f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
ulfi menyesali kebodohan

Menyesali Kebodohan

Suara ayam telah terdengar, padahal waktu masih menunjukkan pukul satu dini hari. Ulfi terbangun, ia kembali mendapat mimpi yang sama seperti kemarin. Dalam mimpinya, Ulfi melihat suaminya tengah merenung kemudian menangis. Wajahnya menyiratkan rasa lelah yang dalam sebab beban yang ia pikul begitu berat. Ketika Ulfi hendak membangunkan suaminya untuk menceritakan mimpi tersebut, ia sadar bahwa suaminya tak ada di sampingnya. Ia telah meninggalkan Ulfi untuk selamanya dan tak dapat kembali lagi. Ulfi pun menunduk, mengalirkan air mata. Ia kemudian teringat akan semua perbuatan bodohnya.

*****

Mentari masih tampak di timur. Jam pulang sekolah anak-anak MI masih cukup lama. Rohman mengeluarkan sepeda motor dari dalam rumah, ia duduk di teras menunggu istrinya. Karena merasa istrinya masih agak lama, Rohman lantas merebahkan badannya. Ia menatap leluasa awan yang berjalan didorong angin. Pemandangan yang sangat menenangkan, Rohman menutup mata sejenak sambil menarik napas dalam.

“Mas! Ayo berangkat!”, Ulfi dari dalam rumah berteriak karena mengira suaminya sedang tidur.

Rohman yang mendengar panggilan tersebut lantas bangkit, menengok sejenak ke istrinya yang sedang sibuk mengecek isi dompet. Tak berselang lama, pasangan suami-istri tersebut pun berangkat ke toko HP. Sesampainya di tempat tujuan, Ulfi meminta suaminya untuk bergerak cepat. Sangat jelas terlihat bahwa Ulfi kali ini begitu tak sabar. Rohman yang memang tak banyak bicara merespons tingkah istrinya tersebut dengan tenang.

“Ada yang bisa dibantu, Bu?”, sapa pegawai toko HP dengan ramah.

“Mau cari HP yang kameranya paling bagus, mbak!”, jawab Ulfi.

“Mari, bu! Silakan!”.

Pegawai tadi lantas mengambil tiga buah HP, lalu menunjukkannya pada Ulfi. Dia menejelaskan keunggulan masing-masing HP beserta detail harganya. Ulfi sangat gembira, ia meminta izin untuk mencoba setiap HP yang disodorkan padanya. Setengaah jam berlalu, akhirnya Ulfi telah menentukan pilihannya. Ia yakin untuk membeli HP seharga tiga juta yang sedang ia pegang. Alasan Ulfi memilih HP tersebut adalah kameranya yang mampu menampilkan pantulan wajahnya jadi makin cantik.

Baca Juga  Menjadi Korban Ghosting yang Elegan

Selesai transaksi, Ulfi dan Rohman segera pulang. Saat di rumah, Ulfi tak bisa lepas dari HP yang baru saja ia dapat. Rohman hanya diam ketika panggilannya tak dihiraukan sama sekali oleh istrinya. Ia pun beranjak ke dapur, membuat kopi sendiri. Matahari mulai naik, keadaan di luar tampaknya akan cepat mengundang dahaga. Rohman yang sedang asyik dengan kopinya kini merenungi perubahan sikap istrinya. Rohman mencoba untuk tetap tenang, ia lantas memilih untuk tidur siang.

***

Esok hari, firasat Rohman benar. Tak seperti biasanya, tak ada makanan di bawah tudung saji. Bahkan, istrinya belum juga mulai memasak. Ia masih sibuk dengan HP-nya. Meski demikian, Rohman tak marah pada istrinya. Rohman pun berangkat ke sawah dalam keadaan perut kosong. Energi Rohman tentu tak bisa seperti biasanya. Hari ini ia cukup sering beristirahat sejenak, beruntung masih ada air putih untuk melegakan dahaganya.

Sepulang dari sawah, Rohman tak mendapati es kopi yang biasa disiapkan istrinya. Ia mencari-cari, tapi nihil. Rohman tetap tak memberikan komentar apa pun pada kejanggalan tersebut. Saat mencari sang istri, Rohman kembali mendapati istrinya masih sibuk dengan HP. Rohman lantas kembali ke dapur untuk membuat es kopi sendiri.

Beberapa hari berikutnya, Ulfi tak lagi pernah memasak di pagi hari. Ia selalu sibuk dengan gawai baru miliknya. Rohman tak marah, ia berupaya untuk membiasakan diri dengan hal tersebut. Akhirnya, Rohman selalu berangkat ke sawah tanpa mengisi perut terlebih dahulu. Ia baru sarapan sepulang dari sawah, saat matahari tepat berada di atas kepala.

Ulfi sendiri tak pernah merasa ada yang janggal. Ia tetap merasa semua baik-baik saja, bahkan tampak lebih baik karena ia sekarang punya gawai canggih. Satu kejanggalan yang dirasakan oleh Ulfi adalah suaminya kini hampir setiap hari tidur lebih dahulu. Ulfi merasa sangat geram dengan hal tersebut. Ia merasa suaminya tak pernah memberi perhatian padanya.

Baca Juga  Walang Sangit dan Kantong Semar

Kekesalan hatinya tersebut ia tumpahkan di media sosial. Ulfi menulis seolah dirinya adalah korban, sementara suaminya adalah orang yang mengabaikan dirinya. Rohman yang tak memiliki gawai canggih layaknya Ulfi, tentu tak mengetahui hal tersebut. Selain itu, Rohman juga tak pernah mau mengusik isi HP istrinya. Rohman hanya berupaya untuk menjaga supaya suasana rumah tangganya tetap harmonis.

Ulfi ternyata tak cukup sekali menumpahkan kekesalannya di media sosial. Ia bahkan hampir setiap hari melakukannya. Ulfi merasa bahwa apa yang ia lakukan ini merupakan cara terbaik untuk membuat hatinya lega. Tak hanya sekadar menumpahkan kekesalan di media sosial, Ulfi juga berharap mendapat perhatian orang lain dari tulisannya tersebut. Respons teman-teman perempuannya menjadikan Ulfi merasa ada yang mengerti perasannya.

Namun, semua itu ternyata justru mendorong Ulfi untuk menulis hal-hal yang lebih gila dan tidak masuk akal berkaitan dengan suaminya. Ia bahkan sempat menulis bahwa suaminya tak pernah menafkahinya. Ulfi telah benar-benar lupa bahwa HP yang digenggamnya lebih sering dibanding tangan suaminya tersebut adalah hasil kerja keras sang suami. Ulfi menafikan hal itu, ia selalu merasa bahwa ia berjuang sendiri dalam rumah tangga.

Kekesalan Ulfi pun sampai pada titik puncaknya. Ulfi tak dapat membendung ombak amarahnya lagi. Ia benar-benar ingin marah pada suaminya karena tak pernah memberi perhatian padanya.

“Mas! Bangun! Kamu itu kenapa sih selalu tidur duluan!?. Jangan tidur aja, mas! Bangun! Bukan cuma kamu yang capek. Aku malah lebih capek dari kamu!”, Ulfi membentak-bentak Rohman yang sedang terbaring.

Anehnya, tak ada jawaban sama sekali. Padahal selama ini Ulfi mengenal Rohman sebagai orang yang sangat mudah dibangunkan. Disentuh sedikit saja, ia akan bangun. Namun, kali ini jangankan merespons, tampak indikasi mata Rohman terbuka saja tidak ada. Ulfi menganggap hal ini sebagai kepura-puraan Rohman agar ia tampak begitu lelah, sehingga Ulfi urung marah-marah padanya.

Baca Juga  Melukis Kawah, Mendekap Ayat

“Bangun, Mas! Jangan pura-pura tidur! Kamu pikir aku semudah itu dibodohi!? Bangun, Mas! Aku mau ngomong penting!”.

Masih tak ada jawaban. Ulfi pun kini merasakan kejanggalan. Rasa takut mulai menghampiri Ulfi, ia menelan ludah. Detak jam memecah keheningan malam. Angin di luar rumah berembus melewati celah-celah pepohonan, membuat suasana kian terasa tak nyaman.

“Mas! Bangun, Mas!”, Ulfi tak lagi membentak. Suaranya kini justru menyiratkan rasa takut. “Mas!”, Ulfi menggoyang-goyangkan tubuh suaminya. Tak ada respons. Ulfi mencoba memastikan, ia meletakkan jemari telunjuknya di bawah hidung sang suami. Air mata Ulfi telah bersiap untuk jatuh. Jemarinya telunjuknya tak merasakan embusan napas, Ulfi kini mencoba mengecek denyut jantung. Saat tangannya telah sampai di dada suaminya, air mata Ulfi pun jatuh. Kakinya tak kuasa menopang tubuhnya. Kali ini, ia tak dapat mengelak lagi dari kenyataan.

*****

Dalam lubuk hati yang terdalam, Ulfi sangat menyesal. Harusnya dulu ia membicarakan segalanya dengan suaminya, bukan meluapkannya di media sosial. Ulfi pun kini sadar bahwa selama ini yang tak pernah memberi perhatian adalah Ulfi, bukan sebaliknya. Ulfi begitu menyesal, ia mengutuk dirinya sendiri. Sayangnya semua sudah tak berguna, ia tak lagi punya kesempatan untuk berbicara kepada suaminya.

Bagikan
Post a Comment