f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
perempuan dan peradaban

Perempuan dan Peradaban Berkemajuan

Mohammad Hatta pernah berkata, “Siapa yang mendidik seorang laki-laki maka ia mendidik laki-laki itu seorang diri. Namun, siapa yang mendidik seorang perempuan, maka sebenarnya ia sedang mendidik satu generasi”. Kalimat ini menyatakan dengan tegas kepada kita bahwa perempuan merupakan pilar generasi emas yang harus memiliki perhatian khusus dan istimewa dalam proses membentuk peradaban berkemajuan suatu negara maupun era.

Sebelum datangnya Islam, perempuan sama seperti sebuah benda yang secara bebas dapat diperlakukan apa saja oleh kaum lelaki; mereka diletakkan sebagai kelas kedua di bawah seorang lelaki, bahkan kesan misoginis diskriminatif terhadap perempuan menjadi persoalan yang lumrah di tengah masyrakat. Pada masa jahiliyah, jika seorang ibu melahirkan anak perempuan, maka anak tersebut menjadikan ‘aib’ dalam keluarga tersebut; bahkan untuk menutupi ‘aib’ tersebut, tak jarang seorang anak perempuan yang baru dilahirkan lalu dibunuh. Perempuan dijadikan simbol keterbelakangan dan kehinaan. Allah Swt. mengabadikan kisah tersebut dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 58-59, yang menceritakan betapa hina dan tidak ada harga dirinya seorang anak perempuan yang dilahirkan pada saat itu.

Pada zaman Yunani kuno, perempuan hanya berfungsi sebagai alat reproduksi dan tidak dianggap sebagai manusia yang utuh. Kemudian, kekayaan yang seorang perempuan miliki akan menjadi milik pasangannya setelah menikah termasuk harta warisan yang ia punya; ketika terjadi perceraian maka seluruh mahar yang diberikan pun dikembalikan, seorang lelaki juga memiliki kuasa penuh dalam mengakhiri pernikahan tersebut; dan juga tidak memiliki hak politik karena tugas mereka adalah mengurus anak dan pekerjaan rumah tangga. Aristoteles, menganggap bahwa perempuan memiliki derajat yang setara dengan budak. Plato, menganggap bahwa ‘kehormatan’ seorang lelaki terletak pada kemampuannya memerintah; sementara ‘kehormatan’ perempuan terletak pada mereka yang melakukan pekerjaan yang sederhana dan hina seraya diam. Demosthenes juga berpendapat bahwa perempuan hanya berfungsi sebagai alat reproduksi.

Baca Juga  Menuju Perempuan yang Subjek Dakwah

Islam datang sebagai rahmat segenap alam, bukan hanya manusia dan binatang, bahkan pepohonan dan seluruh alam yang telah Allah Swt. ciptakan. Islam bukan hanya saja menilai rukun iman yang kita jalankan sebagai nilai ibadah; bahkan mengatur tata cara kita bersin sampai perlakuan hukum dan semua itu bersifat ibadah dan memiliki nilai pahalanya. Al-Qu’ran merupakan mujizat yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai pedoman kehidupan yang akan dijalankan oleh khalifatul fil ard’ yaitu manusia. Islam mendatangkan clue perubahan peradaban berkemajuan bahwa di mata-Nya semua manusia itu sama; lelaki atau perempuan, hitam atau putih, orang-orang eropa atau timur tengah, bermata sipit atau besar, kaya atau miskin; semuanya sama di mata-Nya yang membedakan hanya tingkat ketakwaannya.

Sejarah mencatat bahwa kedudukan perempuan sangat diangkat derajatnya ketika Islam datang bahkan dimuliakan, dalam Al-Qur’an misalnya ada surat khusus membahas tentang perempuan itu sendiri; yaitu An-Nissa’ tidak ada surat spesifik tentang lelaki. Allah Swt. juga ceritakan tentang seorang teladan keperempuanan yaitu Maryam binti Imran, ibu dari Nabi Isa As. Contoh sebuah negri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur yang diceritakan dalam Al-Qur’an juga dipimpin oleh seorang perempuan adil dan demokratis di negri Saba’ yaitu Ratu Balqis. Seorang pengusaha sukses yang membantu dakwah Nabi Muhammad Saw. yaitu Khadijah Ra.; seorang guru yang mengajarkan tentang hadis-hadis yaitu Aisyah Ra.; kemudian Syifa’ binti Abdullah al-Adawiyah sebagai seorang perempuan penjaga pasar pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, dll.

Maka, Islam datang membawa pecerahan bagi kaum perempuan yang sejak lama tertindas dan dipinggirkan sepanjang zaman. Bahwa perempuan hanya berugas pada urusan sumur, kasur, dan kukur merupakan satu hal yang sejak lama telah dibantah oleh Islam. Islam memberikan kesempatan dan ruang yang sangat mulia bagi perempuan, bahkan jika ia menjadi seorang ibu rumah tangga pun. Ada satu pepatah luar biasa bahwa “perempuan itu saat ia kecil membukakan pintu surga bagi ayahnya, saat ia dewasa menyempurnakan agama pasangannya; dan saat ia menjadi seorang ibu surga di bawah telapak kakiknya”.

Baca Juga  Sejauh Mana Kesetaraan Gender Kaum Hawa dalam Pembangunan?

Hak-hak perempuan sudah diatur sedemikian ideal dan sempurna dalam Al-Qur’an, perjuangan perempuan dalam mewujudkan pembaharuan terus dilakukan sampai sekarang. Perjuangan perempuan abad ini yang selalu kita kenang dan nyanyikan seperti R.A Kartini, kemudian Siti Walidah, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Fatmawati, dll. harus terus dilanjutkan. Budaya patriarki yang sudah mendarah daging ratusan lamanya mendistorsi peran perempuan dalam kemajuan peradaban. Perempuan dianggap pelengkap yang dapat dipakai atau tidak dalam berbagai macam urusan, padahal perempuan merupakan elemen penting dalam kemajuan peradaban.

Perempuan masa kini harus jelas diberikan hak ruangnya, mereka bebas memilih apa yang ingin mereka lakukan tanpa meninggalkan nilai-nilai ke Islaman yang telah diatur dalam Al-Qur’an. Bebas bukan berarti tanpa batas seperti para sekularis yang menggaungkan atas nama kebebasan dan kesetaraan bagi perempuan; tapi justru mereduksi harkat dan martabat perempuan itu sendiri. Islam tidak melarang seorang perempuan menjadi pemimpin, Islam tidak melarang perempuan menjadi seorang pekerja; dan Islam juga tidak melarang perempuan menjadi seorang ibu rumah tangga yang mengurus pekerjaan rumah dan mengurus seorang anak.

Setidaknya ada dua ekstrem pada abad ini yang mempolarisasi peran perempuan. Pertama, mereka yang menganggap seorang perempuan harus bekerja diluar dan mandiri tidak bergantung kepada siapapun. Kedua, mereka yang juga mengharuskan seorang perempuan hanya dapat mengurus pekerjaan rumah tangga dan dirumah saja. Padahal seharusnya perempuan memiliki kesempatan untuk memilih apa yang ingin dia lakukan. Jika kita menilik kembali paragraf pertama pada tulisan ini, maka sempatkan sedikit waktu untuk membuka youtube, dan menonton satu vidio sederhana dengan judul “Seberapa Jauh Orang Tua Mengenal Anaknya?”; pastinya kita akan menyadari bahwa menjadi seorang pendidik generasi memiliki value yang sangat tinggi, seorang ibu dikatakan sebagai madrasatul ula atau sekolah pertama; maka perempuan harus berpendidikan tinggi dan perempuan harus mendapatkan hak-haknya sebagai seorang pendidik ulung yang akan membawa terus kemajuan bagi peradaban kemanusian.

Baca Juga  Sisi Lain dari Berpikir Positif

Lelaki dan perempuan diciptakan berbeda bukan tanpa alasan, tujuan hidup untuk saling menyempurnakan telah ditetapkan-Nya, berjalan beriringan bukan untuk dipertentangkan; berbicara kesetaraan dalam rangka menghasilkan keadilan bagi keduanya; tidak untuk saling berlomba memperlihatkan bahwa yang satu lebih kuat di antara yang lain; namun bagaimana membangun keseimbangan dalam menghadirkan suasana yang adil dan ramah khususnya bagi perempuan.

Bagikan
Post a Comment