.

Baca Juga  Kita Memang Berbeda, Tapi Kita Tetaplah Satu

Seperti yang terjadi di Kudus, kabar terakhir jumlah warga yang terpapar virus sudah mencapai puncaknya. Ini tidak main-main dan Kudus terpaksa ditutup untuk para pendatang dari luar Kudus dan sekitarnya. Tapi mengapa daerah-daerah lain masih bisa menggelar pesta dengan leluasa?

Ketika saya sadar bahwa sebulan terakhir banyak pesta pernikahan yang digelar bebas, dalam hatiku timbul rasa khawatir yang hampir tiap hari menghantui. Mungkin akan lebih bijak bila pemerintah daerah membuat aturan yang tegas batas-batas dibolehkannya perhelatan pesta dan sanksi bagi pelanggarnya. Sehingga memungkinkan grafik menyebarnya covid akan menurun, bahkan bisa saja aneka perhelatan di stop kembali.

Perda memang sudah ada, namun realita di lapangan masih banyak orang yang bermain kucing-kucingan dengan petugas dan menyikapi dengan setengah-setengah. Ada yang setuju ada yang menolak dan ada yang tetap nekad menggelar pesta dengan resiko yang sesungguhnya telah mereka ketahui.

*

Ada satu lagi peristiwa yang seakan dipaksakan untuk tetap menggelar pesta pernikahan. Padahal mempelai wanita saat itu sedang sakit dan terpaksa ada selang infus di tubuhnya. Kata bapak si pengantin, pestanya sudah lama tertunda dan untuk membatalkan sebuah pesta, banyak pihak yang harus dibatalkan pula. Karena itu pesta tetap berlangsung.

Kekhawatiran akan lonjakan menyebarnya covid selalu ada karena peluang untuk itu terbuka lebar. Siapkah kita? Meskipun kita tahu, dengan digelarnya berbagai model pesta perkawinan, banyak dari kita yang menggantungkan periuk nasi agar tetap mengebul dari sana, namun kesehatan diri dan keluarga tetap tidak bisa diabaikan begitu saja.

Pandemi covid masih mengintai siapapun dan di manapun. Kabar terbaru, daerahku Jepara termasuk zona merah. Ternyata rona bahagia di sebuah pesta hanyalah sesaat dan tak mampu melenyapkan desir-desir kekhawatiran yang menyertai. Seperti yang kini menimpa keluargaku. Kami dan dua keluarga tetangga lainnya harus menjalani isolasi mandiri setelah hasil test swab menunjukkan dua strip. Positip.

Bagikan
Comments
  • Bu Guru Wiendy

    Pengalaman menjadi guru yang sangat berharga

    Juni 20, 2021
Post a Comment