f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
potensi anak

Melacak dan Menemukan Potensi Anak

“Guru buruk adalah guru yang menyerah atas potensi anak didiknya”. Sebuah ungkapan yang dilontarkan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim dalam sebuah Podcast beberapa waktu lalu. Nadiem mengatakan setinggi apapun gelar dan sehebat apapun tingkat akademis seorang guru kalau ia tidak percaya terhadap potensi anak didik, baik yang normal maupun yang berkebutuhan, maka ia adalah guru buruk.

Tentu, setiap orang berhak untuk menyepakati ataupun sebaliknya terhadap statement itu. Namun, yang pasti hal itu tidak disampaikan Nadiem Makarim hanya dalam kapasitasnya sebagai seorang menetri, melainkan berangkat dari fenomena dan analisis problem yang di lapangan.

Salah satu fenomena yang sering ditemukan di sekolah adalah anggapan bahwa anak berpotensi adalah mereka yang mampu matematika, IPA, dan pelajaran sains lainnya dan yang tidak mampu dibidang itu cenderung akan dianggap tidak berpotensi. Hal ini yang kemudian seringkali menimbulkan kecenderungan perbedaan perlakuan serta perhatian terhadap setiap anak didik.

Akar dari problem ini, jika ditelaah lebih jauh sebenarnya berawal dari konsepsi yang keliru dalam memandang anak didik. Di mana anak didik dipandang dan distandarisasi hanya dengan satu potensi tertentu. Konsepsi yang keliru ini, tidak terlepas dari doktrin perkembangan dunia karir yang seakan mensyaratkan potensi tersebut sebagai salah satu syarat dasar yang harus dikuasai. Jauh sebelumnya, kekhawatiran ini telah di sampaikan oleh Maria Montesorri yang pada akhirnya melahirkan gagasan tentang konsep pendidikan yang ideal.

Filosofi pendidikan Maria Montesorri diawali dengan pandangan “education Must Begin At Birth” (Pendidikan harus dimulai sejak lahir) dan melihat anak sebagai sebuah paket potensi. Menurutnya, setiap anak yang lahir membawa potensi yang berbeda dan tugas pendidikan adalah mengaktivasi setiap potensi itu. Dari penjelasan tersebut, dapat kita pahami bahwa pendidikan yang baik adalah yang mampu menemukan lalu mengembangkan setiap potensi anak.

Baca Juga  10 Trik Bacakan Anak Buku Tanpa Baper!

Filosofi itu kemudian mengantar Maria Montesorri melahirkan satu metode pendidikan yang kita sebut metode montesorri. Menurutnya, pembelajaran di dalam kelas bukan hanya sebatas mendengarkan seorang guru berbicara. Namun juga perlu menyediakan suasana pembelajaran yang dapat mendorong seorang anak mengeksplorasi, berinteraksi, dan belajar langsung dari lingkungannya.

Layaknya sebuah berankas rahasia, pembelajaran seperti ini akan menjadi kode dalam mengaktifkan ranah Practical life (membantu anak melakukan hal praktis), Sensorial (mengoptimalisasi panca indra anak), Math (membantu kemampuan matematika anak), Cultural (mengaktifkan kemampuan sosial anak), dan Language (mengaktifkan kemampuan bahasa anak).

Bagaikan perjalanan mencari harta karun, metode ini bertujuan untuk menemukan mutiara berharga (potensi sebenarnya) dari anak. Dan memberi kebebasan kepada anak untuk berkembang sesuai dengan potensinya. Bahkan tidak sedikit orang tua ataupun pendidik yang memenjarakan anak dalam ambisinya, membentuk anak seperti apa yang mereka inginkan. Pandangan seperti ini akan membuat anak merasa tertekan dan mungkin menjalankannya secara terpaksa. Dan karena itu mereka tidak memiliki cukup kekuatan untuk menolak.

Dalam menjalankan metode ini, strateginya adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk meneliti, bereksperimen, membuat kesalahan dan memperbaiki kesalahannya sendiri. Anak punya kebebasan untuk mendeteksi dan mengeksplorasi apa yang ada di sekitarnya. Peran pendidik hanya memastikan lingkungan yang aman bagi anak untuk mengeksplorasi dan memberikan respon positif terhadap setiap pertanyaan anak. Pengalaman belajar seperti ini dapat membentuk anak yang mandiri dan kreatif. Terkadang banyak pendidik dan orang tua tanpa menyadari telah menghambat potensi anak.

Ketika anak melakukan eksplorasi dan mengajukan banyak pertanyaan, hal itu dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu. Padahal pada titik itulah anak mengalami masa emas dan mulai mencari potensinya. Maria Montesorri mengistilahkan masa usia dini dengan “Absorbent Mind” atau pikiran yang mudah menyerap. Jika dianalogikan masa ini bagaikan spons ketika dicelupkan ke dalam air maka ia akan menyerap air dengan sangat cepat. Oleh karena itu, sangat penting menyediakan lingkungan yang baik bagi anak karna apa yang mereka lihat dan dengar, itu pula yang akan ia tiru dan serap.

Baca Juga  Kapitalisasi Pendidikan, Bagaimana Nasib Anak?

Memberikan kebebasan kepada anak untuk belajar hal yang ia sukai akan membentuk motivasi belajar seumur hidup. Anak akan melihat bahwa belajar adalah hal yang menyenangkan. Pengalaman belajar seperti ini perlu dipahami oleh semua pendidik agar mampu melihat dan menumbuhkan potensi sehingga peran pendidikan benar-benar dapat mengaktivasi potensi terbaik dari setiap anak sehingga pada akhirnya dapat melahirkan peradaban yang lebih baik dan maju.

Lingkungan sekitar harapannya mampu membentuk kepercayaan diri anak bahwa mereka lahir untuk hal-hal besar (Ad Maiora Natus Sum) dengan segala potensi yang mereka miliki. Semua potensi spesial dan tidak sepatutnya ada diskredit terhadap potensi tertentu. Dan pendidik yang baik adalah mereka yang percaya bahwa setiap anak didik pasti memiliki potensi.

Bagikan
Post a Comment