f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
umrah

Benang Merah dan Umrah di Bulan Ramadan

Saya begitu terharu karena permit umrah saya akhirnya di ACC. Orang Arab menyebut permit dengan sebutan tasreeh, yaitu surat ijin dari pemerintah Saudi yang bisa didapatkan melalui aplikasi eatamarna bagi penduduk yang tinggal di Saudi. Sungguh, penuh perjuangan untuk mendapatkan permit umrah, khususnya di bulan Ramadan tahun ini. Apalagi mendapatkan vaksin Covid-19 semakin susah, sedangkan vaksin menjadi salahsatu syarat wajib.

Bukankah mudah bagi penduduk yang tinggal di Saudi untuk umrah di Masjidil Haram? Oh, tidak! Itu dulu sebelum pandemi Covid-19 menghantam. Saat ini, ada tiga kriteria bagi siapapun yang ingin umrah dan shalat berjamaah di Masjidil Haram, yaitu semua orang yang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 sebanyak dua kali; semua orang yang mendapatkan vaksin pertama dalam kurun waktu 14 hari; dan orang yang pernah terinfeksi Covid-19 dalam enam bulan terakhir.

Grup tenaga kesehatan Saudi yang saya ikuti di WhatsApp begitu ramai kala salahsatu anggota grup memposting gambar yang menunjukkan banyaknya kuota umrah selama bulan Ramadan. Hal ini jarang sekali terjadi, hampir-hampir tiap membuka aplikasi, kuota umrah selalu penuh terisi. Orang-orang akhirnya hafal ada jam-jam khusus supaya kebagian kuota umrah. Biasanya sekitar jam satu siang hingga jam lima sore. Pantau terus, jangan sampai lepas, begitu bahasa kerennya.

***

“Tiap aku submit, gagal terus… Ih!”

“Coba lagi, coba terus! Muncul captcha sekali, coba lagi, sampe muncul captcha berkali-kali. Nanti, tiba-tiba akan muncul sendiri permit umrahnya.”

Saya mengikuti saran teman di grup itu, mencoba submit hingga captcha muncul berkali-kali. Saya bukan orang yang percaya adanya keberuntungan. Bagi saya, semua yang terjadi pada hidup manusia adalah sesuatu yang memang sudah Allah Swt tetapkan. Tidak ada faktor lucky dalam hidup ini. Maka, ketika permit umrah ini berhasil saya dapatkan, bayangan kejadian beberapa bulan lalu menerobos dalam ingatan.

Baca Juga  Belajar dari Aska

“Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada 01-12-2020, ditemukan bahwa Anda telah terinfeksi virus corona yang baru muncul, Covid-19…!”

Saya terkejut. Pesan singkat ini saya dapati beberapa jam setelah saya melakukan swab test Corona drive-thru di daerah Mekkah, Saudi Arabia. Ternyata meriang, pusing, pilek, dan sakit di badan saya tiga hari sebelumnya adalah tanda dan gejala dari Covid-19. Tidak saya sangka virus ini akhirnya menyambangi tubuh ini, padahal saya sudah menggunakan APD yang cukup lengkap.

***

Hampir tiga tahun ini, saya tinggal dan bekerja sebagai tenaga medis di Saudi Arabia, tepatnya di kota Mekkah. Dulu, ketika masih di Indonesia, tiap kali saya pilek, keluarga saya menganggap itu bukanlah sebuah penyakit. Mungkin saking terbiasanya saya terkena flu. Apalagi bila musim hujan, bersin setiap saat terasa biasa saja. Ternyata, sedingin-dinginnya Indonesia tidak sebanding dengan musim dingin di Saudi Arabia.

Siap tidak siap, saya harus isolasi mandiri selama 10 hari di dalam kamar. Begitu peraturan pemerintah Saudi untuk pasien yang terinfeksi Covid-19 dengan gejala ringan. Sedih tentu saja, bayangan kematian dan sejenisnya terus menghantui. Bahkan untuk berjaga-jaga, saya tidak berani mengunci pintu kamar. Bila terjadi sesuatu, teman-teman dapat dengan mudah mengevakuasi, begitu batin saya.

Hari pertama sejak saya dinyatakan positif terinfeksi. Hati dan pikiran saya terus melakukan penolakan (baca: denial). Saya marah pada diri sendiri dan semua orang, karena orang-orang menjauhi saya. Selain itu saya harus tinggal sendirian di kamar dan merasakan kesakitan sendirian sedangkan orang-orang di luar kamar sibuk bekerja dan ber-HaHa HiHi dengan manusia lainnya. Jadi anak rantau yang jauh dengan keluarga, lalu sakit, tentu rasanya begitu menyakitkan. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Baca Juga  Mengizinkan Anak Mengikuti PTM Tak Cukup dengan Modal Bismillah
***

Ternyata kesedihan yang saya rasakan ini kurang lebih sama seperti yang Dr. Elisabeth Kubler-Ross jelaskan dalam bukunya yang berjudul On The Death and Dying (1969). Seperti dikutip dari laman Wikipedia.com, lima tahap kesedihan ini, yaitu Denial-Anger-Bargaining-Depression-Acceptance atau biasa disebut Model Kuber-Ross. Lima tahapan kesedihan ini sering dipakai untuk pasien-pasien yang sedang berduka maupun terdiagnosa sakit parah. Butuh waktu tiga hari, akhirnya saya berusaha bangkit dan menerima virus ini tinggal di tubuh saya.

Kebanyakan pasien yang terinfeksi Covid-19 merasakan lima tahap kesedihan ini. Namun, hal ini tidak berlaku bagi salahsatu dokter yang bekerja di klinik tempat saya bekerja. Dia justru merasakan hal sebaliknya. Ia bahagia ketika hasil laboratorium menunjukkan bahwa ia positif terinfeksi Covid-19. Baginya, dengan terinfeksi Covid-19, ia dapat beristirahat di rumah. Untungnya, gejala yang ia rasakan masih tergolong ringan sehingga tidak perlu mendapat perawatan di rumah sakit. Bentuk syukurnya mungkin akan berbeda, bila ia harus menginap berhari-hari di rumah sakit. Standar kebahagiaan orang memang beda-beda.


***

Alhamdulillah, Covid-19 yang pernah bersemayam di tubuh saya kurang lebih lima bulan lalu mengantarkan saya dengan mudah mendapatkan permit umrah. Sungguh banyak kemuliaan umrah di bulan Ramadan. Ya Rabb, nikmat mana lagi yang harusku dustakan? Di sisi lain, teman-teman saya justru kebakaran jenggot karena susah mendapatkan vaksinasi. Mau umrah ya vaksin dulu!

Setiap kejadian yang manusia alami adalah jalinan takdir yang terus bersambung seperti benang merah. Dari kejadian A, kita akan dapati kejadian B. Dari kejadian B bisa jadi muncul kejadian C. Begitu terus hingga kita sadar ada kebaikan dan keburukan dibaliknya. Bila kita telusuri muaranya tentu saja dari kejadian A. Sesuatu di luar nalar manusia. Bukankah takdir hidup manusia sudah Allah Swt tetapkan sejak ribuan tahun sebelum manusia lahir ke muka bumi?

Baca Juga  Nasib Ibu Hamil di Tengah Pandemi Covid-19

Bisa jadi sesuatu yang kita sesali hari ini, justru di kemudian hari yang paling disyukuri. Ya, kado (masalah) yang Allah berikan tidak selalu terbungkus indah. Namun, didalamnya selalu ada berkah. Begitu quotes yang pernah saya baca. Kita sering kali merasa paling tahu. Merencanakan banyak hal hingga lupa ada takdir dari Allah Azza wa jalla yang lebih baik dari rencana manusia. Mengutip dari kajian Ustadz Nuzul Dzikri, “Jangan sok tau deh, lima menit setelah ini saja kita tidak tahu kejadian apa yang akan menimpa kita!”

Saya memang harus bahagia pernah terinfeksi Covid-19. Cukup sekali saja, jangan lagi! Alhamdulillah Ala kullihal.

Bagikan
Post a Comment