f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
fomo generasi Z

FOMO dan Generasi Z: Membangun Keterampilan melalui Media Sosial

Berdasarkan data BPS tahun 2020, generasi terbanyak yang ada di Indonesia adalah generasi Z yaitu sekitar 70,5 juta penduduk. Generasi Z lahir antara tahun 1997 hingga 2012, di mana teknologi dan internet sudah ada pada saat itu. Berdasarkan tahun lahirnya, sebagian besar generasi ini merupakan pelajar atau mahasiswa. Generasi ini adalah generasi yang paling melek akan internet, khususnya media sosial.

Dalam penggunaan sosial media, kini dikenal istilah baru yang dinamakan Fear of Missing Out atau disingkat FOMO. FOMO termasuk salah satu karakter yang ada pada generasi Z. FOMO merupakan suatu keadaan di mana seseorang selalu merasa takut ketinggalan. Maksud dari ketinggalan di sini adalah ketinggalan informasi, berita, maupun trend terkini. Generasi Z adalah generasi yang paling banyak menggunakan sosial media.

Generasi ini tidak bisa lepas dari sosial media dan akan merasa cemas apabila tidak membuka sosial media. Ini memang tidak bisa dihilangkan karena mereka memang memerlukan itu. Secara tidak langsung, generasi ini merupakan penduduk asli adanya internet dan media sosial. Dalam media sosial terdapat banyak konten yang menyajikan banyak informasi di berbagai bidang melalui foto maupun video. Media sosial merupakan wadah bagi para generasi ini untuk mengunggah konten-konten mereka, salah satunya  pencapaian yang mereka raih.

FOMO seringkali dianggap sebagai karakter yang kurang baik karena dapat mengganggu kesehatan mental seseorang. Beberapa orang yang tidak dapat mengendalikan FOMO dengan bijak, akan merasa berat dengan pencapaian-pencapaian yang diraih orang lain yang diunggah di sosial media. Jika dilihat dari dampak FOMO akibat tidak mau ketinggalan trend terkini di sosial media yang sedikit manfaatnya, memang demikian. FOMO akan berdampak negatif bagi generasi Z. Akan tetapi, FOMO dapat memberikan dampak yang positif bagi generasi Z apabila dilakukan dalam hal positif utamanya pada situasi yang dapat mendukung keterampilan abad ke-21.

Baca Juga  Menakar Gonjang-ganjing Ukraina; Dampaknya Terhadap Perempuan dan Anak

Keterampilan pada abad ke-21 (21st century learning skills) terdiri dari 4C yaitu critical thinking, collaboration, communication, dan creativity. Critical thinking (berpikir kritis) yaitu kemampuan seseorang dalam berpikir secara rasional. Dengan kemampuan ini, seseorang dapat memikirkan sesuatu hal sebelum bertindak, sehingga tidak menimbulkan dampak yang negatif. Collaboration (berkolaborasi) yaitu kemampuan seseorang dalam bekerja sama atau menggabungkan dua pandangan yang berbeda. Kolaborasi biasanya terjalin antara dua orang atau seseorang dengan suatu kelompok.

Communication (komunikasi) yaitu kemampuan seseorang dalam menjalin komunikasi atau hubungan bersama orang lain. Dalam hal ini, seseorang dapat berkomunikasi dengan baik, mudah beradaptasi, menjalin relasi dengan banyak orang, dan memiliki skill public speaking yang baik. Creativity (kreativitas) yaitu kemampuan seseorang dalam mengasah dan mengembangkan berbagai macam ide, sehingga dapat menciptakan sebuah inovasi baru. Sebenarnya keterampilan abad 21 (21st century learning skills) terdiri atas 18 kemampuan. Akan tetapi oleh peneliti dipusatkan menjadi 4 agar lebih komplek.

FOMO dapat menjadi energi yang baik untuk seseorang jika dikelola dengan benar. Menurut David Becker, tekanan dapat dijadikan sebagai dorongan atau motivasi agar seseorang bergerak untuk merubah perilakunya. FOMO dapat membuat seseorang keluar dari zona nyaman, karena mereka merasa tidak mau ketinggalan dari orang lain dan berusaha untuk mendapatkan keinginannya.  Menurut Adrian Fisher, FOMO dapat menciptakan sense of urgency atau situasi mendesak yang mendorong seseorang untuk berubah. Seringkali seseorang tahu bahwa dirinya harus berubah menjadi lebih baik. Akan tetapi, belum ada momen mendesak atau kegelisahan yang tercipta sehingga membuat seseorang tersebut santai-santai saja. Pada akhirnya, tidak segera ada perubahan.

FOMO bisa membantu seseorang untuk mempertajam goal atau tujuan yang ingin dicapai. Ketika tujuan tidak cocok dengan kenyataan yang ada saat ini, itu akan membuat seseorang merubah perilaku dan tindakannya. Perilaku dan tindakan yang dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman atau realita saat ini akan mempermudah tujuan seseorang dapat dengan mudah tercapai. Hal ini akan membuat seseorang dapat melatih critical thinking, karena dapat berpikir secara rasional bagaimana langkah yang tepat untuk mencapai suatu tujuan tersebut. Dalam hal ini, pencapaian orang lain menjadi acuan untuk berkembang. Bukan untuk merasa paling kurang atau insecure. Critical thinking juga akan terlatih untuk memilah mana yang harus dijadikan motivasi dan mana yang seharusnya tidak perlu dijadikan FOMO.

Baca Juga  Perempuan Yang Tersisih Dari Politik

FOMO juga dapat mendorong seseorang menjadi lebih kreatif dan membuat hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah ada atau ditemukan. Seseorang akan selalu berusaha mencari cara agar dapat seperti orang lain atau bahkan melebihi mereka. Ini merupakan salah satu motivasi dari dalam diri yang bagus untuk meningkatkan nilai atau value diri. FOMO sebenarnya bersifat netral. Tergantung dari diri seseorang, kemana mereka akan mengarahkan kecemasan dari FOMO itu sendiri. FOMO dapat mendatangkan kebaikan bila dilakukan dengan benar. Oleh karena itu, FOMO dapat melatih keterampilan abad 21 yang selanjutnya yaitu creativity.

Selanjutnya, dalam sosial media juga tersedia fitur komentar dan chat dimana orang-orang dapat berkomunikasi di sana. Ini dapat melatih skill communication. Dengan catatan, harus dapat melibatkan critical thinking dalam berkomunikasi. Hal ini diperlukan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman satu sama lain dan selalu berkomunikasi dalam hal positif. Berkomunikasi di sosial media memang tidak salah. Akan tetapi, sebagai makhluk sosial manusia perlu untuk membuat porsi komunikasi dengan orang lain di dunia nyata lebih banyak daripada di dunia maya.

Dunia maya sebagai sarana untuk melatih berkomunikasi dengan orang lain, khususnya yang berada di jarak jauh. Media sosial juga dapat menjadi sarana untuk melatih public speaking sebelum benar-benar dilakukan di dunia nyata. Salah satu caranya yaitu dengan membuat video yang bermanfaat bagi orang lain, kemudian diunggah melalui sosial media. Keterampilan abad 21 yang diperoleh berikutnya  adalah collaboration. Melalui video yang telah dibuat juga dapat menciptakan kolaborasi atau kerja sama dengan orang lain.

Menjadikan FOMO sebagai sarana untuk melatih rasa syukur dan fokus pada hal-hal yang dimiliki dapat dilakukan agar mendatangkan kebaikan bagi diri. Membuka sosial media memang perlu, asal digunakan dalam mencari informasi yang berharga dan menambah motivasi. Bukan untuk kepo terhadap akun sosial media orang lain. Bahkan jika bisa, digunakan untuk menyajikan informasi yang dapat bermanfaat bagi orang lain. 

Baca Juga  Literasi Media Sosial untuk Penguatan Narasi Moderasi Beragama

FOMO dianggap buruk oleh sebagian orang. Akan tetapi, itu tergantung dari bagaimana cara pandang orang tersebut. Selalu memandang suatu hal dengan positif akan  berdampak positif pula untuk diri sendiri. Keterlibatan critical thinking dalam bermain sosial media sangat diperlukan untuk memperoleh manfaat dari sosial media itu sendiri. Bahkan, sosial media dapat menjadi sarana untuk melatih dan mengembangkan 21st century learning skills.

siska nurjanah

Bagikan
Post a Comment