f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
victim blaming

Victim Blaming : Beban Ganda Perempuan setelah kekerasan seksual

Istilah victim blaming atau menyalahkan korban mungkin sudah tidak asing lagi dalam pendengaran maupun penglihatan kita saat ini. Victim blaming sendiri biasanya lebih sering tertuju pada kaum perempuan dan berkaitan dengan kasus pelecehan atau penyerangan seksual dan pemerkosaan. Ketika seorang wanita mengalami tindakan pelecehan seksual kemudian ada sebagian orang yang menganggap atau menuduh bahwa kejadian tersebut merupakan akibat dari kesalahan tindakan korban itu sendiri, lalu meminta korban untuk bertanggungjawab atas kerugian yang telah menimpanya. Maka anggapan seperti ini menjadi anggapan yang menyalahkan korban atau victim blaming.

Alih-alih menyudutkan pelaku, justru masih banyak masyarakat yang sibuk mencari-cari kesalahan korban. Sehingga membuat korban seakan tidak ada dan menghiraukan perasaan kemanusiaan. Perilaku menyalahkan dan menyudutkan korban dapat memberikan pengaruh terhadap korban. Menjadikan korban menerima beban ganda atas duannya. Korban mengalami kekerasan sekaligus penyalahan korban.

Kekerasan Seksual terhadap Korban

Dewasa ini, maraknya kasus kekerasan seksual pada perempuan membuat tidak sedikit para perempuan menjadi takut keluar rumah. Kekerasan seksual tidak hanya berupa fisik tapi juga verbal. Umumnya kekerasan seksual fisik mengarah pada perilaku ajakan seksual, seperti menyentuh, meraba, mencium, hingga memaksa orang lain berhubungan seks tanpa persetujuan korban.

Sedangkan untuk kekerasan verbal, seperti catcalling padahal tindakan ini jika memakluminya akan mengarah pada pelecehan fisik. Di ruang publik catcalling atau pelecehan di jalan sebagai hal yang sepele bahkan tidak dipandang sebagai pelecehan, seperti ucapan “ssst, Assalamualaikum” atau “mbak, cantik amat”. Ucapan tersebut tidak lagi suatu pujian, melainkan sebuah pelecehan. Karena perbuatan tersebut membuat orang lain tidak nyaman

Bagi korban, kekerasan seksual yang telah menimpanya tentu menjadi beban yang amat berat dan menjadi momen yang tak pernah mereka lupakan seumur hidup. Sebab sesuatu yang sangat berharga telah terenggut oleh orang tak bertanggung jawab. Akibatnya, korban akan menganggap kejadian tersebut sebagai aib baginya, sekalipun perbuatan tersebut terjadi tanpa persetujuan korban. Jika kondisi seperti ini terabaikan, akan berbahaya bagi kesehatan mental korban, di antaranya dapat menimbulkan trauma dan depresi hingga bunuh diri.

Baca Juga  Perempuan Tangguh Di Balik Peristiwa Hijrah (2)

Ketika kasus-kasus kekerasan seksual sering abai, lebay, bahkan enjadi lelucon, berarti memang oknum yang seperti itu kurang sex education dan kurang memahami tentang kesadaran gender. Dalam sebuah hadis sabda Rasulullah diriwayatkan oleh at-Thabrani, kekerasan seksual yang dilakukan oleh siapapun dan dimanapun, baik secara fisik maupun verbal dan segala perilaku atau perkataan yang dapat merendahkan martabat kaum perempuan jelas diharamkan.

“Jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk jarum besi, itu jauh lebih baik daripada meraba-raba perempuan yang bukan istrinya”. (HR. At-Thabrani)

 Penyalahan Korban

Sanksi yang kurang tegas tidak akan memberikan efek jera pada pelaku, malah akan semakin memicu orang untuk berbuat pelecehan seenaknya tanpa adanya rasa takut jika korban melapor. Lebih parah lagi, bukannya memberikan sanksi dan efek jera pada pelaku, justru menjadi berbalik menyalahkan korban yang seharusnya mendapatkan perlindungan. Bahkan meminta mereka bertanggung jawab untuk kejahatan yang merugikan mereka.

Kebanyakan orang menyalahkan korban, karena mereka ingin mencari aman sendiri. Mereka tidak mau hal-hal buruk menimpa mereka. Pada kasus kekerasan seksual, biasanya yang disalahkan justru pihak yang menjadi korban, yakni perempuan. Dengan alasan mengait-ngaitkan jenis pakaian korban kenakan saat kejadian, bertindak menggoda lawan jenis, keluar malam tanpa teman, hidup di lingkungan yang kurang mendukung (ekslokalisasi) dan lain-lain.

Bentuk-bentuk perilaku menyalahkan korban antara lain, tidak mempercayai cerita korban, meyalahkan korban, tudingan mau sama mau. Menganggap wajar dan memaklumi tingkat keparahan kekerasan yang diterima korban, dan perlakuan tidak sesuai pasca tindakan kejahatan oleh pihak yang memiliki otoritas.

Pihak yang menyalahkan korban biasanya malah lingkungan dekat korban sendiri, mulai dari teman, keluarga, kerabat, bahkan pihak yang bekerja di instansi, seperti polisi, hakim, tenaga medis, dan lain-lain. Namun, tidak jarang juga korban disalahkan oleh orang yang tidak dikenalnya, terlebih lagi jika kasus yang dialami menjadi pemberitaan.

Baca Juga  Perempuan juga Punya Logika!

Hal tersebut tentu akan menjadi beban bagi korban. Karena menyulitkan korban untuk maju, melawan, dan melaporkan atas kejadian yang telah menimpanya pada orang terdekatnya bahkan pada pihak berwenang yang memiliki otoritas. Menyalahkan korban justru akan memperkuat sikap seperti seorang predator. Korban tidak semestinya mendapatkan hukuman atas tindakan yang bahkan tidak di inginkan.

Pahami Batasannya

Jangan kaitakan nafsu binatang pelaku dengan pakaian korban. Meskipun sudah mengenakan pakaian tertutup, memakai hijab, cadar, bahkan menundukkan pandangannya sekalipun, jikalau akal pikirannya sudah tidak sehat dan nafsunya tidak wajar, pelecehan seksual akan tetap terjadi.

Islam sebagai agama sempurna, tidak serta merta membebankan kewajiban menutup aurat pada perempuan saja, melainkan juga pada laki-laki. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. An-Nur ayat 30, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.  Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”

Ayat ini menunjukkan bahwa beban tentang kesopanan, memerangi terhadap kekerasan dan pelecehan seksual, seperti menjaga pandangan dan menahan nafsu sebenarnya ada di tangan kaum laki-laki. Bukan malah menjadikan perempuan sebagai objek untuk mengekspresikan hawa nafsu dan maskulinitasnya.

Marilah kita dukung, lindungi, serta lebih berempati terhadap korban kekerasan dan pelecehan seksual yang menyuarakan kejahatan pelaku. Hindari perilaku victim blaming atau menyalahkan korban, mulailah lebih peduli serta menaruh perhatian pada kondisi korban. Mulai dari hal-hal kecil seperti mendengarkan cerita mereka, percaya pada mereka, dan bantu mereka untuk speak up. Dan jangan pernah anggap sepele catcalling, sebab jika kita normalisasi, tanpa sadar hal ini bisa memperparah kerusakan moral bangsa. Kita tidak merdeka atas perasaan hancur mereka.

Baca Juga  Milad Muhammadiyah; Virtual dan Kemanusiaan

Editor: Iefone Shiflana Habiba

Bagikan
Post a Comment