f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
kritik unjuk rasa

Kode Etik dalam Kritik

(EtiK bagi Mahasiswa sebagai Kaum Terpelajar yang Hendak Melakukan Unjuk Rasa)

Unjuk rasa dalam suatu putusan kebijakan adalah hal yang lumrah terjadi di negeri Indonesia (sebagai negara yang berbasis demokrasi). Terlebih bagi mahasiswa, menurut mereka (terkusus para aktivis) unjuk rasa adalah salah satu cara mengekspersikan dan mewakili keluh kesah masyarakat umum terhadap kebijakan kebijakan pemimpin yang dianggap memberatkan dan merugikan.

Pada bulan September 2022, tidak sedikit unjuk rasa yang digelar oleh para mahasiswa dan para golongan pemuda lainnya di berbagai penjuru negeri. Ada banyak faktor penyebab terjadinya unjuk rasa, namun yang menjadi salah satu pemicu pokok adalah kenaikan harga BBM pada tanggal 3 September silam. Sehingga harga harga sembako dan kebutuhan lainnya otomatis naik.

Sebelumnya, terdapat unjuk rasa juga terjadi di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Sebab terjadinya juga tidak berbeda jauh dengan fenomena sebelumnya, yaitu kenaikan harga UKT yang memberatkan mahasiswa. Para mahasiswa berasumsi bahwa Nominal UKT yang tidak merakyat ini sangat tidak tepat jika terjadi kampus negeri yang notabenenya mendapat suntikan dana dari pemerintah.

Unjuk rasa atau demo adalah tindakan yang sah sah sahaja dan negara memperbolehkannya melalui undang undang. Bahkan masyarakat memang harus bersuara ketika pemimpin mengambil keputusan yang kurang tepat sehingga beresiko merugikan elemen masyarakat. Hal ini karena dalam negara demokrasi kepemimpinan tertinggi ada pada masyarakat bukan pada “siapa” yang rakyat pilih.

Namun, penulis sangat menyayangkan terhadap berbagai aksi yang dilakukan oleh mahasiswa. Sebagai kaum yang “dianggap” terpelajar, seyogyanya para mahasiswa menaati rule unjuk rasa yang telah diatur dalam undang undang dan etika yang berorientasi pada kemaslahatan dan kenyamanan bersama. Sayangnya, hal ini jarang atau bahkan tidak diindahkan oleh para mahasiswa.

Baca Juga  Perempuan di Balik Layar Perdamaian

Mereka yang seharusnya mengkritik kebijakan, malah mencaci tokohnya. Aksi yang seharusnya dilakukan untuk menyelesaikan masalah, malah menimbulkan masalah baru sehingga tidak sedikit dari kasus unjuk rasa yang berakhir ricuh atau bentrok antara para pengunjuk rasa dan aparat.

Berkaca pada perspektif hadis. Setidaknya, penulis menemukan dua dalil hadis yang dapat dijadikan tolak ukur dalam relasi antara pemimpin dan siapa yang dipimpin. Hadis pertama, Riawayat Imam Bukhori dan Muslim yang berbunyi “Sesungguhnya aku adalah manusia sebagaimana kalian. Aku bisa lupa sebagaimana kalian. Jika aku lupa, maka ingatkanlah!”.

Hadis tersebut turun ketika nabi ditegur lantaran lupa dalam shalat. Sebagai pemimpin yang baik beliau tidak marah saat umat menegurnya. Karena beliau tahu bahwasannya beliau juga manusia yang tidak luput dari sifat lupa. Dan umatnya pun ketika tahu bahwa Rasulullah salah tidak mencaci maki ataupun mengkritik nabi.

Yang menjadi koreksi adalah kesalahan (sikap) nabi yaitu lupa, bukan pada individu nabi. Hendaknya orang yang dipimpin ketika shalat (ma’mum sholat) tidak diam saja ketika imam salah dalam bacaan maupun gerakan. Tapi mengingatkan dengan bijak tanpa mencaci maki. Bagi makmum laki laki hendaknya membaca tasbih dan makmum perempuan bertepuk tangan.

Hadis kedua menceritakan tentang saran Rasulullah ketika melihat sahabat yang menanam kurma dengan cara dikawinkan. Beliau menyarankan agar tidak tidak dikawinkan dan ternyata hasilnya tidak lebih baik daripada yang dikawinkan.

Dalam buku karya Yusuf Al- Qardhawi “Kaifa nata’amalu ma’as sunnah nabawiyah”. Beliau sedikit- banyak menjelaskan tentang respon (kritik) para sahabat yang kemudian menyampaikan secara santun dan sopan kepada nabi tentang hasil kurmanya yang tidak lebih baik. Selanjutnya Rasulullah menjawab. “antum a’lamu bi umuurid dunyaakum”.

Baca Juga  Merdeka Belajar, Enyahlah Pembully!!

Penulis juga menemukan salah satu contoh kearifan sahabat perihal kritik terhadap Rasulullah. Dalam buku sirah Ibnu Hisyam (juga Rahiqul makhtum dan beberapa buku sirah lainnya). Pada saat perang badar kubro tahun 2H, kala itu Rasulullah hendak memasang tenda pasukan umat islam jauh dari lokasi lembah badar. Hubab bin mudzir yang kurang sependapat dengan Rasulullah kemudian dengan kearifan dan kesantunannya menanyakan perihal putusan Rasulullah, apakah merupakan wahyu dari tuhan, atau merupakan ijtihad pribadi.

Nabi kemudian menjawab bahwa itu merupakan ijtihadnya, kemudian Hubab mengusulkan agar mendirikan tenda pasukan umat di tempat lain yang lebih strategis. Rasulullah kemudian menyetujui dan akhirnya kritik dan saran oleh Hubab terbukti dapat merepotkan lawan.

Dari beberapa dalil di atas. Penulis menyimpulkan bahwa relasi antara pemimpin dan yang dipimpin harus terjalin dengan baik. Komunikasi yang dibangun pun harus terbuka sehingga transparansi dalam problem bisa terselesaikan dengan lebih teratur. Pendidikan dalam unjuk rasa sangat penting untuk diedukasi dan diperjelas ulang. Pasalnya, walaupun para mahasiswa sudah “merasa” paham perihal kode etik unjuk rasa, dalam prakteknya tidak banyak yang mengindahkan rule tersebut.

Harapannya para pengunjuk rasa dapat tetap memposisikan tokoh yang dikritik pada posisinya. Terlebih jika yang dikritik adalah atasan, guru, senior, atau tokoh yang lebih tua secara umur. Mengkiritik kebijakan tidak perlu mencaci orangnya. Perilaku tersebut, secara tidak langsung dapat merusak citra mahasiswa yang dianggap sebagai kaum terpelajar. Selain itu, melakukan kritik yang tidak sesuai dengan kode etik dapat menghilangkan keberkahan terhadap guru dan boleh jadi akan berdampak kepada hilangnya keberkahan ilmu.

Bagikan
Post a Comment