f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
shafiyah

Teologi di Balik Tangisan Manusia (1)

Oleh : Muhammad Bagus Irawan*

Menangis dan tertawa adalah dua hal yang selalu dialami manusia. Dua keadaan ini normal timbul dan tenggelam dari dalam diri manusia. Keduanya hadir sebagai ungkapan perasaan yang tak terbendung dalam sel-sel urat saraf di balik pikiran kita. Bila timbul perasaan sedih, perih, sakit atau ambyar, maka tangislah yang keluar. Sebaliknya, tatkala hadir kenikmatan, kegembiraan, kesukaan, kelucuan, dan hal-hal yang menyenangkan maka akal akan merangsang hadirnya tawa.

Tetapi, pernahkah terpikir kenapa setiap bayi yang baru lahir hanya bisa menangis? Adakah bayi yang baru lahir langsung tertawa? Bahwa sebelum ia belajar berfikir, melihat dan merasakan kehidupan dunianya yang baru; secara ruhaniah, ia sadar berada pada awal petualangannya menggapai ridha Tuhan. Ia menangis sebagai wujud kekhawatirannya andai tak mampu melewati ujian dunia.

Para ulama memiliki syair yang indah terkait hal ini:

وَلَدَتْكَ اُمُّكَ يَاابْنَ اَدَمَ بَاكِيًا  #  وَالنَّاسُ حَوْلَكَ يَضْحَكُوْنَ سُرُوْرًا

Wahai anak Adam, kau menangis saat bundamu melahirkanmu

Sedangkan, manusia di sekitarmu tertawa bahagia menyaksikanmu

فَاعْمَلْ لِيَوْمٍ اَنْ تَكُوْنُ اِذَا بَكَوْا  #   فِيْ يَوْمِ مَوْتِكَ ضَاحِكًا مَسْرُوْرًا

Maka, tekunlah dalam kebaikan niscaya mereka akan menangis haru

Pada hari kematianmu, kau dalam keadaan tertawa bahagia

Pada sebuah tangisan ada makna teologis yang beragam dan tak bisa dipukul rata. Sebuah tangisan tak melulu menunjukkan letupan artifisial ‘negatif’yang menimpa diri manusia. Bisa saja tangisan hadir sebagai wujud kegembiraan dalam hubungan transendental antara manusia, lingkungan dan Tuhannya. Artinya, wujud tangisan itu berbeda-beda satu sama lainnya. Maka tulisan ini akan membincangnya, dengan berpijak dari pelbagai dalil-dalil agama yang berkaitan dengan bentuk-bentuk tangisan dan hakikat di baliknya.

Baca Juga  Tuhanmu dan Badanmu Memiliki Hak Atas Dirimu

Menangis dirasakan oleh semua manusia, sekalipun ia rasul dan nabi yang mulia. Sebagai manusia-manusia pilihan penyampai risalah tauhid—sekaligus hamba terdekat dan terkasih dari Rabb—juga tak luput dari menangis. Nabi Adam menangis selama empat puluh tahun ketika dikeluarkan dari surga. Turun ke bumi merupakan goncangan dan ujian berat dalam derap langkah awal kehidupan bapak umat manusia. Tangisannya selama itu sebagai wujud pertaubatan pada Tuhan Semesta Alam atas dosa-dosanya.

Nabi Ya’kub tak henti-hentinya menangisi kepergian sang putra, Nabi Yusuf, hingga matanya nampak memutih saking larutnya dalam kesedihan yang sangat mendalam. Tangisannya itu bermakna ganda; wujud cinta kasihnya pada si Yusuf, sekaligus tangisan pertaubatan atas tindakan keji anak-anaknya yang lain padanya. Nabi Dawud menangis selama empat puluh hari atas kesalahannya. Ia tak berani menatap langit karena saking malunya pada Tuhan. Hingga Allah pun bersabda: “Wahai Dawud, dosamu telah Kami ampuni, adapun cinta-kasihmu pada wanita itu tidak akan terulang di dunia dan tidak akan pernah ada lagi.” (Habib Sa’ad, Madza Ta’rif an al-Buka, h. 10-11)

Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan menangis adalah bagian sifat-sifat orang beriman, tatkala mereka dibacakan ayat-ayat (Al-Qur’an atau Bukti Kekuasaan Allah) maka mereka menyungkur sujud dan menangis. (QS. Al-Isra: 107-109; QS. Maryam: 58). Sementara Rasulullah bersabda: Setiap mata manusia pada Hari Kiamat akan menangis, kecuali mata yang dipejamkan dari larangan Allah, mata yang terjaga (pada malam hari karena beribadah) di jalan Allah, serta mata yang keluar airnya seperti kepala lalat (kiasan sebab begitu derasnya air mata yang mengalir) karena takut pada Allah. (HR. Abu Nuaim dalam Kitab al-Hulliyat). Iktisarnya, seorang yang beriman mengisi hari-harinya di dunia dengan perasaan sedih dan tangis mengingat dosa dan takut pada Allah. Sedangkan kelak di akhirat mereka akan tertawa bahagia bertemu dengan pujaan hatinya Allah dan Rasul-Nya.

Baca Juga  Lautan Kepribadian

Macam-Macam Tangisan

Secara tersurat, Rasulullah membedakan antara tangisan orang beriman dan kafir. Pada satu haditsnya disebutkan, “Tangisan seorang mukmin dari hatinya, sedangkan tangisan orang yang munafik hanya keluar dari kepalanya.” (HR. Baihaqi). Pada hadits lainnya disebutkan, “Tangisan yang timbul karena rasa takut kepada Allah akan menyelamatkan dari api neraka. Sedangkan tangisan orang kafir merupakan siksa baginya setelah kematiannya.” (HR. Ad-Dailami dalam Kitab Musnad Firdaus). Sementara pada riwayat lainnya ditegaskan, “Menangis (bagi orang beriman) timbul dari rasa sayang (rahmat Allah), sedangkan menjerit (tangisan orang kafir) timbul dari setan.” (HR. Muttafaq Alaih).

Menarik apa yang digambarkan Abu Sulaiman ad-Dariny bahwa tipikal manusia dilihat dari cara pandang duniawinya ada dua model. Pertama, seorang yang tertipu oleh dunia, ialah yang tak pernah menangis karena Allah. Jika ia telah tertipu, ia tak akan tahu bagaimana caranya menangis dari hati, karena hatinya sudah membatu dan matanya mengering. Orang yang tertipu boleh jadi hidupnya terlihat menyenangkan di dunia, tetapi kelak di akhirat ia akan menangis sejadi-jadinya. Kedua, seorang yang terjaga oleh rayuan dunia. Ia selalu waspada dan menjaga setiap yang dimakan dan digunakannya. Hari-harinya diisi dengan dzikir rasa cinta pada Allah, menangisi dosa dirinya, serta berharap mendapat ridha-Nya.

Begitupun apa yang menjadi kegelisahan Sahabat Abu Darda’, ia berkata: “Ada tiga hal yang membuatku tertawa. Dan ada tiga hal lainnya yang membuatku menangis. Tiga hal yang membuatku tertawa ialah: (1) orang yang selalu memikirkan keindahan dunia di genggamannya, padahal kematian sudah mengintainya. (2) orang yang lalai dari tugasnya sebagai hamba, sedangkan ia tak tahu kelalaiannya sendiri. (3) orang yang sering tertawa namun ia tidak tahu, apakah tertawanya diridhai Allah atau tidak. Lalu tiga hal yang membuatku menangis adalah; (1) perpisahan dengan orang-orang yang mencintai Nabi Muhammad Saw. (2) keadaan mencekam saat ajal menjemput kita. (3) sewaktu seseorang berdiri di hadapan Allah, akan dihisab segala amalnya, sedang ia tidak tahu akan berada di surga atau neraka.”

Baca Juga  Perlunya Bersikap Egois di Masa Pandemi

Bersambung …

*) M. Bagus Irawan adalah penulis lepas, penerjemah, dan editor buku, alumnus Tafsir Hadits UIN Walisongo Semarang

Bagikan
Post a Comment