f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
ujaran peyoratif

Larangan Islam Soal Ujaran Peyoratif

Perempuan selalu mendapatkan stigma buruk. Di antaranya sebagai sumber fitnah dan sumber mala petaka, yang akhirnya menjadikan perempuan sebagai korban kekerasan dan penindasan, serta korban ujaran peyoratif seperti: bullying, body shaming.

Perempuanlah yang lebih sering menjadi korban ujaran peyoratif, entah dengan apapun itu sebutannya, misalkan saja dengan sebutan gendut, lemah, jelek, tidak berguna, beban dan lain sebagainya. Bahkan itu diucapkan oleh perempuan itu sendiri, bukan dari lelaki saja.

Dalam Bahasa Indonesia ujaran peyoratif berarti kata atau kalimat yang mengungkapkan arti negatif atau tidak santun, merendahkan, atau kurangnya rasa hormat terhadap seseorang.

Lantas seperti apa larangannya di dalam Al-Qur’an? Tentu saja. Mari kita simak penjelasan berikut.

Al-Qur’an Surat al-Hujurāt ayat 11 tentang Ujaran Peyoratif

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿الحجرات: ١١﴾

Artinya: “Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).” (QS Al-Hujuraat [49] : 11)

Para mufasir berbeda pendapat mengenai ujaran peyoratif, baik itu ejekan atau olok-olok yang dilarang oleh Allah. Imam Thabari menerangkan bahwa jumhur ulama satu kesimpulan bahwa ini adalah ejekan orang kaya terhadap orang miskin dan Allah melarang mengejek orang miskin karena kemiskinannya.

Imam Thabari menjelaskan bahwa ayat ini berarti larangan Allah kepada seluruh orang beriman, agar jangan mengejek sebagian lainnnya dengan berbagai macam ejekan. Baik itu karena kemiskinannya, dosanya, aibnya, atau hal lainnya. (Tafsir Thabari [23]: 740). Asy-Syaukani menjelaskan bahwa mengejek di sini sama artinya dengan mengolok-olok, menertawakan atau mencemooh. Mencemooh aib yang ada pada seseorang. Bahkan tidak boleh pula melaknati orang lain (Tafsir Fahtul Qadir [10]: 477).

Baca Juga  Pentingnya Akhlak di Masa Kini
Siapa yang Dilarang Berujar Peyoratif?

Menurut Imam Ibnu Katsir, ayat di atas memberikan larangan terhadap kaum laki-laki لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ terlebih dahulu kemudian berlaku pula larangan untuk kaum perempuan وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ. (Tafsir Ibnu Katsir [7]: 486)

Dalam hal ini tentunya tidak ada pengecualian, bahwa mengolok-olok, mencela, menghina, dan merendahkan orang lain adalah larangan untuk kita semua. Tidak pria maupun wanita, tidak pula yang kaya pada yang miskin, yang pintar kepada yang bodoh, dan lain sebagainya.

Imam Qurthubi menjelaskan bahwa secara global siapapun tidak berani mengolok-olok orang lain yang keadaannya memprihatinkan, atau ada cacat di tubuhnya, atau tidak pintar berkomunikasi dengannya. Mengapa demikian?  

Karena boleh jadi, orang itu lebih tulus perasaannya, lebih suci hatinya dari pada orang yang mengejeknya atau menghinanya. Dengan demikian, yang ada dia justru telah menzalimi dirinya sendiri karena telah menghina orang yang dimuliakan oleh Allah dan merendahkan orang yang diagungkan oleh Allah. (Tafsir Qurthubi [17]: 59)

Bentuk-Bentuk Ujaran Peyoratif

Mahmud al-Alusi menjelaskan bahwa mengolok-olok dilarang dengan segala bentuknya. Baik itu menghina, merendahkan, menampakkan aib maupun kekurangan dengan cara menertawakannya melalui perkataan, perbuatan, maupun isyarat, baik itu saat ada orangnya di depannya maupun di saat tidak hadirnya. (Rūh al-Ma’ān [26]:152)

Ar-Rāzī dalam (Tafsir Al-Kabīr [29]: 131) menjelaskan bahwa ayat di atas mengandung tiga larangan:

1.Mengejek

Mengejek artinya menyebutkan keburukan saat ada orang lain lewat, namun tidak melihatnya dengan mata mengagungkan ataupun tidak mau meliriknya bahkan justru menjatuhkan derajatnya, meskipun tidak sampai menyebutkan kecacatan atau aibnya.

Baca Juga  Asal Kita Baik, Cukupkah ?

Misalnya saat sedang berkumpul dengan orang lain dan ada temannya yang tidak good looking, dan rekannya bilang, “Hai, ada si burik”. Ucapan itu sambil memalingkan wajahnya karena merasa dirinya lebih mulia, dan orang itu lebih hina.

Meskipun tidak sampai menyebutkan, “Dasar gak good looking!” atau lain sebagainya. Oleh karena itu janganlah sekali-kali kalian mengejeknya atau merendahkannya.

2.Mencela

Mencela artinya menyebutkan kejelekan yang ada pada orang lain sedangkan dia tidak hadir saat pembicaraan berlangsung. Misalnya, “Cewek itu lola (loading lama) banget yah!” Namun cewek itu telah pergi dan berada jauh di sekitar pembicaraan.

Mencela ini menyematkan sifat buruk pada seseorang yang membuatnya marah dan merendahkan derajatnya saat mendengarnya. Berbeda dengan mengejek yang artinya merendahkan tanpa mengomentarinya. Hal ini biasanya terjadi lantaran orang itu ingin “nyinyir atau julid” karena iri atas keberhasilan orang lain atau dengki dan menyudutkan orang lain atas kejelekannya.

3.Melakabkan

Melakabkan memiliki arti lebih buruk dari pada mencela. Lakab artinya menyematkan sifat pada seseorang terutama jika itu tidak ia miliki. Lakab dan nama yang baik jika diberikan kepada seseorang dan dikaitkan kepadanya tidak berarti maknanya ada pada dirinya, sebab orang yang bernama Said (orang yang bahagia) bukan berarti orang itu bahagia.

Maka dari itu memberi lakab buruk kepada orang lain itu hal yang tidak baik. Misalnya ada teman wanita kita berbadan gemuk, lalu kita ejek dengan, “Ih si gendut lewat”. Hal ini memang menunjukan bahwa fisiknya gemuk, namun bukan berarti orang itu benar-benar tidak bisa kurus, karena itu bisa saja berubah di kemudian hari.  

Dan ini selain masuk kategori bullying (perundungan) juga termasuk body shamming (celaan fisik). Biar bagaimanapun, baik lelaki maupun perempuan tidak suka mendapatkan perlakuan seperti itu atau mendapatkan lakab.

Baca Juga  Menyiapkan Bekal Akhirat dan Dunia untuk Anak

Intisari

Siapapun itu, baik lelaki maupun perempuan, janganlah berlaku sombong dan menghina saudaranya, apalagi merendahkannya. Seperti tidak mau melirik kepadanya, juga tidak boleh membeberkan aibnya, serta melakabkannya dengan apa yang orang itu benci. Karena boleh jadi ternyata Allah lebih mencintainya dari pada mencintai kita. Allah lebih mengagungkannya dari pada kita. Namun Allah menyembunyikan pengagungannya dan kecintaanya dalam aib seseorang, sehingga itu tidak tampak.

Sesama muslim, tidak boleh saling merendahkan, justru saling mendukung satu sama lain. Jika ada kekurangan maka hadirlah untuk melengkapi kekurangan tersebut. Karena muslim satu dengan lainnya laksana bangunan yang saling menopang dan menguatkan satu sama lain. Semoga bermanfaat. Aamiin.

Editor: Isnatul Chasanah

Bagikan
Post a Comment