f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
Senyum

Senyum Umay Ketika Memecahkan Celengan

Seusai pulang sekolah, anak-anak seusia Umay biasanya pergi untuk bermain. Namun, setiap siang Umay tak seperti mereka, karena ia harus berjualan es yang ia ambil dari Bu Hilda. Bu Hilda adalah orang yang baik. Pernah suatu ketika Umay tersenyum karena mendapatkan uang tambahan dari Bu Hilda.

“Ini uang untuk apa, Bu? Tanya Umay yang kebingungan saat itu. Umay khawatir ada kelebihan uang dari keuntungan yang Bu Hilda berikan.

“Uang lima ribu ini pemberian Ibu untuk kamu. Selama ini kamu satu-satunya anak yang mengambil es dari ibu dan menjualnya. Kamu telah banyak membantu Ibu. Bahkan setiap hari jualan kamu selalu laku keras. Bolehkah ibu memberi kebaikan kepadamu?” Jawab Bu Hilda.

“Terima kasih Bu atas kebaikannya. Semoga Allah menggantinya dengan rezeki yang lebih besar dan berkah,” jawab Umay sambil tersenyum penuh haru.

“Sama-sama. Oh ya sebaiknya kamu segera pulang. Sepertinya sore ini akan turun hujan!” Tegas Bu Hilda seraya memberikan payug kepada Umay karena takut keburu hujan dan Umay belum sampai ke rumahnya.

“Oh ya Bu saya pun mau buru-buru pulang juga. Payung ini besok saja saya kembalikan sekalian mengambil es lagi buat berjualan,” jawab Umay sembari mengulurkan tangan untuk menerima payung tersebut.

“Ya,ya. Hati-hati ya, Umay,” Bu Hilda menjawab sambil mengangguk.

“Saya pamit dulu Bu. Assalaamu alaikum, kata Umay seraya membalikkan badannya.

“Wa alaikum salam” balas Bu Hilda.

Umay sangat senang dengan pemberian Bu Hilda, karena ia memang sedang merencanakan sesuatu, sehingga uang itu akan ia kumpulkan. Sesampainya di rumah dengan mengucap Bismillah, uang itu dimasukkan ke dalam celengan yang berbentuk ayam.

“Semoga rencanaku sukses,” gumamnya dalam hati dan kemudian terdengar suara panggilan ibunya yang menyuruh Umay segera mengaji jika hujan sudah reda. Umay pun membalas panggilan ibunya dan setelah itu ia fokus lagi kepada rencana yang hendak diwujudkannya.

Baca Juga  Pagi Menghilang Ketika Malam Datang
***

Sebulan telah berlalu, Umay pun memecahkan celengan ayam jagonya itu. Setelah ia hitung uangnya ada seratus lima puluh ribu rupiah. Sebenarnya itu tak cukup untuk membeli sepasang sepatu futsal. Umay kemudian berpikir mengapa tidak ia pinjam saja ke Bu Hilda. Ia yakin Bu Hilda pasti akan meminjamkan uang dan Umay berjanji membayarnya dengan memotong keuntungan dari jualan esnya.

Umay selalu ingat dengan kata-kata guru ngajinya jika kebaikan itu harus disegerakan dan jika bersedekah maka Allah akan menggantinya berkali-kali lipat ibarat pohon yang banyak tangkainya menjuntai dan setiap tangkai menghasilkan buah. Umay yakin apa yang ia lakukan itu tidak salah. Demi kebaikan itu, Umay pun akan menyampaikan hal itu kepada Bu Hilda.

Benar saja, hari itu es yang Umay jual laku keras. Umay selalu bersyukur atas pemberian dari Allah. Semua orang tidak ada yang tahu kalau ternyata saat jualan Umay selalu memberikan dua buah es kepada pengemis, penarik becak atau terkadang anak kecil yang ingin menikmati esnya tetapi tak memiliki uang. Bagi Umar prinsipnya memberikan dua buah es itu takkan pernah mengurangi keuntungannya dan yang ada ia mendapat keuntungan yang berlipat.

“Begini Bu. Saya butuh uang seratus ribu rupiah untuk menambah kekurangan. Saya mau beli sepatu futsal tapi uangnya kurang,” Umay memberanikan diri membuka pembicaraan.

“Sebentar, kalau tidak salah ibu masih menyimpan sepatu futsal yang tadinya buat anak ibu tapi kekecilan. Siapa tahu cukup buat kamu,” jawab Bu Hilda seraya meninggalkan Umay dan pergi ke dalam untuk mengambil sepatu itu.

***

Tak lama Bu Hilda muncul sambal membawa dus berisi sepatu futsal itu.

Baca Juga  Sebutir Kurma untuk Laila

“Maaf Bu tapi bukan untuk saya melainkan untuk teman saya,” Umay kemudian menjelaskan agar tidak salah paham soal sepatu futsal itu.

Bu Hilda pun memberikan sepatu itu kepada Umay.

“Tidak apa-apa. Pokoknya yang penting sepatu ini bisa terpakai. Belinya mahal lho. Kan kalo nggak dipakai percuma beli juga,” jelas Bu Hilda.

“Terima kasih Bu. Nanti saya sampaikan kepada teman saya itu. Kasihan  dia itu orang tidak punya tapi kemampuan bermain futsalnya bagus hanya sayang mau ikut turnamen sepatunya tidak ada.” Jawab Umay sambil tersenyum. Ia semakin tergugah hatinya dengan kondisi temannya itu.

“Ini juga ada titipan dari suami ibu buat kamu, Kata Bu Hilda seraya menyerahkan tas gendong kepada Umay.

Umay senang sekali dengan apa yang terjadi hari itu. Setelah sampai ke rumah ternyata tas itu berisi buku, alat tulis, kaos dan juga sebuah amplop yang ternyata isinya uang dua ratus lima puluh ribu rupiah. Umay tersenyum bahagia, karena akhirnya ia mendapatkan jalan untuk membantu temannya itu.

***

Umay menemui Rizal, temannya itu dan langsung menyerahkan sepatu futsal pemberian Bu Hilda. Rizal mencobanya dan ternyata sepatu itu pas di kakinya. Sayang Umay tetap melihat wajah Rizal murung sehingga iapun penasaran mengapa wajah temannya seperti itu.

“Sepertinya kamu tidak senang menerima sepatu itu. Sepatu itu bukan dari aku tapi dari Bu Hilda. Ibu yang membuat es dan es yang selalu aku jual setiap hari usai pulang sekolah,” Umay mencoba membuka pembicaraan agar Rizal mau terbuka kepadanya.

“Aku senang dan aku bersyukur ada teman yang mau bantu kesuasahanku. Tetapi sebenarnya aku malu bercerita soal ini kepadamu. Bagaimana aku bisa konsentrasi main futsal sementara ibuku pergi ke sana kemari tak ujung mendapat pinjaman uang,” Rizal menceritakan kesulitan yang tengah ia dan ibunya hadapi.

Baca Juga  Mengembangkan Akhlak Bukan Sebatas Formalitas

“Memangnya uang buat apa? Berapa jumlahnya?” tanya Umay penasaran.

“Uang buat sewaan rumah lima ratus ribu perbulan. Kalau tidak segera bayar maka keluargaku akan disuruh keluar dari sana,” Rizal tampak sedih dengan kenyataan itu.

“Nih aku ada rezeki. Tadinya uang ini buat beli sepatu futsal untuk kamu. Tapi, maaf hanya sedikit, kata Umay.

“Terima kasih Umay atas segala kebaikanmu. Hanya Allah yang akan membalasnya,” balas Rizal yang sambil tersenyum bahagia dan nampak tak sedih lagi.

***

Kemudian pada turnamen futsal itu, tim futsal Rizal berhasil menjadi juara pertama dan yang lebih membanggakan lagi Rizal ternyata menjadi top scorer pada turnamen itu. Umay senang bisa membantu temannya itu.

“May, Umay cepat ke sini. Ada surat buat kamu,” kata ibunya seraya memberikan sebuah amplop kepada Umay. Umay pun mengambil dan membukanya. Ia lalu langsung membaca surat itu.

“Alhamdulillah mak aku juara satu lomba menulis tingkat nasional tentang Sekolah dan kehidupanku. Emak! Nanti kalau uang hadiahnya sudah diterima, semuanya buat Emak aja. Jumlahnya dua jatuta lima ratus ribu rupiah.” Ucap Umay yang terlihat kegirangan.

“Terima kasih anak kebanggaan Emak. Semoga Allah selalu sayang kepadamu,” ucap sang ibu.

Umay tersenyum bahagia. Hari ini banyak nikmat yang ia dapatkan. Sayang satu hal yang belum terkabul doanya yaitu agar ayahnya mau kembali bersatu dengan ibunya setelah bercerai. Tapi Umay tak pernah bosan berdoa soal itu dan akan terus berdoa sampai Allah mengabulkannya.

Bagikan
Post a Comment