f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
perdamaian

Perdamaian Dunia : Perempuan Harus Ambil Peran

Dalam dunia sosiologi, ada yang disebut dengan proses sosial asosiatif dan proses sosial dissosiatif. Asosiatif terjadi karena adanya bentuk indikasi penyatuan atau integrasi dari berbagai elemen masyarakat. Sedangkan proses sosial dissosiatif, terjadi karena adanya perpecahan, pertentangan sosial dan konflik.

Konteks perdamaian dalam istilah sosiologi disebut sebagai proses sosial asosiatif. Berbicara perdamaian tentu tidak akan pernah habis, karena tidak memiliki ujungnya. Maka, perdamaian dalam kacamata sosiologis di awali kalimat “proses” yang menunjukan bahwa kalimat perdamaian itu aktif dan dinamis.

Berbicara mengenai perdamaian dunia tentunya alam pikiran kita tidak akan lepas dari yang namanya perang dan konflik. Apabila meminjam istilahnya Hegel (Filsuf Jerman) tentang kebalikan, kita tidak mungkin merasa kenyang apabila sebelumnya merasa lapar. Begitupun dengan perdamaian, suatu perdamaian akan terjadi apabila sebelumnya mengalami perang dan konflik.

Perang dan konflik kerap kali membawa kesengsaraan bagi umat manusia. Apabila perang dan konflik ini terus dipelihara betapa banyaknya korban jiwa yang meninggal, para istri yang kehilangan suaminya dan anak kehilangan sosok ayahnya. Maka, perang bukanlah solusi dari sebuah konflik. Banyak cara yang dapat di lakukan untuk mencapai perdamaian.

Seringkali perempuan menjadi aktor penting dalam menjaga perdamaian, namun peran penting ini kerap kali diabaikan. Padahal perempuan mempunyai kemampuan khusus yang harus disuarakan.

Narasi tentang perempuan setidaknya menggambarkan sebagai sosok perlawanan, aktivis, feminisme dan hal-hal yang berkaitan dengan perjuangan. Adapun konsepsi perempuan dalam segi konstruksi sosial, kerap kali menggambarkan sebagai sosok yang perasa, penyayang, lemah lembut, penggoda, pasif dan cenderung submisif.

Apabila ditinjau dalam aspek historis, narasi tentang perempuan sering kali disandingkan dengan simbol pergerakan. Semisal pada 22 Desember 1928 terjadinya kongres perempuan pertama di Indonesia. Mereka menamai kegiatan tersebut bukan dengan menggunakan narasi wanita melainkan perempuan, hal ini menunjukan sikap atas sebuah perlawanan.

Baca Juga  Gerakan Sosial Baru

Jauh sebelum adanya feminisme, hak-hak perempuan justru terenggut dan terhinakan. Awalnya perempuan hanya boleh beraktivitas di ruang domestik, kini perempuan boleh melakukan aktivitasnya di ruang publik.

Jaminan Konstitusi

Pemerintah Indonesia dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), telah memberikan jaminan kepada perempuan Indonesia hak dan perlindungan dari berbagai unsur negatif.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 18 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dalam Konflik Sosial. Isi dari pada Perpres  No. 18 ini setidaknya memberikan gambaran tentang adanya rencana aksi nasional (P3AKS). Dalam rencana aksi nasional tersebut terdapat tiga amanat yang tertuang.

Pertama, adanya peningkatan kesadaran akan penting nya perlindungan terhadap perempuan dan anak dari berbagai elemen masyarakat. Baik Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kemasayarakatan (Ormas), tokoh setempat, warga masyarakat dan lain sebagainya.

Kedua, adanya peningkatan kualitas layanan bagi perempuan dan korban kekerasan di wilayah konflik. Ketiga, mengadakan kegiatan pelatihan soft skills untuk perempuan.

Selain itu, Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi 1325 DK PBB pada 13 Oktober 2000. Isi dari resolusi tersebut berbicara seputar penanganan dan pencegahan konflik dalam proses perdamaian. Ada tiga poin penting yang mendasari DK PBB mengeluarkan Resolusi 1325 ini.

Pertama, pengakuan perempuan dan anak merupakan bagian terbesar dari dampak konflik (kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender). Kedua, perempuan adalah aktor penting dalam membangun perdamaian dan keamanan. Ketiga, PBB, Pemerintah, LSM dapat memantau dan mengimplementasikan Resolusi DK 1325 agar resolusi ini terlaksana.

Dari kedua dasar hukum tersebut, kiranya menjadi penanda bahwa perempuan hari ini dapat melakukan aktivitasnya bukan hanya di ruang domestik, melainkan di ruang publik. Secara perlindungan dan dasar hukumnya juga sudah jelas, tinggal bagaimana perempuan Indoensia ini terdorong untuk berpartisipasi dalam perdamaian dunia.

Baca Juga  Kesetaraan dalam Literasi Digital

Perjuangan perempuan dalam mengupayakan proses perdamaian dunia harus di lestarikan. Perempuan Indonesia sejak dahulu kala telah mengambil peran strategis dalam perjuangan perjalanan bangsa ini. Hari ini, konteks perjuangan perempuan Indonesia adalah menjaga ruh perdamaian dunia.

Tiga Peran Perempuan Indonesia dalam Menjaga Proses Perdamaian :

Pertama, melakukan negosiasi atau dalam istilah diplomatiknya ialah komunikasi politik. Riset tentang perempuan sebagai negosiator ulung telah dibuktikan di berbagai artikel jurnal. Penulis mengambil hasil riset dari Journal of International Relation (JoS) Unimuda Sorong.

Riset tersebut membahas mengenai pengaruh feminitas perempuan dalam negosiasi konflik. Hasil dari riset tersebut menyatakan bahwa adanya pengaruh dan perempuan memiliki potensi yang luar biasa dalam melakukan negosiasi. Doktrin feminisme terhadap perempuan menjadi faktor penting untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses-proses politik.

Kedua, melakukan upaya advokasi dengan tujuan dari advokasi ini untuk mempengaruhi segala bentuk keputusan dan kebijakan dalam tatanan pemerintahan, kemasyarakatan, kebudayaan dan berbagai sektor lainya. Secara historis, pada tahun 2003 perempuan Indonesia telah melakukan kegiatan advokasi. Hasil dari adovokasi tersebut, perempuan Indonesia berhasil membuat kebijakan tentang Pemilu.

Dalam Undang-undang Pemilu pasal 65 No. 13 Tahun 2003 tentang keterlibatan perempuan dalam pencalonan anggota DPR di setiap tingkatan, baiknya mempertimbangkan adanya keterwakilan perempuan setidaknya kurang lebih 30 persen.

Dari catatan sejarah tersebut, hemat penulis bahwa perempuan Indonesia hari ini dapat melakukan upaya advokasi untuk mengurangi angka kekerasan berbasis gender dan melestarikan perdamaian.

Ketiga, melakukan kampanye atau edukasi. Ada salah satu program dari lembaga negara yang independen yaitu Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Kampanye yang berjudul “16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan” merupakan aktivitas kampanye tingkat internasional yang mendukung adanya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Baca Juga  Pay It Forward

Peran perempuan dalam mengkampanyekan proses perdamaian kiranya dapat menjadi sebuah refleksi akan pentingnya nilai-nilai perdamaian.

Bagikan
Comments
  • Yudi

    The best idea, sip

    Januari 5, 2023
Post a Comment