f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
tingkatan salat

Tingkatan Kualitas Salat, Termasuk yang Manakah Diri Kita?

Sebagai seorang muslim, salat merupakan tiang agama yang menjadi bahan perhitungan pertama kali di hari perhitungan (Yaumul Hisab). Secara eksoterik salat adalah gerakan tubuh, namun secara esoteris salat adalah gerakan jiwa yang berimplikasi pada kesehatan jasmani dan rohani. Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam, jiwa dan raga tidak terpisahkan. Islam menyuruh untuk menjaga jiwa dan raga secara simultan dalam rangka penyucian jiwa seorang hamba.

Kendati demikian seringkali timbul sebuah pertanyaan, mengapa banyak orang yang salat tapi korupsi? Banyak yang salat tapi hobinya menyakiti? Atau awalnya mendekati sambil chat “assalmu’alaikum ukhty” tiba-tiba hilang tak kembali, eh. Dalam hal ini yang menjadi permasalahan bukanlah perintah kewajiban salatnya namun bagaimana kualitas salat seseorang, karena salat yang berkualitas akan berdampak pada hidup dan karakter yang berkelas. Dengan kata lain, salat yang hanya menghadirkan raga tidak akan berdampak pada sehatnya jiwa.

Oleh karena itu penting bagi kita untuk mendeteksi pada tingkat berapakah kualitas salat kita. Salat lima waktu yang senantiasa kita kerjakan dapat memberikan pengaruh berupa ketenangan dan kebaikan dalam kehidupan. Tidak hanya terhenti pada gerakan dan terbatas pada rutinitas saja. Maka tidak heran jika yang menjadi parameter baik dan buruknya seseorang adalah (bagaimana) salatnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:

“Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah salatnya. Maka, jika salatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika salatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari salat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman: ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki salat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari salat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi)

Baca Juga  Akhlak: Tolak Ukur Keislaman Kita

Imam Ibn al-Qayyim Rahimahullah menyebutkan, bahwa tingkatan salat seseorang itu ada lima, yakni :

Mu’aqab (disiksa)

Tingkatan ini merupakan tingkatan yang paling rendah. Pada tingkatan ini seseorang meremehkan salatnya dan hanya melaksanakan salat dengan prinsip “yang penting salat” tanpa memperhatikan syarat dan rukun shalat. Contohnya seperti cenderung mengakhirkan waktu salat serta tergesa-gesa dalam melaksanakannya. Bahkan bisa jadi, salatnya orang-orang yang seperti ini adalah salatnya orang munafik, riya’ dan bukan untuk Allah swt.

Muhasab (dihisab atau diperhitungkan)

Tingkatan yang kedua ini baik secara lahiriyah tapi seseorang tidak konsentrasi dengan salatnya, namun sedikit lebih baik daripada tingkatan pertama. Salatnya secara lahiriyah sudah baik, memperhatikan wudhu, pakaian dan seterusnya. Namun pikirannya \ melayang-layang memikirkan hal-hal di luar salat yang memecahkan konsentrasinya. Contohnya ketika seiring membaca takbir tapi seiring pula memikirkan dunia.

Mukaffar ‘Anhu (diampuni/dihapus dosanya).

Pada tingkatan ini, seseorang telah mencapai salat yang baik secara lahiriyah dan berusaha konsentrasi pada batiniyahnya. Berusaha konsentrasi dalam salat berarti memahami gangguan-gangguan yang datang dari luar dan berusaha untuk terus dan terus menepisnya. Kualitas salat seseorang yang seperti ini bagaikan jihad melawan gangguan setan. Hal ini karena seseorang berusaha khusyu’ tetapi tidak memahami dan mentadabburi makna bacaan salatnya. Meski ada pahala yang hilang, tetapi tingkatan ini lebih baik dari pada tingkatan yang kedua.

Mutsabun (diberi pahala).

Tingkatan yang keempat termasuk dalam kategori yang luar biasa, di mana seseorang hamba selain memenuhi rukun dan syarat salat, juga menghadap Allah dengan terus berusaha menghadirkan hatinya dan memahami serta menyelami makna bacaan salat yang dia ucapkan. Pada tingkatan ini, seseorang benar-benar melaksanakan salat untuk mengingat Allah swt.

Baca Juga  Lebih Besar Manakah, Dosamu atau Allah Swt?

Muqarrab min Rabbihi (menghadapkan hati dan pikiran seutuhnya dihadapan Allah swt).

Tingkatan yang terakhir merupakan tingkatan tertinggi yang menjadi kategori salatnya para Nabi dan orang-orang salih atau yang disebut sebagai Muhsinin. Pada tingkatan ini, ruh seseorang ibarat seperti naik bermunajat kepada Allah dan meninggalkan jasadnya. Tidak ada lagi upaya menepis gangguan dan distraksi tetapi telah sampai pada tingkat menikmati ibadah kepada sang Illahi.

Demikianlah lima tingkatan shalat menurut imam Ibn al-Qayyim yang dapat kita jadikan sebagai parameter kualitas salat kita selama ini. Untuk mencapai tingkatan demi tingkatan salat bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Hal ini bukan pula menjadi alasan untuk meninggalkannya. Tidak ada hamba yang sempurna adalah sebuah keniscayaan, tetapi diam mempertahankan kelalaian bukanlah alasan Allah swt menciptakan manusia.  

Lebih jauh lagi, di era modern seperti ini fokus dan ketenangan menjadi sesuatu yang mahal lagi langka. Buktinya mulai marak pembahasan terkait tata cara mencari ketenangan dalam kehidupan. Sebagai seorang muslim, sejatinya ketenangan itu mudah untuk didapatkan. Salah satunya dengan memperbaiki kualitas salat. Tidak hanya itu, salat yang berkualitas juga akan menampakkan wajah Islam sebagai agama yang damai lagi bersih sebagaimana seorang muslim wajib melaksanakan wudhu terlebih dahulu.

Dengan demikian, muhasabah menjadi langkah yang tepat bagi kita semua terlebih saat merenungkan ucapan Muhammad Abduh. Bahwasanya dia tidak melihat muslim di Paris tetapi ia melihat Islam dan sebaliknya dia melihat muslim di Kairo tetapi tidak melihat Islam di sana. Artinya, Paris sebagai kota yang berpenduduk minoritas muslim dapat tampil sejuk, bersih, ramah dan sopan layaknya ajaran dalam agama Islam, sedangkan Kairo sebagai negara mayoritas muslim justru berpenampilan sebaliknya. Maka terkait dengan shalat, dapat kita tarik kesimpulan bahwa jika sampai saat ini salat kita tidak berdampak, bisa jadi karena kurangnya penghayatan kita dalam beribadah kepada Allah dan pada akhirnya salat sebagai kunci ketenangan dan solusi dari setiap masalah hanya akan eksis sebagai jargon.

Baca Juga  Sabar, Sikap Utama di Zaman Digital

Wallahu a’lam bisshawab.

Editor: Imam Basthomi

Bagikan
Post tags:
Post a Comment