f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
zakat

Urgensi Aktualisasi Zakat bagi Mustahik Korban Kekerasan Seksual

Zakat merupakan salah satu instrumen penting dari filantropi (kedermawanan). Zakat diyakini dapat membawa dampak pertumbuhan (ekonomi) baik dalam ranah pribadi dan umum. Perintah berzakat dalam Al-Qur’an mayoritas bersanding dengan perintah salat; maka seringkali kita temukan senandung ayat tentang zakat diawali dengan seruan untuk menegakkan salat, sebagai wujud ekspresi keimanan, ketakwaan, dan rasa syukur kepada Dia yang Maha Suci dan Maha Cinta. (Hilman Latief, 2019.33).

Pada ranah implementasi, zakat selain berfungsi sebagai bentuk filantropi juga berfungsi sebagai perwujudan keadilan sosial dalam Islam (Fauzia, 2016.35). Dalam hal ini, filantropi menjanjikan kesejahteraan dalam masyarakat yang dianggap sebagai dasar dalam mewujudkan keharmonisan sosial; di dalamnya terdapat distribusi ekonomi yang berdampak pada dimensi kerakyatan, sehingga orang miskin dapat menerima manfaatnya. Selain itu, zakat juga dapat mewujudkan sirkulasi ekonomi produktif yang dapat menciptakan harmoni sosial di tengah masyarakat.

Namun, saat ini dimensi zakat haruslah diperluas pemaknaanya, perlu adanya ijtihad kembali untuk mengaktualisasikan zakat kepada delapan mustahik yang telah ditentukan oleh agama (fiqh), ijtihad tersebut adalah aktulisasi yang berpihak kepada korban kekerasan seksual.

Zakat Sebagai Gerakan Filantropi

Kekerasan seksual sampai saat ini masih menjadi momok yang sangat menakutkan untuk kita semua, terutama perempuan. Mayoritas korban mengalami trauma, baik psikis maupun fisik, dan masih jarang ditemui keadilan hukum terhadapnya. Kekerasan seksual yang terjadi tidak hanya di ruang publik, tetapi juga seringkali terjadi di ruang privat, yakni rumah tangga. Kasus semacam ini menjadi marak disebabkan belum adanya instrumen hukum yang memberikan efek jerah terhadap pelaku. Korban banyak dibungkam dan terbungkam secara sosial, lalu akhir penyelesaian dari masalah tersebut seringkali diselesaikan dengan cara adat dan kekeluargaan. Inilah situasi yang membuat predator seksual semakin merajalela.  

Baca Juga  Potret Perempuan dalam Media Massa Indonesia

Menjadi penting untuk digarisbawahi oleh kita semua, bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan yang bersifat extra ordinary crime, kejahatan luar biasa yang memberikan dampak negatif yang sangat besar. Ini semua mengingat daya destruktifnya yang dapat menimbulkan kematian, dan berkaitan langsung dengan eksploitasi martabat dan hak seseorang. Untuk itu, kedepan menjadi penting bagi korban untuk berani berbicara, misalnya kepada lembaga negara ataupun melalui media sosial. Berbicara menjadi cara yang jitu dan counter narrative, agar saat seseorang mengalami kekerasan seksual, baik di ranah publik maupun domestik (keluarga), dapat segera diberikan tindakan hukum seperti yang seharusnya.

Kekerasan seksual terhadap korban memberikan dampak serius, mulai dari trauma berat yang dialami sampai terlunta-lunta secara ekonomi. Seringkali mereka yang menjadi korban disebabkan relasi kuasa ekonomi yang begitu timpang. Ketimpangan tersebutlah yang membuat mereka para korban tidak berdaya. Perempuan yang status ekonominya lemah, memiliki potensi paling besar untuk menjadi korban.

Dalam konteks inilah zakat memainkan perannya sebagai solusi mengatasi problem finansial korban. Karena apa yang dialami korban sangatlah kompleks, dan memiliki dimensi kerugian yang besar. Bila ditelaah kembali, korban mengalami kesulitan untuk berani berbicara, hal ini disebabkan mereka membutuhkan waktu (bisa bertahun-tahun) untuk mereduksi trauma psikisnya (Yulianti Mutmainnah, 2021.38).

Dalam konteks ini, zakat menjadi ijtihad kontemporer dalam mengadvokasi korban kekerasan seksual. Menurut Prof. Abdul Mu’ti, korban kekerasan seksual bisa dikategorikan sebagai penerima zakat yang masuk bagian definisi riqab. Menurutnya, riqab tidak hanya dimaknai sebagai perbudakan an sich, tetapi juga dimaknai sebagai eksploitasi manusia. Oleh karena itu, zakat dibolehkan untuk mengadvokasi korban kekerasan seksual yang mengalami marginalisasi dan penindasan.

Baca Juga  Orang Tua dan Kekerasan Seksual pada Anak

 Masih dengan pendapatnya, ia berpendapat zakat memiliki tiga dimensi yang berkelindan satu sama lain. Pertama, tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa), zakat memiliki fungsi untuk mereduksi segala sesuatu yang bersifar hawwaniyah dan syaithaniyah. Kedua, tazkiyatul mal (pembersihan harta), zakat memiliki fungsi untuk membersihkan harta, mengingat terdapat hak orang lain di dalamnya. Ketiga, tazkiyatul musykilah memiliki fungsi untuk mengatasi problem sosial di kalangan masyarakat. Dimensi tazkiyatul musykilah inilah peran zakat berkontribusi mengatasi problem kejahatan seksual yang terjadi. Karena pada dasarnya upaya pendampingan serta proses penyembuhan para korban kekerasan seksual membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk itu, menjadi penting bagi baznas atau lembaga filantropi untuk memberikan perhatian lebih kepada korban kekerasan seksual, sehingga kedepan dapat membantu korban dalam proses mendapatkan keadilan, kebenaran, dan pemulihan. Semoga.

Bagikan
Comments
  • Nanaa

    Ditunggu tulisan terbarunya

    September 21, 2022
Post a Comment