f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
ibu

Trik Menjadi Ibu dari Para Pejuang Ala ‘Arfa’ binti Ubaid Tsa’labah

Ikatan pernikahan antara perempuan dan laki-laki hingga disebutlah pasangan suami-istri merupakan bentuk aplikasi dari sunah Rasul dan ibadah yang panjang. Ditambah kehadiran buah hati, menjadi pelengkap kebahagiaan dalam perjalanan ibadah pernikahan bagi yang akhirnya dianugerahi gelar ayah dan ibu. Mudah? Semua akan terasa indah bila masing-masing peran dilakukan dengan penuh cinta kasih.

Di samping peran ayah, seorang ibu menjadi salah satu elemen terkuat serta madrasah pertama dalam mencetak generasi pejuang. Termasuk membentuk akan menjadi seperti apa sang buah hati nantinya. Namun, untuk menjadikan buah hati orang yang taat akan Allah dan ajaran Rasulnya, berakhlak mulia, bijaksana, berbakti kepada orang tua, dan hal-hal positif lainnya hingga ia menjadi seorang pejuang, bukan hanya bagi agama dan akhiratnya saja, tetapi juga dalam perjalanannya menapaki dunia, ini tentu akan banyak rintangan dan ujian di dalamnya.

Tugas seorang orang tua adalah bagaimana menanamkan segala nilai kebaikan di dalam dada buah hati. Agar nantinya ia berjalan di muka bumi dengan bijaksana, berilmu, dan senantiasa dalam ketaatan. Menjadi ibu dari anak-anak yang hebat merupakan impian setiap ibu. Saya mencoba memberikan satu sampel kisah seorang ibu dalam sejarah Islam yang sarat nilai teladan bagi para ibu masa kini, yaitu Arfa’ binti Ubaid Tsa’labah.

Arfa’ binti Ubaid Tsa’labah, Ibu dari Para Pejuang dan Syuhada

Namanya tercatat dalam daftar orang yang paling dahulu masuk ke dalam Islam. Arfa’ dikarunia 7 orang anak dan sebagian besarnya gugur sebagai syuhada. Mereka adalah; Mua’adz, Mi’wadz, Auf, Khalid, Iyas, Aqil, dan Amir. Mu’adz dan Mi’wadz gugur pada perang Badar. Khalid gugur di perang ar-Raji’. Amir gugur di perang Bi’r, dan Iyas gugur dalam perang al-Yamamah (Shifat ash-Shafwah, 2/50). Dan dua di antaranya berhasil membunuh Abu Jahal yang telah mengumpat dan menyakiti Rasulullah Saw.

Baca Juga  Khadijah: Istri dan Pahlawan bagi Rasulullah Saw serta Teladan Umat

Itulah mengapa Arfa’ dijuluki sebagai ibu dari para syuhada yang telah membunuh fir’aunnya umat Islam. Arfa’ telah menanamkan rasa cinta kasih ke dada anak-anaknya terhadap Allah dan Rasulnya. Sehingga siapapun yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, mereka berdiri dengan gagah berani berjuang membela Allah dan Rasulnya.

Atas gugurnya putra-putranya di medan perang, Arfa’ merasa gembira meskipun tidak bisa dipungkiri naluri hati ibu akan menangis karena terpisah dari buah hati yang selama ini berada dalam pelukannya. Tetapi demi pengabdiannya kepada Allah dan Rasulnya, ia bangga karena putra-putranya menjadi pejuang dalam membela kebenaran. Diriwayatkan dari Ibnu al-Kalbi, ia bercerita, “Mu’adz dan Mi’wadz terbunuh pada saat perang Badar, lalu ibunya (Arfa’) datang menghadap Rasulullah lalu berkata kepada Auf terhadap Rasulullah, “ Wahai Rasulullah, ini adalah anak saya yang paling buruk.” Rasulullah menjawab, “Tidak.”

Dengan kematian putra-putranya itu, Arfa’ merasa khawatir putra ketiganya bernama Auf tak mendapat kesyahidan seperti putra-putranya yang lain. Kekhawatiran tersebut membuatnya membawa Auf ke hadapan Rasulullah dan berkata, “Sungguh dia adalah anakku yang paling buruk,” karena sang anak tidak meraih kesyahidan. Kenyataannya, tidak demikian karena putra ketiganya itu dituturkan memiliki keutamaan ilmu dan kitab-kitab sirah dan sejarah. Itu juga merupakan salah satu cara Arfa’ untuk menjadikan anak-anaknya syuhada fi sabilillah dan agar mereka termasuk ke dalam timbangan amal baik. Arfa’ mengira kalau salah satu ajarannya kepada anaknya untuk menimba ilmu bukan termasuk syuhada, itu sebabnya ia sempat bersedih jika anaknya tidak syahid di medan perang membela agama Allah.

Lantas, apakah harus gugur di medan perang baru kemudian dikatakan sebagai pejuang? Auf buah hati Arfa’ juga disebut pejuang dan syuhada fi sabilillah dikarenakan ia adalah orang yang gigih menuntut ilmu hingga ia tercatat sebagai orang yang memiliki keluasan dan keutamaan ilmu.

Baca Juga  Adakah Mush’ab bin ‘Umair di Zaman Sekarang?

Dari kisah ini ada dua nilai teladan yang dapat diambil atau bahkan lebih. Arfa’ memberikan dua trik khusus di samping trik-trik lainnya untuk ibunda masa kini.

Pertama, menanamkan rasa cinta kasih kepada Allah dan Rasul-Nya. Artinya beliau mengajarkan dan menanamkan tentang kecintaan terhadap Yang Maha Kuasa dan kekasih-Nya (Rasulullah). Sehingga siapa pun dan apa pun yang dapat menyakiti Allah dan Rasul-Nya ia juga merasa tersakiti dan berdiri paling berani untuk membela orang yang dikasihinya.

Kedua, memberikan pendidikan agama yang mumpuni. Menjadi ibu dari pejuang adalah ibu yang tidak hanya mampu mencukupi kebutuhan jasmaninya sebagai manusia di dunia. Tetapi juga ruhaninya dalam bentuk pendidikan agama yang mengantarkannya menjadi orang memiliki tujuan hidup dan punya pegangan ketika berjalan di muka bumi tanpa melupakan bahwa kehidupan yang kekal hanya di akhirat, dunia hanya tempat singgah untuk mencari bekal akhirat.

Satu di antaranya yang dapat kita lakukan untuk anak-anak kita adalah dengan memberikan pendidikan agama yang baik dalam lingkungan keluarga, sekolah atau di pondok pesantren, serta memastikannya berada dalam lingkungan yang sehat. Bergembiralah ketika buah hati menuntut ilmu meski harus merantau jauh dari pelupuk mata. Dan jika tiba waktunya ia meninggalkan dunia dalam keadaan berjuang menuntut ilmu, maka bergembiralah. Sebab sesungguhnya ia telah menjadi syuhada fi sabilillah. Wallahu a’lam.

Bagikan
Post a Comment