Sepotong Cerita Tentang Ibuku
Musim kemarau membakar tubuhnya perlahan.
Aku mencium aroma peluh yang diperas hingga tuntas.
Matahari senantiasa tersenyum ceria melihat kekar lengannya menjemur padi agar kering,
lalu dimasak menjadi nasi untuk makan si buah hati dan suami.
Maghrib turun dari langit sedang ia masih setia dengan kepul tungku sampai asap menyergap ke dalam hidung dan tenggorokan .
Ia tak pernah berceracau mengerjakan tugas-tugasnya. Ibu selalu menyapu semua kemurungan dan kedukaan.
Segalanya ibu lakukan penuh keikhlasan.
Setiap pagi ibu beradu dengan terik matahari dan terkadang ia bercumbu dengan hujan demi menyambung hidup si buah hati merajut impian.
Ibu adalah gua yang memberi perlindungan sekaligus air yang memberi kesejukan.
Setiap puncak malam, ia bertadarus bersama bintang- bintang sambil jemarinya memutar tasbih menyulam hati penuh ke haribaan Tuhan.
Ibu meminta kepada-Nya agar diberi kekuatan dan kesabaran dalam meniti kehidupan.
Suaranya mengayunkan doa selembut kasih sayang.
Doanya serupa mawar yang ditanam secara perlahan.
Mawar yang ditanamnya Semakin lebat; menjulang tinggi menyerupai menhir.
Memekarkan dirinya menjelma kanopi yang menyembulkan mawar-mawar putih menyegarkan. Jiwa seakan lolos bersama ketenangan dan keteduhannya.
Bagiku ibu adalah matahari yang memberi kehidupan bagi sang bumi.
Nama pena Hannashe.Hobi menulis dan membaca karya fiksi maupun non fiksi. Saat ini ia masih aktif mengikuti komunitas COMPETER (Community Pena Terbang ) dan menjadi penulis artikel di kanal media Islam IB.Times.id.