f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
cyberchondria

Sering Mendiagnosa Penyakit Sendiri? Hati-hati Alami Cyberchondria

Di zaman era digital ini, apa-apa bisa dicari lewat internet, tak terkecuali informasi tentang penyakit. Siapapun bisa memperboleh info tentang kondisi dan info gejala penyakit tertentu. Namun kita perlu bijak, sebab kalau ternyata semua gejala sesuai dengan yang kita alami; itu bisa bikin panik dan menyatakan diri sendiri menderita penyakit tertentu, dari yang ringan sampai yang berat. 

Fakta menunjukkan bahwa lebih 50% pengguna ponsel pintar menggunakan ponselnya untuk memperoleh info kesehatan dan berakhir dengan kecemasan. Padahal belum tentu informasi yang mereka dapatkan itu valid.

Fenomena Cyberchondria

Menurut tim peneliti Imperial College London, sebaiknya masyarakat tidak sering mendiagnosis penyakit sendiri lewat internet. Sedangkan menurut riset Pew Research, 35 persen orang di Amerika Serikat menentukan jenis penyakitnya sendiri berdasarkan info yg mereka cari dari internet. Kebanyakan bersumber dari situs kesehatan seperti WebMD, Mayo Clinic, Everyday Health, Hallo Dokter, dan masih banyak lagi.

Jika masyarakat  terlalu sering mendiagnosis jenis penyakit dari internet tanpa bantuan dokter, mereka akan terbiasa dengan cara yang ‘tidak sehat’ ini. Kebiasaan ini beristilahkan cyberchondria.

Ketersediaan informasi yang ada di internet itu banyak sekali. Contoh, ketika ada orang sakit batuk, atau nyeri dada, mereka akan cari dengan kata kunci batuk atau nyeri dada kiri di situs pencari melalui internet.  

Hasilnya dapat kita duga bahwa mungkin ada lebih dari 50 pencarian soal informasi terkait; penyakit batuk, atau nyeri dada, mulai dari batuk yang terjadi saat demam hingga batuk yang terjadi akibat kanker esofagus. Begitu juga nyeri dada ringan sampai jantung koroner. Akibatnya mereka bisa saja berasumsi sendiri dari sumber yang ada di internet.

Dengan banyaknya informasi yang tersebar di internet, mereka menyimpulkan sendiri dengan penyakit  terberat. Padahal bisa saja, info dari internet tersebut tidak akurat dengan jenis penyakit pasien yang sebenarnya.

Baca Juga  Akumulasi Saja Rasa Insecure Itu, Jangan Dibuang !

Akibatnya, pasien akan khawatir. Kekhawatiran inilah yang memicu penyakit  baru. Padahal sakitnya cuma gejala ringan biasa, tetapi setelah mengecek di internet, mereka berpikir gejala itu terjadi akibat penyakit lain yg berat.

Apa itu Cyberchondria?

Istilah cyberchondria mirip dengan istilah hypochondria yaitu suatu kondisi di mana seseorang yang sebetulnya sehat walafiat, tetapi mereka bersikeras mengaku sakit. Hal ini karena oleh stimulasi pikiran negatif yang mendorong otak mereka untuk berpikir bahwa mereka sakit. Padahal kenyataannya, dia tidak sakit apapun.

Begitu pun dengan cyberchondria. Bedanya, kondisi ini terjadi jika seseorang berselancar atau mencari info melalui internet dan mencari informasi yang belum tentu sesuai dengan penyakit yang dialaminya. Akibatnya, perasaan khawatir dan pikiran terlalu berlebihan memicu kondisi psikologis mereka dan malah menjadi sakit.

Para dokter memang tidak melarang pasiennya untuk mencari informasi seputar penyakit di internet. Akan tetapi, mereka menegaskan, jangan mendiagnosa diri sendiri dari sumber yang didapat dari internet.

Marilah kita menggunakan kecanggihan teknologi informasi ini secara bijak dan memanfaatkan informasi di Internet untuk membantu saja, yang ingin kita ketahui tentang  informasi seputar penyakit dan upaya untuk menguranginya. Namun untuk urusan diagnosis, sebaiknya kita serahkan pada ahli nya yang kompeten dalam bidangnya.

Cyberchondria di balik Pandemi Covid-19

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, cyberchondria merupakan kecemasan akibat terus-menerus membaca berbagai informasi kesehatan di medsos dan di situs internet; termasuk info mencemaskan tentang bahaya wabah Covid-19 yang sedang melanda dunia saat ini.

Salah satu ciri utama cyberchondria, adalah mencari informasi tentang penyakit antara 1 hingga 3 jam sehari. Namun informasi yang kita dapat justru membuat yang bersangkutan menjadi cemas dan gelisah.

Pada salah satu hasil penelitian yang dipublikasi di Journal of Anxiety Disorders, Stefanie M. Jungmann, dan Michael Witthöft, menyatakan bahwa kecemasan dan cyberchondria yang diteliti pada 1615 subjek laki-laki dan perempuan di Jerman, terdapat peningkatan kecemasan yang signifikan dalam menghadapi wabah pandemi Covid-19. Demikian pula cyberchondria memiliki korelasi positif dengan kecemasan terhadap virus SARS-COV-2 yang menyebabkan Covid-19.

Baca Juga  Kepedulian Terhadap Kesehatan Jiwa : Upaya Menuju Kewajaran Baru

Cyberchondria sebenarnya bukan sesuatu yang salah jika tidak ada kecemasan yang tinggi dan berlebihan. Sindrom ini banyak dirasakan oleh masyarakat ketika kasus Covid-19 menyebar dengan begitu cepat; dan menimbulkan jutaan korban, serta jutaan kematian di seluruh dunia. 

Ketika merasakan suatu gejala, orang akan cenderung panik karena merasa bahwa gejala yang ada padanya sesuai dengan gejala infeksi yang mereka baca di internet dan sosial media. Demikian pula banyaknya informasi yang tidak benar, berita hoax yang beredar di medsos, juga dapat memperburuk keadaan orang-orang dengan sindrom cyberchondria ini, karena bisa saja orang tersebut mempercaya informasi yang tidak benar tersebut.

Infodemik dan Covid-19

Menurut WHO, infodemik adalah sejumlah informasi yang berlebihan tentang suatu masalah, sehingga massifnya informasi menjadi sulit untuk diidentifikasi kebenarannya. Infodemik menyebarkan informasi yang tidak benar, disinformasi dan rumor, khususnya yang berkaitan dengan wabah pandemi Covid-19.

Direktur Jenderal WHO menyatakan bahwa infodemik merupakan fenomena yang sebarannya sama bahayanya daripada bahaya wabah Covid-19 itu sendiri. Infodemik ini telah mendapat perhatian penting mengingat berita palsu yang menyebar lebih cepat dan lebih mudah ketimbang virus Covid-19. Infodemik juga dapat menghambat respon kesehatan masyarakat dan menciptakan kebingungan dan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat.

Di Indonesia banyak sekali berbagai infodemik yang perlu diwaspadai. Mulai dari isu konspirasi, virus Covid-19 merupakan hasil rekayasa, hingga klim obat virus yang ampuh tapi yang belum melalui uji klinik, Covid-19 bukan karena oleh virus; tapi oleh bakteri, dan berbagai info menyesatkan lainnya. 

Kementerian Komunikasi dan Informatika baru-baru ini mencatat, tercatat ribuan informasi hoaks yang beredar melalui media sosial, ataupun pada situs internet. Informasi yang tidak benar dan bersifat disinformasi ini telah membawa dampak negatif dan meresahkan pada upaya-upaya pencegahan penyebaran virus yang menyebabkan Covid-19.

Baca Juga  Kamu Gak Akan Pernah Selesai Untuk Di Pelajari!

Akibat infodemik muncul berbagai kepanikan, termasuk  menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat. Infodemik juga menimbulkan dampak yang kurang lebih sama dengan cyberchondria, ketika seseorang mengalami kecemasan berlebihan. Kecemasan dan kehawatiran yang berlebihan ini dapat meningkatkan hormon adrenalin yang memicu gejala sesak napas, denyut nadi terasa kuat, atau jantung berdegup kencang. Gejala ini dapat menimbulkan gangguan psikosomatik dan dapat menurunkan daya tahan tubuh serta dapat mempengaruhi kesehatan dan sistem kekebalan seseorang.

Bagaimana Cara Menghindari Sindrom Cyberchondria dan Infodemik terkait Virus Covid-19 ini?

Ada beberapa langkah yang perlu kita cermati terkait sindrom cyberchondria

Pertama, jangan mudah percaya pada video, poster, tulisan atau info apapun yang tidak jelas sumbernya, tentang wabah Covid-19. Banyak narasi ataupun infografis yng beredar tanpa mencantumkan sumber resmi. Perlu kita pastikan bahwa sumber informasinya terverifikasi. 

Kedua, tabayyun, artinya mencari informasi pembanding dan jangan mudah meneruskan informasi yang kita dapatkan di medsos ataupun internet yang belum terkonfirmasi kebenarannya. 

Ketiga, konsultasikan dengan para ahli dan buka situs resmi pemerintah pusat melalui situs  covid19.go.id atau situs resmi Pemda setempat tentang Siaga Covid-19. 

Dalam menghadapi semakin merebaknya berbagai info mengenai wabah virus SAR-COV-2 ini, marilah kita untuk tetap konsisten dalam mentaati protokol Kesehatan guna menghindari penularan virus Covid-19 baik pada diri sendiri; ataupun pada orang lain; terus meningkatkan imunitas tubuh kita dengan berpikir positif, serta mendukung pemerintah dalam mempercepat program vaksinasi massal untuk mencapai herd immunity, sehingga wabah virus ini bisa segera diatasi.

Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua, dan semoga wabah Covid-19 ini segera berlalu.

Bagikan
Post a Comment