f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
terorisme

Keterlibatan Anak dalam Tindak Pidana Terorisme

Dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perlindungan Anak”, Liza Agnesta Krisna secara yuridis menyebutkan bahwa pada dasarnya anak merupakan para bibit baru penerus bangsa. Merekalah yang akan  memiliki perasaan besar dalam membangun bangsa di masa yang akan datang, subjek terhadap perlaksanaan pembangunan, juga sebagai cermin sikap hidup bagi bangsa.

Anak Adalah impersonator (peniru) sejati. Boleh jadi mereka gagal dalam hal mendengar, tapi mereka tidak pernah gagal dalam hal melihat. Sifat dan karakter seorang anak memang dari faktor genetis yang oleh kedua orang tuanya turunkan. Akan tetapi yang menjadi fokus bahasan kali ini adalah faktor sosio-kultural terutama dari dalam lingkup keluarga di mana orang tualah yang menjadi model utama anak. Hal ini memberikan pemahaman bahwa anak merupakan tunas-tunas baru yang harus terjaga dan terawat sebagaimana mestinya demi terciptanya masa depan suatu bangsa yang lebih baik.

Seorang anak sangat mudah mendapat pengaruh dari lingkungan yang ada  di sekitarnya. Kita ambil contoh bagaimana faktor sosial memberikan pengaruh besar terhadap seorang anak terlibat dan bergabung kedalam kelompok terorisme. Radikalisme adalah akar utama terorisme. Secara umum, radikalisme adalah suatu paham sebagian kelompok yang menginginkan adanya perubahan sosial politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.

Dari sudut pandang keagamaan dapat dipandang sebagai suatu paham yang mengacu pada pondasi agama pada tingkat dasar. Pengaruhnya karena fanatisme keagamaan yang tinggi. Sehingga tidak sedikit para penganut paham tersebut menggunakan kekerasan terhadap orang yang berbeda paham/aliran guna mengaktualisasikan paham keagamaan yang mereka yakini agar diterima meski secara paksa.

Terorisme adalah suatu tindakan kejahatan kemanusiaan yang memiliki ancaman serius tidak hanya perihal korban yang bersifat acak. Akan tetapi juga terkait dengan ancaman serius terhadap kedaulatan suatu negara, keamanan, perdamaian dunia, dan kerugian yang akan masyarakat alami. Sampai dengan saat ini tidak sedikit masyarakat kita yang beranggapan bahwa terorisme berafiliasi dengan agama islam (Jihad). Perlu kita pahami terkait dengan perbedaan terorisme dengan jihad;

Baca Juga  Senandung Jiwa Aisyah

Pertama, Terorisme, identik dengan kekerasan, kerusakan, dan anakis. Bertujuan untuk menciptakan rasa takut dan menghancurkan pihak lain serta korban yang besifat acak. Kedua, Jihad, tujuan utamanya ialah melakukan perbaikan meski harus dengan cara peperangan, menegakkan agama, dan dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan di dalamnya (agama). 

Keterlibatan Anak

Seperti yang media beritakan bahwa mereka para anak-anak yang terlibat dengan ISIS. Sejak kecil sudah mendapat doktrin (Brain Wash). Bahwa orang atau kelompok yang berbeda dengan apa yang mereka imani adalah kafir yang mencoba membunuh mereka. Termasuk kedua orang tua mereka adalah kafir dan anak-anak yang terdoktrin tersebut harus membunuhnya. Dia (ISIS) seakan datang sebagai penyelamat dan berjanji akan mencintai mereka melebihi cinta kedua orang tuanya. Lingkungan yang setiap hari anak konsumsi mulai dari pola asuh orang tua hingga tempatnya bersekolah telah mendorong terciptanya karakter eksklusif dalam diri anak.

Arus radikalisme tidak hanya menjerat kalangan dewasa, melainkan juga mereka para tunas-tunas muda Indonesia. Jika kita perhatikan, ada banyak unsur mengapa mereka para anak di bawah umur bisa terjerat dalam paham-paham radikalisme tersebut. Salah satu contoh kecilnya adalah persoalan kemiskinan. Rentannya pendidikan di dalam lingkup keluarga terutama orang tua. Masifnya jaringan terorisme terhadap anak-anak di tengah krisis indetitas yang mereka alami, lemahnya keadilan negara, serta adanya ambisi sikap islamis setelah rezim orde baru yang masuk ke dalam ruang publik.

Perluasan mengenai penggerak dan gerakan radikalisme tidak lagi bisa kita generalkan bahwa yang menjadi target hanya suatu organisasi, institusi, ataupun komunitas. Tetapi anak-anak yang masih di bawah umur ikut menjadi sasaran dalam penyebaran paham radikalisme.

Baca Juga  Teologi Feminis Islam dalam Kacamata Ghazala Anwargh

Sekolah/pesantren yang dalam pandangan masyarakat terkenal sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan disiplin ilmu tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian sekolah/pesantren memiliki keterkaitan tersendiri terhadap maraknya tindakan radikalisme. Hal ini tidak lepas dari beberapa hal.

***

Pertama, Meningkatnya intensitas politisasi agama. Hal ini telah memicu mereka para kelompok radikal untuk memantapkan dan memperkokoh niatannya. Bahwa tindakan apa yang mereka pahami adalah benar, dan merupakan perintah agama. Kedua, Meningkatnya intoleransi baik di tingkat individu maupun kelompok. Ketiga, Problem Digital Illiteracy dalam suatu instrument tertentu (seperti media sosial). Keempat, Kembalinya kelompok-kelompok yang kontra narasi radikalisme, ekstrimisme kekerasan, terorisme, dan anti pancasila.

Kondisi inilah yang seharunsya mendapat perhatian khusus dari pemerintah, dengan tetap waspada dan melakukan pencegahan yang tidak cukup dengan upaya deradikalisasi dan kontra radikalisasi. Bahwa persoalan radikalisme dan terorisme tidak hanya tentang melakukan penindakan penyelidikan, penyidikan, menjatuhkan pidana, dan menghukum seberat-beratnya. Jauh dari itu semua, ada hal yang dirasa lebih intim dan dirasakan langsung oleh anak dalam kesehariannya. Sehingga karakter radikal dapat hidup dalam dirinya.

Bagikan
Post a Comment