f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
kapan

Merdeka Belajar di Tengah Pandemi dan Kesenjangan Digital

Beberapa bulan yang lalu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim memaparkan tentang konsep merdeka belajar. Merdeka belajar yang dimaksud pak Menteri ialah bahwa unit Pendidikan, yaitu: sekolah, Guru dan siswa memiliki kebebasan. Kebebasan disini diartikan sebagai kebebasan untuk berinovasi, berkreasi dan belajar mandiri.

Dalam madzhab Pendidikan kritis dijelaskan bahwa sebagai manusia, siswa harus dipersepsi sebagai subyek yang merdeka dan berpotensi menjadi active being. Artinya dalam proses pembelajaran harus diterapkan pola hubungan horizontal dan egalitarian. Dimana guru dan siswa adalah sama-sama learner atau subyek yang belajar bersama.

Saat ini aktivitas belajar siswa tidak bisa dilaksanakan di dalam kelas seperti biasanya. Mengingat saat ini sedang dalam situasi pandemic covid-19, World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk menghentikan sementara kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa. Untuk itu pembelajaran konvensional yang mengumpulkan banyak siswa dalam satu ruangan perlu dihentikan sementara dan menggantinya dengan metode pembelajaran online.

Pembelajaran Online

Pembelajaran online menjadi alternatif bagi guru dan juga siswa untuk tetap melakukan proses belajar di tengah pandemi covid-19. Meskipun tidak tatap muka secara langsung, namun pembelajaran online akan sangat efektif bila dilakukan dengan konsep belajar yang kreatif dan inovatif. Selain itu pembelajaran online juga lebih fleksibel dan tidak begitu membebani siswa dalam belajar, karena siswa bebas menentukan tempat, suasana dan cara belajarnya sendiri.

Meskipun pembelajaran online bukan suatu hal yang baru tapi masih banyak guru dan siswa yang belum terbiasa dalam menggunakan model pembelajaran tersebut. Penguasaan teknologi mutlak diperlukan bagi guru atau siswa yang akan menerapkan pembelajaran online. Tanpa penguasaan teknologi, maka pembelajaran akan menjadi tidak efektif dan tidak maksimal.

Selain itu kreativitas dan inovasi guru sangat diperlukan dalam proses pembelajaran online. Mengingat masih banyak keluhan dari beberapa siswa bahwa proses pembelajaran online hanya sekedar pemberian tugas saja dari guru, tanpa ada proses pembelajaran yang menarik dan inovarif, sehingga proses pembelajaran menjadi tidak menyenangkan dan cenderung membosankan.

Baca Juga  “Menjual” Sekolah Agar Tidak Punah

Pembelajaran online juga menuntut siswa untuk memiliki motivasi belajar yang tinggi, karena pada proses pembelajaran online lebih banyak berfokus terhadap siswa. Siswa dituntut untuk lebih mandiri dalam belajar. Guru tidak bisa memaksa dan tidak bisa intens mengawasi dan memperhatikan siswa seperti saat berada di dalam kelas.

Selain itu, pembelajaran online juga membutuhkan peran orang tua. Dimana peran orang tua sangat dibutuhkan dalam mengawasi dan memonitoring perkembangan belajar siswa. Orang tua juga dapat membantu siswa dalam memahami pembelajaran yang diberikan oleh guru serta dapat memantau sejauh mana kompetensi dan kemampuan yang dimiliki siswa.

Kesenjangan Digital dan Disparitas Pendidikan

Dalam sebuah artikel yang pernah saya baca tentang kajian teknologi dan informatika, disebutkan bahwa ada tiga kesenjangan dalam dunia digital: kesenjangan akses, kesenjangan keterampilan dan kesenjangan hasil. Apabila para pemangku kebijakan tidak mampu memahami persoalan tersebut, maka akan sangat berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan nantinya, terutama sektor pendidikan.

Disparitas atau kesenjangan akses mungkin masih menjadi persoalan mendasar siswa dibeberapa daerah terpencil yang mini sinyaldan jaringan internet, terutama daerah Indonesia bagian timur, yang secara infrastruktur cukup memperihatinkan. Keterbatasan akses ini jelas akan menghambat dan menggaggu proses pembelajaran online guru dan siswa ditengah pandemi covid-19 ini.

Ditambah lagi data hasil survei portal diskon CupoNation Indonesia yang memaparkan bahwa tarif internet di Indonesia adalah yang paling mahal kedua setelah Kamboja, yaitu Rp. 14.895 hingga Rp. 43.500 per Mbps. Data ini diambil dari survei tarif internet per Mbps berdasarkan 13 internet provider terbesar di Asia Tenggara, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Filiphina, Indonesia dan Kamboja.

Hal ini jelas menimbulkan jurang disparitas akses jaringan dan pendidikan antara siswa yang ada di perkotaan, dengan infratruktur yang memadai dibandingkan dengan siswa yang berada di daerah terpencil dengan infrastruktur yang memperihatinkan. Ini akan sangat berdampak terhadap proses dan hasil belajar siswa. Jika hal ini dibiarkan begitu saja maka akan terjadi disparitas pendidikan yang sangat jauh antara siswa di kota dengan siswa di pedalaman.

Baca Juga  Pemuda Sebagai Solusi dalam Pencegahan Covid-19
Tantangan Pembelajaran Jarak Jauh

Selain itu juga, kerapkali kita masih mengalami disparitas atau kesenjangan keterampilan. Prof. Dr. Gerhad Fortwengel, salah satu guru besar universitas di Jerman yang konsen pada sains dan seni terapan, mengemukakan bahwa ada tantangan besar dalam model pembelajaran jarak jauh. Salah satunya ialah guru dan siswa belum terbiasa menggunakan sistem pembelajaran online. Sehingga muncul kesulitan dan kendala dalam proses pembelajaran jarak jauh.

Berdasarkan survei Kemenkominfo tahun 2018 dijelaskan bahwa kemampuan dasar mengenai internet sangat rendah. Dari 9.320 respondennya, terdapat 31,2% yang tidak menggunanakan internet karena tidak tau cara menggunakannya. Artinya masih banyak guru dan siswa yang belum terbiasa atau belum terampil menggunakan internet dalam proses pembelajaran.

Penerapan pembelajaran online tentunya membutuhkan keterampilan yang kompleks. Selain harus memiliki penguasaan dan keterampilan dasar teknologi, guru dituntut kreatif dan inovatif dalam menggunakan media pembelajaran yang berbentuk aplikasi atau software tertentu.

Keterampilan Guru Menggunakan Teknologi

Dalam sebuah survei Save The Children Indonesia menemukan bahwa 6 dari 10 guru merasa tidak terampil dalam menggunakan aplikasi daring. 8 dari 10 guru memberi tugas lewat SMS atau WhatsApp. Hanya 36% guru yang memakai aplikasi online Zoom, Skype dan Google Classroom untuk kegiatan pembelajaran. Masih banyak guru yang belum terampil dalam menggunakan aplikasi online untuk proses pembelajaran.

Ulasan diatas memberikan gambaran kepada kita semua bahwa para pendidik berada di posisi yang serba dilematis. Di satu sisi harus menerapkan model pembelajaran online guna mencegah dan memutus matarantai penyebaran covid-19 serta tetap melakukan proses pembelajaran ditengah pandemi ini. Sedangkan di sisi yang lain kesiapan infrastruktur dan keterampilan yang masih terbatas, sehingga proses pembelajaran berjalan tidak maksimal.

Baca Juga  Memetik Hikmah dari Sepenggal Kisah Perjuangan Kartini

Hal ini menjadi tugas besar pemerintah, para pelaku dan pegiat pendidikan guna meningkatkan kualitas Pendidikan Indonesia ke depaannya. Momentum covid-19 ini bisa dijadikan bahan evaluasi bagi pemerintah dan para praktisi pendidikan, sudah sejauh mana guru dan siswa mampu menggunakan dan memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran.  Karena ke depan kita akan dihadapkan pada era dimana teknologi menjadi elemen penting dalam berbagai sektor kehidupan, khususnya dunia pendidikan. (s)

Bagikan
Post a Comment