f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
value

Value yang Harus Dimiliki sebelum Menikah

Menikah tak hanya soal umur dan pekerjaan, begitu juga mencegah masalah dalam pernikahan tak boleh berhenti pada pencegahan pernikahan dini. Beberapa waktu terakhir, potret pernikahan yang berseliweran di berbagai medsos banyak menemui konflik. Mulai dari kasus kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, penelantaran dan pemerkosaan anak, perceraian dan lain sebagainya. Pelaku dalam kasus di atas, tidak terbatas pada keluarga yang menikah di bawah umur atau yang memiliki kesulitan ekonomi saja. Banyak di antaranya, yang sudah dianggap memiliki kematangan fisik, mental dan finansial.

Banyak juga ungkapan-ungkapan baik di medsos maupun dari orang-orang sekitar bahwa pasangan yang paling baik untuk dipilih adalah pasangan yang mengerti agama. Namun, hal ini menimbulkan pertanyaan besar di benak saya apakah memang ketika memilih pasangan yang memiliki pengetahuan agama akan terhindar dari permasalahan rumah tangga seperti yang dicontohkan di atas. Namun, realitas menjawab pemahaman seseorang terhadap agama tidak bisa semata-mata dijadikan rujukan dalam membina rumah tangga yang indah.

Lalu, bagaimana cara mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi dalam rumah tangga? Pertanyaan semacam ini tentu bisa dijawab dengan persiapan diri baik secara fisik, finansial dan mental sebelum memasuki dunia rumah tangga. Proses persiapan tiga hal tersebut akan menciptakan value dalam diri seseorang. Value atau nilai dalam diri akan menjadi panduan dan sangat mempengaruhi berbagai pemikiran dan tindakan yang akan dilakukan individu dalam membina rumah tangga.

Value pertama, adalah tanggung jawab yang harus laki-laki dan perempuan miliki. Selama ini value tanggung jawab hanya dikhususkan bagi laki-laki karena akan menjadi pemimpin dalam rumah tangga. Namun, value ini akan lebih baik jika dimiliki oleh kedua belah pihak, yaitu laki-laki dan perempuan. Karena, membina rumah tangga bukan soal memimpin dan dipimpim. Namun, bagaimana membawa arah rumah tangga yang akan dijalankan oleh dua orang, yaitu laki-laki dan perempuan. Rasa tanggung jawab yang timpang antara kedua belah pihak memungkinkan terjadinya berbagai problem dalam masa pernikahan.

Baca Juga  Klaim Pancasila dan Psikologi Terbalik

Value kedua, adalah ilmu parenting. Sebaliknya, jika kepemimpinan identik dengan laki-laki, maka parenting dalam masyarakat Indonesia merupakan kewajiban perempuan. Banyak yang menganggap laki-laki tidak membutuhkan value tentang mendidik anak. Hal ini juga yang menyebabkan Indonesia termasuk negara fatherless ketiga di dunia.  Kurangnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak akan berdapak terhadap pendidikan, sosial, kepribadiaan, bahkan dapat menyebabkan berbagai perilaku menyimpang dalam diri seorang anak. Bayangkan jika ilmu parenting ini tidak dimiliki oleh kedua pasangan, dampak mental terhadap anak akan lebih berbahaya.

Mungkin value terakhir ini akan menjadi value yang paling penting dalam membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah, yaitu value kasalingan. Value kesalingan ini sering disebut dengan prinsip mubadalah yang harus dimiliki setiap pasangan. Prinsip kesalingan ini mencakup setiap lini kehidupan dan pekerjaan dalam rumah tangga, baik dalam partisipasi pekerjaan rumah, mendidik anak, pekerjaan dan lain sebagainya. Prinsip kesalingan atau mubadalah ini tentu berdampak baik dalam psikologi tiap pribadi dalam rumah tangga, sebab akan terbangun kerja sama yang baik antara laki-laki dan perempuan secara adil.

Dalam masyarakat yang memiliki budaya patriarki mungkin prinsip kesalingan akan dianggap tabu. Namun, bagi umat islam prinsip kesalingan dalam membina rumah tangga sangat tercermin dalam hubungan suami-istri antara Rasulullah dengan istri-istrinya. Digambarkan dalam berbagai literatur hadis bahwa nabi tidak segan melakukan pekerjaan domestik. Selama pekerjaan tersebut dapat dilakukan sendiri, Nabi Muhammad akan melakukan pekerjaan itu sendiri. Seperti, menjahit, memperbaiki alas kaki, dan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Begitu pula, istri-istri nabi Muhammad Saw. seperti Khadijah R.a. yang digambarkan sebagai bissnis women yang memiliki kematangan finansial yang cukup baik. Khadijah R.a. menggeluti dunia bisnis jauh sebelum menikah dengan nabi Muhammad. Setelah menjadi istri nabi Muhammad Khadijah tetap melanjutkan bisnis yang ditekuninya dan sampai saat ini tidak pernah ditemukan adanya literatur yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad melarang istrinya untuk bergelut di bidang apa pun, termasuk dalam bisnis yang pada saat itu pada umumnya dilakoni oleh laki-laki.

Bagikan
Post a Comment