f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
Cut Nyak Muetia

Cut Nyak Muetia, Srikandi Nusantara dari Aceh Utara

Cut Nyak Meutia adalah salah satu pahlawan Aceh yang turut mengobarkan semangat melawan penjajah. Mari kita sedikit mengulik sejarah tentang berkecamuknya perang dan perlawanan di Aceh. Pada bulan Maret 1893, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Johan Hormen Rudolf Kohler telah mendarat di Pante Ceureumen. Saat itulah perang Aceh pecah. Perang berkecamuk di antara pasukan muslimin dan pasukan Belanda. Para penjajah ini akhirnya berhasil menduduki Masjid Raya Baiturrahman.

Pada 14 April 1893, Kohler tewas di tengah kemelutnya perang di tanah Aceh. Masjid Raya ini juga sempat dibakar oleh penjajah Belanda yang semakin membuat rakyat Aceh berkobar semangatnya untuk melawan.

Peperangan masih terus berlanjut. Pimpinan Belanda di bawah Jenderal Jan Van Swieten terus menyerang dan menguasai Aceh. Mereka dapat menduduki keraton Kesultanan Aceh dan merasa jumawa sebab telah memenangkan peperangan.  Belanda lalu mendeklarasikan ke Batavia bahwa mereka telah berhasil menduduki wilayah Aceh. Namun, rakyat aceh tak kenal lelah melawan penjajah. Semuanya siap bertempur untuk perang fii sabilillah ini.

***

Cut Nyak Meutia adalah salah satu tokoh perempuan yang muncul di tengah peperangan yang sedang berkecamuk. Beliau sangat gencar melakukan perlawanan dan anti terhadap penjajahan. Cut Meutia sangat lihai dalam memainkan pedang dan menyusun strategi perang.

Dara Meutia Uning, cicit dari Cut Meutia mengatakan, “Dia (Cut Meutia) punya idealisme. Mengejar keinginan apa yang menjadi cita-citanya yaitu bangsanya harus merdeka. Dalam hal ini pada saat itu adalah bangsa Aceh. Mereka harus merdeka, tidak boleh terjajah.”  Itulah tekad Cut Meutia yang terekam dalam sejarah.

Cut Nyak Meutia lahir pada tanggal 15 Februari 1870 di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara. Beliau lahir 3 tahun sebelum perang Aceh berkecamuk. Sang ayah, Teuku Ben Daud terkenal sebagai pemimpin yang bijaksana. Ia sangat gigih mengajarkan perlawanan untuk menentang penjajahan Belanda. Cut Meutia telah memupuk semangat anti penjajahan sejak kecil dari sini.

Baca Juga  Rasuna Said : Orator Perempuan dari Tanah Minang

Dengan ideologi yang tertanam kuat di dalam diri Cut Meutia, ia sangat anti terhadap penjajahan. Inilah yang membawanya memilih jalan hidup yang ia tempuh. Cut Meutia menikah dengan Teuku Syam Syarif pada tahun 1890. Suaminya ini adalah anak angkat dari Uleebalang Keureutoe Cut Nyak Asiyah. Namun karena alasan ideologinya, Cut Meutia memutuskan untuk bercerai dengan suaminya pada 1899.

Alasan perceraian ini karena Cut Meutia tak menyukai sikap suaminya yang enggan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Siapa saja yang menjalin kerjasama dengan Belanda, maka ia bukan kawannya. Prinsip inilah yang terus Cut Meutia pegang erat. Teuku Syam Syarif kemudian diangkat menjadi Uleebalang Keureutoe dan menandatangani perjanjian persahabatan dengan Belanda setelah perceraiannya. 

***

Cut Meutia akhirnya kembali lagi ke keluarganya dan bertekad untuk terlibat dalam peperangan melawan Belanda. Keinginan ini terwujud dengan menikahnya Cut Meutia dengan Teuku Cut Muhammad, yang tak lain adalah adik dari mantan suaminya dulu, Teuku Syam Syarif. Namun, kakak beradik ini memiliki perangai yang berkebalikan. Teuku Cut Muhammad sangat gencar membantu sultan untuk bergerilya melawan penjajah.

Bersama dengan suaminya, Cut Meutia menyusun taktik di medan perang. Bahkan keduanya menjadi momok yang menakutkan bagi pasukan Belanda. Taktik bergerilya yang telah tersusun rapi, berhasil menyerang Belanda dan menjadi teror yang menakutkan untuk mereka.

Karena ketakutan Belanda terhadap pasukan gerilya Teuku Cut Muhammad dan Cut Meutia, taktik licik telah mereka siapkan. Belanda mengancam ibu angkat Teuku Cut Muhammad, Cut Nyak Asiyah, yang akan diasingkan jika ia tidak berhenti melakukan perlawanan. Akhirnya Teuku Cut Muhammad pulang dan menjadi tawanan. Ia tidak bebas lagi bergerak. Namun, berkat penyamaran para pasukannya, Teuku Cut Muhammad tetap memperoleh informasi dan membantu pergerakan pasukan bawah tanah.

Baca Juga  Mangkunegara I, Pengentas Marginalisasi Perempuan Jawa
***

Pada 1905, saat pasukan Belanda istirahat di daerah Gampong Meurandeh Paya, pasukan muslimin menyerang mereka yang menewaskan banyak korban. Penyerangan ini menyebabkan 16 serdadu dan seorang komandan pasukan Belanda tewas. Teuku Cut Muhammad lah yang dituduh sebagai dalang di balik peristiwa ini. Ia kemudian dijatuhi hukuman mati.

Sebelum eksekusi , ia meminta izin Belanda untuk bertemu istrinya. Kepada Cut Meutia, Teuku Cut Muhammad menyampaikan 3 pesan utama. Pertama, lanjutkan perjuangan melawan Belanda. Kedua, pada anak-anaknya, tetaplah menanamkan kebencian kepada Belanda. Ketiga, Cut Meutia harus rela untuk menikah dengan Pang Nangroe. Pada 25 Maret 1905, Belanda mengeksekusi mati Teuku Cut Muhammad. Ia gugur sebagai pahlawan.

Perjuangan terus berlanjut. Cut Meutia terus mengingat pesan suaminya itu. Ia akhirnya menikah dengan Pang Nangroe yang tak lain adalah panglima perang pasukan muslimin. Bersama Pang Nangroe, semangat Cut Meutia melawan penjajah semakin berkobar. Dengan kekuatan penuh mereka menyusun kembali strategi perang.

Belanda kembali ketakutan menghadapi musuh. Mereka sampai membentuk pasukan khusus untuk melawan Pang Nangroe dan pasukannya. Serangan mendadak pasukan Belanda ke markas pasukan muslimin telah membuat suami ketiga Cut Meutia gugur di medan perang. Ia dimakamkan di Desa Gempong Meunasah Pantee, Kec. Lhoksukon, Aceh Utara bersama sahabatnya Pang Lateh.

***

Bersama dengan sisa pasukan, Cut Meutia bergerilya melawan pasukan Belanda. Pada tanggal 25 Oktober 1910 sejarah mencatat perlawanan yang begitu heroik dari seorang Cut Meutia. Pasukan Cut Meutia terkepung oleh musuh dan mereka mengancam untuk menyerahkan diri saja. Cut Meutia tak gentar dengan ancaman yang terlontar.

Saat musuh mengatakan, “Menyerahlah!” Semangat Cut Meutia justru memuncak. Ia melompat dan menghunuskan pedangnya mengenai 3 musuh. Saat pasukan Belanda kembali meneriakkan, “Menyerahlah!”, Cut Meutia kembali beraksi menebaskan pedangnya dan mengenai 3 musuh. Saat peringatan ketiga kembali terdengar, “Menyerahlah!”, saat itulah tembakan peluru mengenai kepala dan dadanya. Cut Meutia gugur di medan perang. Pasukan muslimin hening sejenak untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Cut Meutia. Jenazahnya lalu ditutup dengan tikar.

Baca Juga  Perempuan dan Nobel : Emmanuelle Charpentier (2)

Membaca sejarah perlawanan terhadap penjajah, telah membangkitkan kembali semangat juang kemerdekaan. Cut Meutia adalah contoh nyata bahwa perempuan juga punya peran dalam membangun peradaban dan meneriakkan semangat perjuangan. Semoga akan terlahir kembali Cut Meutia lainnya yang memiliki ideologi untuk terus memperjuangkan dan melanjutkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Seperti pesan Bung Karno, “Jasmerah! Jangan sekali-sekali melupakan sejarah”

Bagikan
Post a Comment