f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
toleransi

Menulis untuk Mengubah

Para ulama telah sejak dahulu menulis untuk menyebarkan hasil kajiannya dalam berbagi ilmu, agar kelak nanti bisa menjadi bacaan dan pelajaran oleh umat berikutnya. Jika para ulama tidak menuliskan buah pemikirannya dalam berbagai kitab, kita akan kesulitan mendapati ilmu-ilmu keislaman yang sudah ada dari Al-Qur’an dan Sunnah.

Rasulullah Saw. sendiri telah mengisyaratkan pentingnya aktivitas menulis dalam perkembangan dakwah Islam. Nabi ketika itu menunjuk langsung 65 sekretaris untuk keperluan tulis-menulis. Jumlah yang banyak ini bukan tanpa alasan. Nabi melihat bahwa ilmu yang harus ditulis tidak sedikit sehingga perlu orang yang banyak pula untuk mengerjakannya.

Penyampaian teladan para ulama yang berupa tradisi, rajin menuliskan pemikirannya dalam bentuk kitab-kitab ini mesti jadi pendorong bagi kita selaku generasi muda muslim untuk juga tekun menulis. Apabila kapasitas keilmuan Islam kita masih sangat jauh untuk sampai pada tataran menuliskan ilmu yang sifatnya mendalam, maka tak ada salahnya menulis sesuatu yang sifatnya informatif dan kaya juga dengan perspektif segar.

Di tengah begitu lubernya berbagai informasi dan tulisan-tulisan dengan aneka varian, tulisan yang unik dan otentik, akan mencuri perhatian pembaca. Dengan demikian, melatih gaya penulisan sama prioritasnya dengan memperkaya kedalaman isi tulisan agar tidak jatuh pada tulisan yang klise sekaligus membosankan.

***

Kemampuan tulisan untuk menjadi medium perubahan di tengah berbagai kondisi tetap relevan hingga kini. Melalui tulisan para pembaca baik yang sezaman atau yang datang kemudian berkesempatan membaca sikap penulisnya terhadap satu permasalahan tertentu. Dengan begitu, yang semula tidak mengetahui alternatif solusi untuk menyelesaikan satu problem, bisa menjadikan tulisan yang ada sebagai rujukan pendukung setiap argumentasinya.  

Kini banyak sekali media berbasis daring yang menyediakan lowongan bagi kita, khususnya umat Islam untuk membagikan pandangan dan kajiannya dalam bentuk tulisan. Kemudahan yang tersedia ini menjadi kesempatan bagi kita untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang penuh cinta dan kedamaian sebagaimana makna kata Islam itu sendiri. Bukan Islam dengan wajah bengis dan di setiap kesempatan menebar kebencian terhadap pihak-pihak berbeda.

Baca Juga  Berbincang dengan Rumi
Sinisme Membuat Kerukunan

Tulisan-tulisan yang banyak mengedepankan sinisme seperti itulah yang membuat kerukunan di tengah-tengah hubungan sesama muslim bahkan antar umat beragama jadi koyak. Kemudian muncullah saling curiga yang mengakibatkan hubungan kemanusiaan berhawa gerah dan rawan terpecah.

Kebencian yang terjadi akan berbalik menjadi berlipat anak panah kebencian lain yang siap menghujam. Maka dari itu, kebencian harus berakhir di tangan kita. Tulisan-tulisan yang mengandung unsur seperti itu tidak usah disebarluaskan. Kebencian memang akan selalu ada di dunia. Tapi, kita punya otoritas penuh untuk berada di pihak yang meredamnya, alih-alih menjadi kompor yang terus menggelorakannya setiap saat.

Saya suka merasa aneh terhadap orang yang rajin sekali mem-forward broadcast bernada benci di grup WhatsApp. Atau yang membagikan konten serupa di akun media sosialnya. Untuk yang pertama, selalu sukses membuat saya ingin keluar dari grup yang bersangkutan. Membuat mood saya rusak saja soalnya.

Dalam hati, saya kerap berharap ada orang lain yang satu pemikiran dengan saya menyuarakan agar ada peraturan tegas dalam grupnya. Di mana salah satunya melarang membagikan tulisan yang tidak jelas kadar kebenaran dan sumbernya. Termasuk konten yang mengandung unsur kebencian tadi.

***

Wajah Islam yang kerap tampil di media tidak selamanya benar. Teroris yang mengatasnamakan Islam untuk melegalkan tindakannya sedikit-banyak telah mempengaruhi persepsi kaum agama lain. Tak hanya di luar negeri saja, ini pun berlaku di internal negara kita sendiri. Kelakuan para teroris itu mencoreng spirit damai dan rahmatan li al-‘alamin yang ada di dalam ajaran Islam.

Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya pihak-pihak yang termakan framing media bahwa tindakan keji menebar ketakutan lewat peledakan bom atau serangan-serangan tertentu itu berasal dari Islam. Sebab mereka banyak mengonsumsi kabar, baik tayangan video maupun tulisan yang menyoroti simbol-simbol yang dibawa oleh para teroris itu. Di mana jumlahnya tentu tidaklah sedikit.

Baca Juga  Meningkatkan Kualitas SDM Maritim Indonesia
Agama Bukan Sebagai Alat Pembenar

Dengan demikian, sebagai muslim kita harus melakukan sesuatu agar Islam tidak lagi terpandang keliru sebagai agama yang membenarkan penyerangan terhadap pihak luar. Untuk merebut perhatian mereka yang salah memahami Islam, kita mesti memberondongnya dengan narasi Islam yang sebenarnya.

Tulisan-tulisan berisi hakikat ajaran Islam harus terus diproduksi. Kita harus mengalahkan wacana-wacana yang menempatkan Islam pada posisi benci dan tersudutkan. Seolah, karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Lantaran tindakan keji yang mencatut nama Islam, rusaklah citra Islam secara keseluruhan. Dunia maya harus banjir dengan tulisan-tulisan mengenai Islam yang ramah, penuh cinta-kasih, dan menghargai kepercayaan agama lain.

Tidak dibenarkan ada pemaksaaan agar seseorang memeluk Islam. Tidak dibenarkan mengolok-olok sesembahan agama lain karena itu sama artinya dengan mengundang cemoohan terhadap Islam sendiri. Al-Quran sudah terang-benderang memberikan rambu-rambu hidup berdampingan dengan umat agama lain agar tidak saling mengusik.

Jngan selalu menjadikan agama sebagai alat pembenar untuk mencapai syahwat (kekuasaan) kita. Sebab itu hanya akan mereduksi agama itu sendiri. Dalam konteks Islam, Gus Baha pernah mengatakan, “salah satu keburukan manusia adalah membawa-bawa nama Allah untuk kepentingan dirinya. Seolah-olah apa yang di pikirannya sesuai kehendak Allah.”

Apa yang disampaikan Gus Baha itu bisa jadi bahan renungan kita bersama. Kita jangan terlalu geer bahwa apa yang selama ini diperjuangkan sudah sesuai 8dengan maunya Allah Swt. Makanya, kita harus selalu meminta perlindungan dari-Nya atas kemungkinan niat melenceng dari yang semestinya. Niat baik saja tidak cukup. Tapi, harus dibarengi dengan cara-cara yang baik. Itu!

Editor : Amanat Solikah

Bagikan
Post a Comment