f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
ibu toleransi

Ibu Toleransi

Sebagai permulaan, saya akan sedikit menceritakan bagaimana saya mengenal toleransi. Saya lahir dari buah keragaman. Dari rahim peradaban seorang perempuan hebat, dengan 4 saudari dan 1 saudara, lalu saya sebagai prajurit ke-empatnya. Sedari kecil ibu selalu mengajarkan bahwa setiap harinya hidup tidak pernah menjadi hal yang sama, karena porsi ibadah kita kepada Allah Swt.

Sudah bisa dibayangkan bagaimana ramainya keragaman dari delapan kepala manusia yang hidup satu atap itu. Dulu waktu saya masih sekecil biji jagung, setiap hari pagi-pagi sekali ibu sudah membangunkan kakak pertama kedua dan ketiga untuk beribadah; kemudian bergegas menyiapkan keperluan sekolah secara mandiri, bagaimana pun juga mereka sudah berumur 10 tahun lebih. Dalam Islam, umur 10 tahun sudah harus pintar mengimplementasikan peran sebagai sosok yang bisa memahami lembaga hidupnya, termasuk dalam menerima perbedaan.

Sedang saya beserta kedua adik saya pun sama, berdoa, pergi merapikan tempat tidur, mandi, dan makan. Tak ayal, pada beberapa kesempatan di rumah, hampir berupa demo, saling teriak, menuntut hak masing-masing, adu argumen, hingga pernyataan sikap tidak mau mengalah; apalagi kalau urusan uang saku.

Hikmahnya perbedaan bisa didapat dari keributan kala itu, karena mana bisa ibu dari hari ke hari semakin memahami kami yang amat beragamnya tanpa belajar dari kerikil-kerikil kecilnya. Sedang ibu masih sama, dengan sabarnya mempertahankan kerukunan; mulai dari perhitungan uang saku yang sesuai, porsi tugas rumah yang seimbang, dan beberapa api kerukunan lainnya. Ibu memang bukan perempuan lulusan perguruan tinggi ternama, menyandang gelar sepanjang rel kereta, atau bahkan tokoh tersohor seperti selebgram, tapi ibu amat cantik dengan toleransi yang ia ajarkan.

***

Dari kedelapan kepala yang setiap hari ibu temui, saya melihat bentuk pengabdian dan pengajaran kasih sayang seorang perempuan yang tidak bisa dibayar dengan apapun, bahkan dari Elon Musk sekalipun. Ibu tidak pernah berhenti mendengarkan pendapat kami, ibu tidak pernah berhenti mengapresiasi kemampuan kami, ibu juga tidak pernah berhenti mencintai perbedaan kami. Sehingga, enam manusia yang dilahirkannya tumbuh dengan nilai toleransi dasar, namun cukup kuat untuk menjadi pondasi lembaga hidupnya masing-masing.

Baca Juga  Salahkah Menjadi Perempuan Mandiri?

Di usia sekarang ini, Saya baru betul-betul mengerti mengapa ibu melakukan pengajaran yang demikian. Karena sebenarnya, manusia tidak butuh cukup banyak kata-kata motivasi, melainkan langsung pada upaya implementasi. Beberapa praktik pendidikan toleransi yang saya dapatkan di antaranya sebagai berikut :

Pertama, mendengarkan.

Mendengarkan menjadi satu dari sekian banyak kemampuan dasar yang penting bagi manusia. Hal tersebut didasarkan pada pemahaman bahwa tidak setiap manusia bisa saling mengerti. Saya belajar dari ibu, ketika setiap dari kami terjadi ‘pertikaian;, terjadi pertinjuan kecil, saling kejar-kejar, kemudian menangis. Ibu tak cukup lama untuk memarahi kami. Satu yang selalu ibu lakukan ketika keributan itu terjadi, yakni bertanya. Ada apa? Mengapa? Bagaimana? Kemudian ibu mendengarkan ratusan ocehan kakak atau saya atau bahkan adik.

Dari sikap ibu itulah nilai-nilai toleransi dapat dipelajari. Karena Ibu tidak menghakimi perbedaan kami, namun ibu menghakimi perasaan dan perlakuan kami satu dengan yang lain. “Hidup dengan banyak orang tidak lantas menjadikan kita berperangai menunjukkan ketidak sukaan terhadap yang lain. Kamu memang seorang adik bagi kakakmu, tapi bukan berarti Kamu bisa berperilaku demikian,” pesan ibu kepada kami tiap kami terlibat keributan.

***

Bagi sebagian orang, mendengarkan satu sama lain memang terlihat seperti usaha kecil yang tidak ada apa-apanya dari toleransi. Tapi penanaman kesadaran, pemahaman, dan penerimaan menjadi hasil besar dari mendengarkan. Sejauh ini, cukup banyak manusia yang tidak bisa menerima perbedaan karena tidak saling mendengarkan. Sehingga patutlah bersyukur orang-orang yang memiliki kemampuan mendengarkan yang baik. Bukankah hidup akan jauh lebih indah setelah itu?

Bahkan, dari upaya mendengarkan tersebut, bisa membuka pintu-pintu keterbukaan dan kelegaan lain, apalagi dalam hal bercerita tanpa diminta. Karena itulah perbedaan dicipta, untuk menjadikan manusia cantik dengan perangainya.

Baca Juga  Dari Taaruf Transaksional ke Taaruf Fungsional
Kedua, berkata atau berbicara.

“Mulutmu harimaumu.” Sebuah pepatah kuno yang mantranya hidup sampai manusia kembali pada Tuhannya. Setiap manusia tahu, bahwa kebebasan berbicara adalah milik siapa saja. Tapi tidak setiap manusia paham, bahwa berbicara yang baik adalah kewajiban siapa saja. Tanpa penghinaan, makian, hingga kutukan. Secara tidak langsung, ketika kami sedang marah satu sama lain, memperdebatkan pilihan yang berbeda, Ibu meredamkan kami dengan tutur kata yang cantik, membuat kami jatuh cinta berulang kali. Salah satunya, “Tidak ada hati yang suci tanpa adanya perbedaan.” Hingga akhirnya, kami yang sebelumnya adu argumen panjang lebar tentang pilihan masing-masing, sedikit demi sedikit luluh dengan tutur kata ibu.

Dari situlah saya mulai memahami, bahwa ketika kita mendapati perbedaan yang betul-betul jauh dari keinginan hati kita, tidak sepantasnya kita menghabisi pilihan orang lain dengan penghinaan; karena mereka yang tidak menjaga kehati-hatiannya terdapat sesuatu yang salah dengan hatinya.

Ketiga, terimalah.

“The power of gapapa (enggak apa-apa).” Ada apa dengan gapapa? Sesuai dengan perkataan Ibu kala itu, bahwa, “Tidak ada hati yang suci tanpa adanya perbedaan.” Bahkan dalam diri kita sekalipun, yang terkadang tidak bisa menerima kekurangan diri, entah itu kemampuan kita, bentuk fisik kita, hingga pencapaian kita. Setiap manusia cemerlang dengan kekurangannya masing-masing, alangkah baiknya (jika) kita toleransi secara keseluruhan diri kita. Terimalah, its okay to be different. Allah sendiri yang menciptakan, maka dari itu, pasti ada hikmah besar di balik semuanya. Memang sulit, tapi bagaimana kita bisa menerima perbedaan orang lain bila kita tidak bisa menerima perbedaan diri kita.

Dari keenam anak ibu, dengan 5 perempuan dan 1 laki-laki, kekurangan masing-masing dari kami, bentuk kelemahan apa pun itu; hari ini dengan bangganya bisa kami tunjukkan sebagai satu dari sekian bentuk cinta Allah bagi kami; kami menerimanya, kami mencintai hal itu. Tidak ada yang salah dengan perbedaan, bahkan sebenarnya kita tidak bisa apa-apa tanpa perbedaan.

Baca Juga  Menyusupi Kubangan Perbedaan Menuju Kemaslahatan Pernikahan

Dari ibu, saya belajar bahwa ternyata, “Manusia memiliki dua cara untuk memahami kenyataan dalam menjalani hidup, yaitu menerima kenyataan berdasarkan kesepakatan dan menerima kenyataan berdasarkan pengalaman. Serta jangan mau hidup di atas mereka yang tidak mengerti kebenaran.”

***

Bahwa hidup tidak akan pernah indah tanpa adanya perbedaan di dalamnya. Namun hidup akan sangat kejam bila kita tidak pandai menerima perbedaan. Karena kita hebat dengan segala kerapuhan, dan kita cantik dengan segala perbedaan.

Tulisan ini  saya persembahkan kepada Ibu Toleransi saya, yang lembaga hidupnya telah mengajarkan kebaikan tiada ujungnya. Yang menceritakan bahwa perempuan bisa menjadi hebat dengan cinta dan kasih sayang. Ibu, nanti kita akan bertemu kembali, dengan tangan kaku yang kita hangatkan sendiri, meski kita tidak pandai menciptakan hangat seperti Ibu. Terimakasih telah menjadi cinta dengan wujud apapun itu, yang mengerti bagaimana menina bobokan segala hal rumpang dan berantakan. Terkasih sepanjang masa.

Bagikan
Comments
  • Aaaa bacanya terharuu bagus banget tulisannya mbaa

    April 14, 2022
  • Tajkiatu Zahra

    Katanya² menusuk di hati. Pengen nangis bacanya

    April 14, 2022
  • Ifah

    Tulisan yang maniss ❤️

    April 14, 2022
  • Risam

    Salah satu konteksnya menjunjung nilai indahnya perbedaan nich yaa uhuyy. Entah mengapa ada beberapa orang mempermasalahkan perbedaan huhu

    April 15, 2022
  • Tutur kata yang renyah, namun selalu memberikan kedalaman makna, dan semoga itu selalu di pertahankan oleh si penulis yang nomaden.

    April 15, 2022
  • justread

    Bagus banget. Mesti dibaca buat calon ibu!

    April 16, 2022
Post a Comment