f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pendakwah

Fenomena Pendakwah, Antara Kepentingan Dakwah dan Publik

Pernyataan viral dari salah satu ustazah kondang tanah air yang diduga membolehkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan sebuah fenomena sosial. Fenomena yang jika dilihat dalam perspektif lebih luas adalah sebuah kompetisi antara ruang dakwah dengan ruang publik. Masyarakat memang sudah seharusnya diberikan pilihan ustaz-ustazah sesuai selera komunitas.

Kehadiran ustaz-ustazahtainment akhir-akhir ini cukup menggejala terutama di kalangan muslim Indonesia. Berawal dari proses menjadikan public figure yang terkenal di media lalu bertransformasi menjadi pendakwah; meskipun kadang-kadang terlahir dari ajang menata kalimat dibalut dengan pengetahuan agama yang belum teruji. Hingga keluar pernyataan seorang ustazah yang mengesankan “aib” menyebarkan KDRT dalam sebuah rumah tangga.

Sebagian masyarakat menyebutkan figur tersebut lebih tepat sebagai murid yang sedang mengalami transformasi menjadi ustazah. Namun, biarlah kabar tersebut kita serahkan kepada ahlinya yang memiliki kompetensi sekaligus kewenangan. Saya hanya melihat dari aspek lain dan tidak kepengen menambah keriuh-rendahan pembicaraan terkait tokoh tersebut.

Disadari maupun tidak kita telah melewati fase pintu unjuk keunikan diri melalui platform media yang serba cepat. Di luar sana, kita dapat melihat jatuh bangunnya seseorang berupaya mendapatkan aktualisasi di tengah masyarakat yang majemuk. Jika dahulu untuk menjadi terkenal seseorang mesti pergi ke Jakarta yang serba ada, namun saat ini dari bilik kamar di pelosok desa pun mereka bebas berekspresi dan mendadak banyak orang mengenalnya

Dalam sebuah artikel, ustazah memulai debut keartisannya sejak tahun 2009 hingga masyarakat mengenalnya sebagai penceramah agama tahun 2014. Di sela-sela kesibukannya tokoh tersebut sempat menyelesaikan program doktoralnya di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dan, kini memimpin Yayasan Maskanul Huffadz yang memiliki jangkauan dakwah tidak hanya di Indonesia, melainkan MalaysiaSingapura, hingga Brunei Darussalam.   

Baca Juga  Peluang Dakwah Digital di Era New Normal

Situs jejaring sosial mulai familiar tahun 1997. Awal karir keartisan ustazah cukup terbantu oleh fasilitas media sosial yang mendorongnya untuk cepat dikenal masyarakat secara luas. Upaya-upaya yang keras hingga menyelesaikan kasta sekolah tertinggi pun tidak bisa dilihat sebelah mata. Untuk mencapai ketenaran seperti saat ini tentu tidak dengan ujug-ujug.

Segala aktifitas yang dilakukannya disorot publik sejak awal kemunculan. Ia masuk ke sendi kehidupan jamaah sembari menyerap informasi yang terjadi di masyarakat. Ibu-ibu yang mendominasi jamaah tersebar ke seantero negeri memudahkan sang ustazah masuk di ruang publik mereka.

Ustazah sukses dalam karir dan keluarga. Sambil memberikan dakwah yang mengharuskan keluar rumah, dia juga tetap mengurus suami dengan beberapa putra-putrinya. Sebagai public figure dengan setumpuk kesibukan, sangat berpeluang sang ustazah melakukan KDRT kepada suami dan anak-anaknya, meskipun hingga saat ini masih dalam kondisi baik-baik saja.

Kondisi-kondisi di atas, sangat mungkin mempengaruhi sekaligus membentuk pemikirannya untuk terciptanya keluarga yang harmonis. Sebagai Doktor di bidangnya, ia tentu melihat ceruk keadilan yang belum berpihak kepada kekerasan perempuan. Maka, menjaga kehormatan suami serta keutuhan rumah tangga menjadi prioritas utama.

Bukan dalam arti saya sepakat dengan pernyataan sang ustazah terkait isu “pelegalan” KDRT, namun penganggapan membuka KDRT sebagai aib keluarga patut kita cermati. Secara pribadi, saya sangat setuju praktik-praktik KDRT harus musnah dari kehidupan keluarga-keluarga di negeri ini. Alih-alih kita melenyapkannya tanpa melihat aspek-aspek lainnya.

Bukankah menutup aib keluarga, istri menghormati suami, istri yang berkarier di luar rumah, adalah bentuk pengamalan pilar-pilar ajaran agama? Sang Ustazah lebih memilih mengangtisipasi terjadinya kekerasan ketimbang melaporkan kekerasan yang telah terjadi. Dan, semuanya terpulang pada penyerapan serta pangejawantahan keluarga jamaah yang dinaunginya.

Baca Juga  Aglonema Harus Belajar Dari Anthurium !

Dikotomi ruang dakwah dan ruang publik tidak seharusnya dipertentangkan apalagi dikompetisikan, karena keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan. Untuk dakwah kita perlu ilmu, dan nilai-nilai agama tersebut kehakikiannya wajib tersampaikan ke umat, maka itu diperlukan jamaah. Dari ruang publik, kita mendapat banyak pelajaran kehidupan yang harus diselaraskan dengan pranata kehidupan yang diugemi.

Termasuk memahami kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya yang berlangsung merupakan bagian dari pemahaman ruang publik. Bagian terkecil dari sistem ini adalah keluarga, karena dari sanalah aura akan terpancar positif di tataran yang lebih luas. Sekali lagi, ini hanyalah perspektif kecil dari seseorang yang mengharapkan kita fokus pada hal-hal besar yang sedang dibutuhkan oleh bangsa dan negara.

Bagikan
Post a Comment