f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
pesan

Pesan Putus di 21 September 2017

Pukul 03.08 sore aku menerima pesanmu. Sambil aku membalas surel kolegaku, dan mengeklik link yang dia berikan, jantungku berdetak lebih cepat ketika membaca pesan darimu. Ada rasa sesak yang menghampiri, kemudian aku lihat kembali pesan itu, kamu sedang mengetik pesan lagi. Aku rasa pesan selanjutnya tidak akan cukup baik untukku baca. Aku mengabaikan bunyi pesan Whatsapp berikutnya. Beberapa saat aku menikmati alunan musik di YouTube. Seorang anak membawakan lagu yang berjudul Sebuah Rasa, yang dipopulerkan oleh Agnes Monica dalam acara The Voice Kids Indonesia. Aku meresapi lagu itu dan terbawa dalam isi ceritanya. Mengangguk-anggukkan kepalaku dan menyandarkannya di atas kursi.

Ruangan kantor di lingkungan kampus begitu sepi karena hari ini adalah tanggal merah. Aku tetap membiarkan saluran YouTube menyala memutarkan lagu-lagu berikutnya. Kemudian mencoba melangkah ke kamar mandi, membersihkan mukaku dan berwudu. Aku melihat sekeliling taman dan halaman kantor yang sepi dan hening tanpa ada suara para mahasiswa berdiskusi atau mengobrol. Memandangi setiap sudut taman, memperhatikan bunga-bunga dan tanaman yang sudah mulai tumbuh besar.

Dengan takbir yang berat, aku mencoba fokus dengan bacaan salatku. Berbicara dengan hati bersama Sang Rahim. Setelah Salat Asar, aku duduk kembali di mejaku. Aku mulai menikmati alunan suara peserta The Voice Kids Indonesia di Blind Audition. Kocaknya para coaches bersaing merebut hati para anak yang memiliki suara emas. Saluran YouTube beralih ke acara I Can See your Voice Indonesia, menampilkan para penyanyi yang berbakat dan cantik namun dianggap tidak bisa bernyanyi dan tenar hanya oleh kecantikannya saja. Ketika peserta itu bernyanyi ternyata suaranya sangat merdu hingga lebih merdu dari pada penyanyi yang hadir sebagai bintang tamu.

Baca Juga  Anak "Tawanan Perang" yang Gandrung Buku
Pesan Putus

Teman-temanku datang ketika mejaku masih berantakan dengan tugas-tugas dan aku malah menikmati acara dangdut di YouTube. Salah seorang temanku tertawa, dia bilang, “Haha lucu sekali si kamu, sejak kapan suka dengerin musik beginian.” Ya, terlihat aneh jika aku mendengarkan musik dangdut dan menikmatinya, aku tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya. Aku dengan tanggap mencari pembelaan, “Ihhh, itu kebetulan say, YouTube otomatis muter sendiri keles.”

Aku memberanikan diri membaca pesan darimu. Rasanya sesak sekali dadaku membaca kata “blokir”. Aku mencoba memahami setiap frasa dan kalimat yang kamu tulis. Aku mulai menerjemahkan makna dari keseluruhan pesan itu. Ya, aku paham. Aku mengerti apa yang sudah aku lakukan dan menyesali atas ketidaknyamanan yang telah kamu rasakan. Sangat mengerti hingga aku tidak ingin membalas pesan itu, karena aku sudah berjanji untuk tidak mengatakan kata « maaf » kepadamu. Aku tidak pernah marah kepadamu, tidak pernah pula ingin menyakiti siapa pun dengan keberadaanku. Aku lebih memilih tidak mengakrabi siapa pun jika itu akan mengusik kenyamanan hidup orang lain.

*

Aku rasanya lelah sekali, aku tidak bisa berdiskusi apalagi membicarakan topik berat seperti tugas bersama teman-temanku. Tiba-tiba datang lagi temanku yang lain. Sekarang aku bersama empat teman perempuanku yang sangat baik. Temanku yang baru saja datang membawakan kami makanan. Aku dipaksa makan karena sejak tadi siang aku belum makan. Mereka tidak bisa memaksaku, aku terlalu lelah untuk hari ini. Aku ingin pulang dan membaringkan tubuhku di atas kasur dan bersandar pada bantal-bantal, serta menutup diri dalam selimut.

Aku bergegas untuk pulang dan menyalami mereka semua. Seperti aku akan mudik membawa hand bag penuh dengan pakaian dan buku, karena aku belum pulang sejak kemaren. Mereka mengingatkanku untuk besok aku harus ikut briefing tugas lagi, dan harus ikut open house serta makan-makan di Roemah Koeno. Baru melangkah keluar pintu, temanku memanggilku, “Kajol!” Aku membalikkan tubuhku dan bersalaman ala-ala India. Temanku bilang, “Loe punya hutang sama gue, gue mau nagih sini bayar.” Ah lucu sekali aku lupa, perasaan aku tidak punya hutang deh sama temanku. Aku bilang, “Perasaan aku gak ada hutang sama kamu deh Chi, ada geh aku punya hutang di kantin goceng.” Temanku yang lain berkata sambil tertawa, “Utang senyuman kali,” aah aku tidak paham, karna aku selalu tersenyum untuk menutupi perasaan sedihku.

Baca Juga  Renungan Untuk Meminimalkan Tangisan Anak
Pelukan Hangat Sahabat

Tiba-tiba temanku, Chi, yang memanggil beranjak dari mejanya, dan karna terburu-buru dia tersandung meja, ah reflek aku merasa bersalah dan melihat jari kakinya. Tidak ada yang luka tapi aku cukup khawatir. Dia tiba-tiba memelukku dengan erat, sangat erat hingga aku bisa merasakan detak jantungnya dan tempo napasnya. “What’s going on? What’s wrong? Are you okay?” Ah dia mengoreksi perkataanku, dan tetap memeluk erat tubuhku. “Boong, loe gak punya utang sama gue, gue sayang banget sama loe kajol, gue sayang banget sama loem” dia berkata-kata tanpa melepas pelukkannya. Aku tidak ingin terharu, aku baik-baik saja.

Aku pulang sangat bahagia dan terharu, rasanya ingin menangis. Tapi ada Pak Satpam kampus menyapaku, dan dengan spontan aku tergirang menyapanya, “Pulang neng, hati-hati yah…”, “Iya siap Mang, saya pulang duluan ya!” Aku merasa office boys dan satpam di sini sangat baik, mereka ramah, selalu tersenyum dan baik padaku. Aku selalu merasa senang saat menyapa dan mengobrol dengan mereka.

Sesampainya di rumah bersama Azan Magrib berkumandang, aku membunyikan klakson motorku seperti biasanya. Dari pintu rumah tetanggaku, sepupuku berambut pirang seperti bule dan keriting menghampiriku dan menyapaku. Dengan girang dia mengatakan, “Teteh, dede Al sudah mandi,” dia tersenyum girang dan salim kepadaku. Bahagianya diriku disambut si kriting yang masih lucu berusia 4 tahun.

*

Setelah Salat Magrib, aku berbaring. Aku ingin bersantai sambil menonton televisi. Kemudian ibuku tidur di sebelahku dan ikut menonton televisi. Tidak ada percakapan yang berarti sepanjang menonton, hanya sedikit berbicara dan komentar dari ayahku mengenai acara di televisi yang sedang menampilkan acara The Voice Kids Indonesia dan tentang Agnes Monica.

Baca Juga  Stunting dan Bidan Yang Kurang Greget

Aku pindah ke kamarku, merebahkan diri, lalu aku cek pesan di ponsel, tak ada pesan, dan akhirnya aku tertidur lelap. Aku terbangun di tengah malam, salat dan terlelap kembali di bawah selimut pink pemberian ibuku. Membenamkan kepalaku bersama bantal dan guling. Cuaca di tengah malam sangat dingin menembus kulitku dan menyapanya hingga aku menggigil.

Keesokkannya, aku menulis lembaran baru bersama angin pagi yang masih sangat dingin. Suara-suara burung dan bebek menyapa. Bersama sinar mentari di balik jendela dan semilir harapan baru untuk hidupku, aku menerima bahwa dia bukan lagi sang kekasihku. Putus darinya bukan akhir dari segalanya. Aku mulai menata hidupku yang baru bersama harapan masa depan yang baru.

Bagikan
Post a Comment