f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
suami

Lima Keuntungan Istri yang Ikut Suami Pindah Tugas

Sangat lazim bagi seorang abdi negara untuk dipindah-tugaskan setiap beberapa periode waktu tertentu. Sebagai abdi negara, tentu harus selalu siap dan menjalankan perintah pindah tugas. Tempat penugasan pun mencakup seluruh wilayah NKRI yang sangat luas. Menghadapi situasi demikian, seringkali istri dan anak-anak tidak ikut suami/ayah pindah dengan berbagai alasan, antara lain: terlalu jauh dari kampung halaman atau kota asal; jauh dari kota;  kawatir akan minimnya fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pendidikan untuk anak-anak; atau istri tidak mau meninggalkan karirnya.

Sebagai contoh suami saya yang berasal dari Sumatera Utara. Dia pernah ditugaskan ke berbagai kota, antara lain: Samarinda, Bontang, Dili, Denpasar, Ambon, Tual – Pulau Kei Kecil, Palu, Manado, dan Banda Aceh. Selama empat tahun pertama pernikahan kami, saya menolak ikut suami berpindah ke tempat tugasnya di Maluku. Waktu itu saya lebih mementingkan karir. Posisi saya di kantor pun sedang sangat bagus.

Di samping itu, saya kawatir fasilitas kesehatan di Maluku pasca kerusuhan kurang memadai, sedangkan saya hamil dan kemudian memiliki 2 anak (bayi dan balita). Namun demikian, sebenarnya ada keuntungan khusus bagi istri yang selalu ikut dan mendampingi suami pindah tugas ke berbagai daerah seantero nusantara. Berikut lima keuntungan yang saya dapatkan dari pengalaman saya mendampingi suami.

Menjaga Keutuhan Keluarga

Istri yang ikut suami pindah tugas berarti menjaga keutuhan keluarga. Seluruh keluarga dapat berkomunikasi secara langsung dan lancer dan terhindar dari kesalahpahaman. Keluarga juga dapat membangun rutinitas sesehari bersama-sama. Suami dan istri bisa saling menopang, berbagi suka-duka, dan berbagi hidup seutuhnya. Anak-anak pun dapat tumbuh dan berkembang dengan sosok ayah ibu secara lengkap.

Baca Juga  Sesekali Menepilah di Dalam Sepi

Selama empat tahun pertama usia pernikahan, saya bertahan di Jakarta demi karir, dan tidak ikut suami yang bertugas di Maluku. Dalam kurun waktu itu, 2 kali saya melahirkan anak tanpa ditemani suami. Saya membangun kehidupan dengan 2 balita dan karir saya sendiri. Suami membangun kehidupan dan karirnya sendiri.

Saya tidak mengenal teman-temannya, tidak bisa menopang dia saat duka dan kesulitan. Saya juga tidak bisa langsung ikut merasakan suka citanya. Demikian pula sebaliknya, suami tidak terlibat dalam banyak hal di kehidupan saya. Banyak sekali miskomunikasi yang terjadi karena pembicaraan hanya kami lakukan melalui telepon.

Saat berpisah karena tugasnya, kami tidak bisa berbagi hidup. Anak-anak dan ayahnya berjumpa hanya 2 bulan sekali, itupun saat ayahnya ijin atau cuti untuk beberapa hari saja. Saya bertanya kepada diri saya sendiri, “Apa artinya menikah jika tidak berbagi kehidupan? Apa hak saya memisahkan anak-anak dan ayahnya?” Dua pertanyaan mendasar itu membuat saya bertekad untuk ikut suami pindah tugas, demi keutuhan keluarga.

Setelah saya dan anak-anak ikut ke manapun suami pindah tugas, keluarga kami menjadi utuh. Suka duka pun kami jalani bersama.

Menjadi Terbiasa untuk Mudah Menyesuaikan Diri

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Begitu kata pepatah. Setiap kali berpindah tempat tugas, saya perlu cepat mempelajari situasi setempat dan mulai menyesuaikan diri. Penyesuaian diri terhadap kondisi alam dan kehidupan sosial budaya. Pada awalnya, penyesuaian diri memang tidak mudah. Makin lama, karena pengalaman, proses penyesuaian diri menjadi lebih mudah dan lebih cepat.

Tinggal di Maluku pasca kerusuhan, 17 tahun yang lalu, saya belajar cara menyimpan sayuran dengan baik. Pasokan sayur-mayur dari Surabaya datang seminggu sekali. Saya menyesuaikan diri dengan iklim kepulauan di timur Indonesia, yang berbeda dengan iklim di Jawa. Tinggal di daerah Minahasa, yang tak pernah mengenal feodalisme, saya kembali menyesuaikan diri dengan pola pergaulan di masyarakat.

Baca Juga  Menjadi Bapak Rumah Tangga yang Asyik

Saat tinggal di Banda Aceh, sebagai seorang non-Muslim tentu saja saya harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang memberlakukan hukum Syariat Islam. Semua pengalaman penyesuaian diri itu sangat berarti, membuat saya menjadi seorang yang fleksibel.

Mengenal Lebih Banyak Orang

Berpindah-pindah tempat tugas, berarti juga berkenalan dan membangun silaturahmi dengan orang baru di setiap lokasi. Ada teman dari berbagai kalangan dan latar belakang. Semakin banyak tempat yang pernah kita tinggali dalam rangka tugas, semakin banyak pula teman, sahabat, dan kerabat yang kita temukan.

Setelah ikut suami berpindah-pindah tempat tugas selama kurang lebih 20 tahun, sekarang saya memiliki banyak sekali teman, sahabat dan kerabat di berbagai kota di berbagai provinsi di seantero nusantara. Banyak kenangan indah tak terlupakan bersama mereka. Terkadang, timbul rasa rindu. Sering pula timbul rasa senang dan bahagia saat ada yang menyapa dari jauh lewat telepon, pesan singkat, ataupun media sosial.

Mengenal Keindahan Alam Nusantara

Kesempatan tinggal di berbagai tempat tugas sungguh sangat berharga. Bisa dipandang sebagai wisata tak berkesudahan. Setiap pindah, kita menemukan tempat-tempat baru untuk dijelajahi. Tempat-tempat yang indah, mempesona, bahkan sering menakjubkan.

Ikut suami tinggal di Kalimantan Timur, Maluku, Sulawesi Tengah dan Utara, serta Aceh, meninggalkan kenangan akan pesona alam yang sangat indah. Tanah air Indonesia ini memang sungguh teramat indah. Tak salah jika dikatakan nusantara ini bak untaian ratna mutu manikam. Pantai, laut, gunung, bukit, lembah, padang rumput, sawah dan ladang yang teramat indah.

Memahami Bahwa Keberagaman adalah Realita NKRI

Ikut suami pindah tugas ke berbagai tempat di seantero nusantara merupakan kesempatan untuk hidup di berbagai daerah. Pepatah mengatakan, “Lain ladang, lain belalang. Lain lubuk, lain ikannya.”

Setiap tempat tugas, memiliki banyak keunikan, meliputi: alam yang indah, hasil laut dan hasil bumi yang kaya, kehidupan dan suasana sehari-hari, tradisi, adat-istiadat dan kebudayaan.

Baca Juga  Pentingnya Prinsip Kesetaraan dalam Rumah Tangga Menurut Islam

Saat ikut suami tugas di Sulawesi Tengah, saya baru tahu ada peninggalan dari jaman megalitikum di sana. Di Maluku Tenggara, ternyata berlaku sistem kasta yang mirip sekali dengan sistem kasta di Bali. Kepala kampung di sana disebut raja. Di sana juga ada gua dengan gambar dinding dari jaman purba. Dari sejarah yang dututurkan secara lisan, orang Minahasa berasal dari daerah Mongolia.

Aceh, sejak dahulu adalah masyarakat yang heterogen dan menghargai keberagaman. Kata Aceh adalah singkatan dari Arab, Cina, Eropa, dan Hindia, sub etnis yang membentuk masyarakat Aceh. Sampai sekarang, di kota Banda Aceh, terdapat perkampungan Cina dan perkampungan India.

Setelah memasuki masa purna tugas, saya terus mensyukuri kesempatan ikut suami pindah tugas keliling Nusantara. Pengalaman yang sungguh memperkaya jiwa.

*) Flora Tanujaya

Bagikan
Comments
  • Lena

    Terima kasih telah berbagi cerita, ibu.. Ini menguatkan saya untuk mengikuti suami berpindah ke Medan.

    Oktober 14, 2023
Post a Comment