f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
sabar

Keluarga Bahagia Dunia-Akhirat Berkat Puasa

Tidak hanya bermanfat bagi kesehatan fisik, puasa juga mampu menumbuhkan kebahagiaan psikis, baik bagi individu dan keluarga.

Secara fisik, berpuasa dalam rentang waktu antara tiga sampai empat minggu terbukti mampu mengembalikan tubuh pada kondisi prima. Hal ini sebagaimana yang M. Kamil Abdushshamad tuliskan dalam bukunya yang berjudul al-I’jāz al-‘Ilmī fi al-Islām; al-Qur’ān al-Karīm. Ia menukil beberapa manfaat puasa bagi kesehatan fisik yang ia temukan dari dunia kedokteran.

Dr. Chair Carneber misalnya, ia berpendapat bahwa “puasa selama satu bulan penuh dalam satu tahun bak pondasi kehidupan dan akar masa remaja. Ia mampu meng-genuine-kan penyakit yang terdapat di dalam organ tubuh manusia”. Puasa mampu meremajakan sel-sel tubuh sekaligus melepaskan bagian tubuh yang sudah tidak berfungsi lagi.

Kebahagiaan Orang yang Berpuasa

Secara individu, kebahagiaan itu nampak karena seseorang telah berhasil menyelesaikan kewajiban puasa, sehari demi sehari selama satu bulan. Sesuatu yang menjadi larangan sejak munculnya waktu subuh sampai datangnya waktu maghrib, diperbolehkan kembali untuk dinikmati. Makanan dan minuman yang tersaji di meja makan bukan lagi menjadi pantangan yang menggoda. Menikmati kebersamaan dengan istri juga menjadi sesuatu yang bernilai ibadah khusus.

Kemudian dalam keluarga, kebahagiaan itu terpancar karena adanya kebersamaan saat makan sahur dan buka puasa. Kebersamaan yang biasanya sulit kita dapatkan di luar bulan Ramadan. Meskipun dengan menu yang tergolong sederhana, kebersamaan yang ada merubah rasa yang biasa menjadi istimewa.

Belum lagi rasa lapar dan dahaga yang menemani aktivitas selama seharian. Sungguh kebahagiaan yang tiada duanya. Kebahagiaan itu menjadi kian menarik dan menggembirakan saat momen berbuka tersebut adalah momen terakhir daripada ritual puasa pada tahun ini.

Momen menggembirakan dengan alunan takbir kemenangan dari stasiun televisi dan pengeras suara musala masjid sekitar rumah. Lebih dari itu, momen bahagia yang berlipat ganda ini akan menjadi semakin istimewa bagi saudara kita yang mudik lebaran. Pasalnya, momen langka itu kita rayakan bersama sanak keluarga yang sudah lama tidak berjumpa. Sungguh gambaran kebahagiaan kecil dari menjalankan ibadah puasa.

Baca Juga  Agama, Politik dan Pancasila
***

Maka sangat tepat sekali apa yang telah nabi Muhammad Saw sampaikan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah, nabi bersabda; yang artinya “Ada dua kebahagiaan yang dimiliki orang berpuasa; yakni kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan saat berjumpa dengan Tuhannya”.

Syekh Shafiyurrahmān al-Mubārakfūrī – saat mensyarahi hadis ini – membagi kebahagiaan ini ke dalam tiga kategori; yakni kebahagiaan dari sisi alamiah, keimanan, dan ukhrawi. Secara alamiah, kebahagiaan itu adalah karena telah diperbolehkannya seseorang untuk melakukan hal-hal yang menjadi kebiasaan dan kebutuhannya sebagai manusia (alamiah). Semisal makan, minum, dan hal lainnya yang ketika menjalankan ibadah puasa tidak diperbolehkan.

Dari sisi keimanan, kebahagiaan itu terasa karena telah menyempurnakan puasa selama satu hari penuh. Sementara dari sisi ukhrawi sudah barang tentu berupa pahala yang menantinya di akhirat nanti. Demikian tulis ulama hadis kontemporer dalam Minnat al-Mun’im-nya jilid 2.

Akhirat bagi Orang yang Berpuasa

Jika memperhatikan hadis nabi yang ada, paling tidak ada tiga hal yang menanti orang-orang yang berpuasa di akhirat kelak.

Pertama, menjadikannya berhak minum telaga kautsar saat di padang mahsyar.

Dalam sebuah hadis yang menceritakan amalan-amalan yang menyelamatkan pemiliknya dari berbagai kesulitan, nabi menuturkan bahwa saat itu nabi diperlihatkan kepada seorang lelaki yang menggeliat kepanasan atau menjulurkan lidah karena kehausan. Setiap kali ia mendekat ke telagaku, ia tidak bisa dan terlempar. Kemudian puasa Ramadan menghampirinya dan memberinya minum sampai ia puas.

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Hafiz Abu Musa al-Madīni dari sahabat Abdurrahmān bin Samuroh. Melalui informasi al-Qur’an dan hadis, kita tahu bagaimana gambaran kesulitan saat di padang mahsyar nanti. Mulai dari keringat yang ketinggiannya mencapai leher lantaran panasnya matahari pada waktu itu sampai semua sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Nah, puasa pada bulan Ramadan bisa membantu pemiliknya untuk menghilangkan dahaganya. Bahkan sampai ia masuk surga nanti.

Baca Juga  Normalisasi Pria Feminim
Kedua, kebahagiaan pada saat berjumpa dengan Tuhannya.

Dalam hadis tadi, secara bahasa adalah farhatun ‘inda liqā`i rabbihi. Melalui hadis qudsi yang oleh riwayat Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah, Allah berfirman “semua amal ibadah seorang hamba adalah untuknya, kecuali puasa. Ibadah puasa adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang akan mengganjarnya”.

Jika pahala amal bisa dilipatgandakan menjadi 10 sampai 700 kali, maka tidak dengan pahala puasa. Pelipatgandaan pahala itu hanya Allah yang tahu dan Dia sendirilah yang akan menyerahkannya nanti di akhirat (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Jika pelipatan 700 saja sudah terasa banyak, bagaimana dengan puasa yang masih dirahasiakan Allah?

Melihat kedermawanan Allah kepada kita yang masih suka bermaksiat kepada-Nya, sungguh tidak dapat dibayangkan kedermawanan itu saat bertemu dengan hamba-Nya yang patuh. Belum lagi penyerahan pahala yang akan kita dapatkan langsung dari Allah. Mendapat hadiah secara langsung dari orang nomor satu di propinsi saja sudah bahagia. Apa lagi jika dari Allah, Dzat nomor satu di alam raya?

Ketiga, jalur istimewa saat masuk surga.

Dalam sebuah hadis nabi menyampaikan bahwa di surga ada pintu yang bernama rayyān. Pintu itu hanya diperuntukkan bagi mereka yang berpuasa. (HR. Muslim dari Sahabat Abu Hurairah). Inilah kebahagiaan dan kemuliaan dunia akhirat yang hanya bisa kita peroleh dengan berpuasa.

Dalam QS. al-Thūr: 21, Allah berjanji kepada hamba-Nya yang beriman akan mengumpulkan mereka kembali di surga-Nya. Di sana, Allah berfirman: “Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya”.

Baca Juga  Menjadi Laki-Laki yang Anti Gengsi

Imam Mutawallī al-Sya’rāwī menuturkan bahwa seorang lelaki yang beriman dan beramal saleh. Kemudian anak cucunya ikut beriman dan beramal saleh juga, meskipun amal saleh keturunannya ini tidak sedahsyat orang tuanya dan bahkan lebih sedikit, Allah dengan kemuliaan dan rahmat-Nya, mengangkat mereka ke derajat seperti orang tuanya. Bahkan Allah pengangkatan derajat sang anak ini tidak mengurangi kemuliaan orang tuanya.

Hal ini karena persyaratan iman dari mereka semua telah terpenuhi. Amal saleh, meskipun sedikit, akan Allah tambahkan sebagai bentuk pemuliaan-Nya. Demikianlah yang termuat dalam Tafsir al-Sya’rāwī-nya terhadap ayat ini.

Semoga kebahagiaan yang dirasakan saat buka bersama dengan keluarga – baik dengan keluarga kecil di hari-hari bisa maupun dengan keluarga besar saat telah mudik – diperkenankan Allah untuk kita ulang kembali di surga-Nya nanti. Kalaupun kebersamaan berkumpul dengan keluarga besar belum bisa teralisasi, semoga Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan momen bahagia itu di tahun depan. Amin….

Bagikan
Post a Comment