f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pelajaran

Para Pengajar dan Jejak yang Ditinggalkannya

Satu lagi berita duka kubaca di story Whatsapp seorang teman hari ini. Seorang dosen kampus tempatku mendapatkan gelar sarjana hari ini meninggal. Ah, saya memang bukan termasuk orang suka menyimpan banyak nomor kontak sehingga berita tentang hal-hal di luar lingkaran pekerjaan dan keluarga biasanya saya dapatkan dari orang lain.

Mengenang sosok Bu Endang, dalam rekaman memori saya, Bu dosen yang satu ini terkenal sangat disiplin, tak mengenal ampun tentang segala hal yang terkait dengan ketepatan. Mulai dari ketepatan jam kuliah, ketepatan waktu pengumpulan tugas, sampai dengan ketepatan melafalkan kata demi kata. Yang terakhir itu memang menjadi keharusan karena mata kuliah yang diampunya adalah Pronounciation Practice, di mana segala yang terkait dengan pelafalan menjadi pembahasan utama.

Dosen Dispiin dan Killer

Bu Endang, seorang dosen yang menjadi panutan saya tentang pentingnya disiplin ketat untuk segala hal. Satu penundaan akan berefek pada penundaan-penundaan yang lain dan lebih parah lagi bisa menyebabkan gagalnya sebuah proses. Saya ingat betul begaimana beliau memberikan nilai pengumpulan tugas tak hanya berdasarkan isi tetapi juga berdasarkan jarak waktu pengumpulan dengan deadline yang disepakati, bahkan sampai ke hitungan menitnya. Niat banget gojlokan disiplinnya. Huft, benar-benar harus berpacu dengan kualitas materi dan waktu.

Tapi nyatanya, mengikuti ritme keteraturan beliau menjadi semacam pelatihan kedisiplinan untuk para mahasiswanya, termasuk saya. Pada saat itu, ketegasan dari Bu Endang menjadikannya salah satu dosen killer di progdi Bahasa Inggris. Tetapi itu jelas menjadikan mahasiswa yang mengikuti kelasnya memiliki kecakapan dan kedisiplinan yang teruji. Sadar ataupun tidak, keterpaksaan yang semula berasal dari takut mendapatkan nilai jelek dan rasa pekewuh menjadi semacam kebiasaan yang tanpa sengaja telah membentuk kedisiplinan kami.

Baca Juga  Ingat! Tugas Guru Bukan Semata-mata Mengajar

Ya, gimana gak pekewuh jika seetiap kali mengajar, beliau tidak pernah terlambat. Semisal ada keterlambatan atau penundaan jam, pasti ada pemberitahuan sebelumnya, tak pernah dadakan. Begitu pula dengan penugasan, entah itu tertulis atau lisan ( Beliau sering memberikan tugas untuk kami merekam suara saat melafalkan kata demi kata ), selalu ada pemberitahuan jauh hari sebelum deadline. Dan parahnya, beliau juga sangat menguasai materi dan mampu menjelaskan dengan sangat baik. Selalu tertata dengan teratur, terencana, dan benar-benar tak ada celah untuk kami mendebat hukuman yang kami terima saat ada pelanggaran yang kami lakukan.

*

Kegiatan belajar mengajar di sekolah ataupun di kampus idealnya tak melulu tentang berbagai macam disiplin ilmu yang harus dipelajari, tetapi juga proses belajar all about life skills dan pelajaran hidup. Para pembelajar menyerap berbagai contoh yang diberikan secara nyata dari para pengajarnya. Hal tersebut menuntut segala jenis teladan baik dari sosok pengajar terkait dengan kemampuan akademis, soft skills dan etika. Pembelajar tak hanya merekam materi pembelajaran, tetapi juga merekam bagaimana pengajarnya mendeliver pengetahuan, stage act di depan kelas, serta bagaimana pengajarnya bersikap dan bertutur kata.

Secara tidak sadar, kita mengadopsi cara mengajar para pengajar kita terdahulu untuk kita terapkan di pembelajar kita saat ini. Saya sendiri, menggunakan teknik disiplin dari Bu Endang untuk saya terapkan di anak-anak saya sendiri ataupun di anak-anak les. Ada reward tersendiri bagi mereka yang menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu. Tak lupa juga punishment untuk mereka yang tidak tepat waktu. Sederhana, tetapi sangat berguna untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang pentingnya menghargai ketepatan.

Baca Juga  Kartini dan Korona

Beberapa contoh baik dari para pengajar, tanpa sadar telah kita rekam sejak awal kita memulai masa pembelajaran. Saya yakin banyak dari kita memiliki guru-guru favorit di setiap jenjang pendidikan. Ada yang mengidolakan guru tersebut karena kepintarannya, kesabarannya, cara menjelaskan materi sehingga mudah dipahami, dan cara berinteraksinya dengan siswa sehingga membuatnya menjadi tempat curhatan para siswa. Eh, tapi pasti ada dong yang mengidolakan guru karena looknya yang cakep, hayo ngaku.. Ha ha.

*

Maka tak mudah sebenarnya untuk bisa menjadi seorang pengajar yang memiliki tempat di hati para pembelajarnya. Perlu bekal yang memadai dan matang untuk bisa berdiri tegak di depan kelas. Tak cukup hanya dengan memiliki kepintaran, tapi juga harus memiliki pengetahuan yang kompleks terkait materi yang diampunya, sehingga mampu menjelaskan materi di depan kelas dengan menarik dan attractive . Seorang pengajar juga harus memiliki attitude dan etika yang baik untuk bisa dihargai, didengar dan diindahkan oleh para pembelajarnya.

Terkesan klise, tetapi memang seperti itulah kenyataannya. Pepatah yang mengatakan ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’ bukanlah tanpa alasan, karena pergerakan apapun yang diperlihatkan oleh pengajar biasanya akan melekat di benak para pembelajar, mungkin akan ditiru, mungkin juga akan menjadi boomerang yang sewaktu-waktu bisa menyerang balik si pengajar.

Saya jadi teringat masa SMA dulu. Pernah ada seorang guru yang cukup famous karena teknik mengajarnya selalu mampu membuat kami mengantuk berjamaah, apalagi mata pelajaran yang diampunya adalah sejarah. Fix, sebuah paket komplit yang membuat kami memutuskan untuk menyatakan boring saat beliau mengajar.

Setiap kali mengajar, bapak pengenang masa lalu ini selalu membawa buku paket yang otomatis setiap siswa juga memilikinya. Kemudian dimintanyalah kami membuka halaman yang menjadi materi pembahasan hari itu. Eh, bukan pembahasan ding, tapi pembacaan. Lho?

Baca Juga  Mengaplikasikan Kepraktisan yang Kita Sukai

Teknik mengajar beliau adalah membacakan materi sama persis seperti yang tertulis di dalam buku tanpa tambahan penjelasan apapun, selama 2x 45 menit jam pelajaran. Ketika membaca, tak sedikitpun beliau mengecek para siswanya, apakah mendengarkannya atau tidak. Jadi bisa dipastikan sangat menguntungkan mereka yang hobi tidur saat jam pelajaran. Setelah selesai membaca beliau selalu bertanya adakah yang mau kami tanyakan. Jika tidak ada yang bertanya, pelajaran selesai. Sesimple itu.

*

Tak ada hal menarik yang bisa membuat kami menunggu kedatangan beliau di kelas. Tak ada hal yang membuat kami melekatkan memori tentang keberadaan beliau di sekolah (eh, tapi saya mengingat beliau sekarang, he he ). Sebagian besar dari kami akhirnya tidak terlalu suka pelajaran sejarah dan sepakat hanya ada satu kata tentang sejarah yaitu ‘membosankan’. Parahnya, ketika mendengar berita beliau menjadi kepala sekolah sebuah SMA favorit, kami hanya bisa melongo, kok bisa?

Haha, ternyata baik atau buruk sepak terjang kita tetap menjadi rekam jejak orang-orang di sekeliling kita. Saya jadi penasaran, apa saja yang diingat para siswa tentang saya ya?

Bagikan
Post a Comment