f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
buku

Lelaki yang Tak Bisa Makan Sate

Seorang laki-laki, sebut saja Fulan, mendatangi tetangganya yang penjual kambing panggang (baca: sate). Maksud kedatangannya adalah ingin membeli beberapa tusuk sate untuk dikonsumsi bersama anggota keluarganya.

Namun, ketika hendak memakannya, ada seorang yang terlihat miskin lewat depan rumah Fulan, sebut saja Ahmad. Fulan memandang bahwa Ahmad agaknya membutuhkan makanan. Karenanya, Fulan mengajak Ahmad masuk ke rumah agar bisa ikut bersama menyantap sate.

Ahmad bersiap untuk memakan. Ia mengambil satu suapan dan memasukkan ke dalam mulutnya. Namun, ternyata Ahmad tak kuasa menelan walau hanya satu suapan itu. Ia lantas memuntahkannya.

“Maaf, saya tidak bisa makan. Ada hal yang menghalangiku,” kata Ahmad menjelaskan.

Fulan juga tetap pada mengajak Ahmad ikut makan. Bahkan, Fulan menegaskan, ia tak akan makan manakala Ahmad tidak ikut. Ahmad tetap tidak berkenan. Ia beralasan, dirinya sudah terbiasa hidup sebagai orang fakir dan terbiasa tidak makan.

“Kalau kalian, ya, terserah kalian,” kata Ahmad mempersilakan Fulan tetap makan.

Setelah berkata demikian, Ahmad pergi. Dan benar, Fulan sekeluarga tidak mau lagi memakan sate itu.

***

Merasa ada yang aneh dengan sikap Ahmad yang tak mau menyantap sate, ada tanya besar dalam benaknya. Fulan berusaha keras mencari jawaban. Akhirnya ia memutuskan bertanya langsung kepada penjual satenya tentang asal usul daging sate yang ia panggang. Keputusan ini juga ia utarakan kepada anggota keluarganya.

“Setelah kita mengetahuinya, siapa tahu, Ahmad berkenan mengutarakan alasan mengapa ia tak mau dan tak bisa makan sate itu,” kata Ahmad kepada anggota keluarganya.

Kepada penjual sate, Fulan bertanya, “Coba jelaskan kepada kami asal usul daging kambing yang Anda panggang dan saya beli tadi itu?”.

“Daging itu sebenarnya adalah bangkai. Saya tetap menjualnya karena butuh duit,” kata penjual sate.

Baca Juga  Perjalananku Meraih Pendidikan Tinggi (2)

Setelah mengetahui asal usul sate yang ia beli, Fulan pun tak mau memakannya lagi. Sate itu akhirnya diberikan kepada anjhing di sekitar rumahnya.

Beberapa hari setelah itu, Fulan bertemu lagi dengan Ahmad lagi. Pada pertemuan kala itu, Fulan bertanya apa yang dirasakan Ahmad ketika makan sate yang kemudian dimuntahkannya itu.

Ahmad menyebutkan, sudah lama sekali bahkan bertahun-tahun, dirinya tak pernah tamak terhadap makanan apapun. Namun, saat Fulan memanggil dan menawarinya makan tempo hari itu, Ahmad tiba-tiba ingin dan akhirnya memenuhi ajakan itu.

***

“Di saat aku menelan sate kemaren itu, tiba-tiba aku mengetahui ada yang tidak beres dengan daging yang di dalam mulutku. Oleh karenanya, aku memuntahkannya dan tak jadi memakannya,” kata Ahmad memberi alasan.

Kisah ini penulis baca dari kitab an-Nawadir. Lewat kisah ini, selain tentang makanan halal kisah di atas juga mengajarkan kita untuk selalu berbagi kepada sesama yang membutuhkan.

Allah Swt berfirman:

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

“Dan makanlah dari apa yang diberikan Allah kepada kamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (QS. al-Ma’idah [5]: 88)

Fakhruddin ar-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menyebut, salah satu inti ayat di atas, adalah perintah untuk hanya memakan sebagian saja dari apa yang kita miliki. Sebagian yang lain hendaknya disedekahkan kepada mereka yang membutuhkan. Ini terbaca dari kata mimma (مِمَّا) pada ayat di atas, yang bermakna “sebagian”. 

Menolong orang lain adalah ibadah yang besar pahalanya, terlebih dalam kondisi pandemi sekarang ini, di mana (hampir) semua orang merasa kesulitan dalam hal ekonomi. Jangankan untuk membayar biaya pendidikan, bisa memenuhi urusan perut saja sudah Alhamdulillah.

***

Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, Nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa siapa yang berkenan melapangkan kesusahan sesama orang mukmin, maka Allah akan melapangkannya dari salah satu kesusahan di akhirat. Juga, siapa yang meringankan penderitaan seseorang, Allah akan meringankan penderitaannya di dunia dan akhirat.

Baca Juga  Lebih Dekat dengan Masyarakat Pesisir

Tak hanya itu, siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)-nya di dunia dan akhirat. Terakhir, Nabi menyatakan bahwa Allah akan menolong seorang hamba selama hamba itu mau menolong saudaranya.

Dari penjelasan di atas, terbaca jelas bahwa dalam hidup berlaku suatu sistem timbal balik. Apapun yang kita persembahkan kepda orang lain suatu saat, entah bagaimanapun caranya, akan kembali kepada kita. Entah itu kebaikan atau keburukan. Kita yang saat ini berada di atas dan hidup serba berkecukupan, hendaknya tak lupa dengan mereka yang membutuhkan. Soalnya, tak ada jaminan hidup kita akan bahagia terus. Tak menutup kemungkinan, satu ketika kita akan berada pada titik terendah dan membutuhkan uluran tangan orang lian. Bukankah kehidupan itu berputar?

Bagikan
Post a Comment