f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
ramadan

Ramadan: Momentum Melatih Regulasi Emosi

Bagi umat muslim di seluruh dunia, Ramadan adalah bulan yang ditunggu-tunggu kehadirannya. Bagaimana tidak, Ramadan datang dengan segala keutamaannya. Ramadan ibarat air dingin di tengah manusia yang mengalami kehausan. Puasa yang diwajibkan di bulan Ramadan pun memiliki keutamaan-keutamaan. Selain pada aspek kesehatan yakni memberikan  waktu istirahat bagi sistem pencernaan sehingga sistem metabolisme menjadi efisien untuk membakar kalori dalam tubuh. Puasa juga memberikan dampak positif dalam aspek psikologis. Hal ini tentu berkaitan erat karena puasa tidak hanya menahan lapar dan dahaga melainkan menahan nafsu dan mengendalikan emosi.

Merujuk pada hadis nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah Rasulullah Saw. Bersabda yang artinya:”Puasa adalah membentengi diri, maka apabila salah seorang dari kamu di hari ia berpuasa janganlah berkata kotor dan jangan teriak-teriak dan jika seseorang memakinya atau mengajaknya bertengkar hendaklah ia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa‘”.

Dari redaksi hadis tersebut, seseorang yang berpuasa dituntut untuk pandai meregulasi (memanajemen) emosinya. Regulasi emosi adalah cara individu mengolah emosi yang ia miliki, kapan mereka merasakannya dan bagaimana mereka mengalami atau mengekpresikannya (Gross, 1999). Emosi dapat bermacam-macam, ada perasaan sedih, bahagia, marah, senang, gelisah, kecewa, dan masih banyak lagi. Agar emosi tersebut tidak meluap berlebihan maka perlu adanya regulasi emosi yang baik.

***

Saat berpuasa utama kita dilatih dalam meregulasi emosi yang dimiliki. Dalam hadis di atas, nampak bahwa emosi khususnya perasaan marah diharuskan untuk dikendalikan. Rasulullah Saw. sendiri memberikan cara atau alternatif saat perasaan marah muncul yaitu dengan diam, atau duduk jika saat berdiri, dan berbaring jika saat duduk. Hal ini senada dengan beberapa cara regulasi emosi yang dikemukakan oleh Gross, yaitu:

Baca Juga  Saat Ramadan Pamit

1. Pemilihan Situasi

Tipe regulasi ini melibatkan mengambil tindakan yang memperbesar atau memperkecil kemungkinan bahwa kita akan sampai pada situasi yang kita perkirakan akan memunculkan emosi yang diharapkan atau tidak diharapkan. Individu dapat mendekat atau menghindari seseorang, tempat atau objek lain yang dapat mengurangi stimulus emosi negatif.

2. Perubahan Situasi

Situasi-situasi yang berpotensi membangkitkan emosi diupayakan dimodifikasi secara langsung untuk mengubah dampak emosionalnya. Hal ini mirip dengan problem focused coping, mengubah situasi yang akhirnya mengubah dampak negatif emosinya. Misalnya, sambil mendengarkan musik saat melakukan pekerjaan agar tidak bosan. 

3. Penyebaran Perhatian

Attentional deployment dapat dianggap sebagai versi internal dari seleksi situasi. Dua strategi atensional yang utama adalah distraksi dan konsentrasi. Distraksi memfokuskan perhatian pada aspek-aspek yang berbeda dari situasi yang dihadapi atau mengganti perhatian dari situasi itu ke situasi lain yang dihadapi. Misalnya ketika seseorang memilih mengalihkan perhatian dengan pergi sejenak atau mengganti topik pembicaraan agar stimulus yang membangkitkan emosi dapat dikurangi.

4. Pengubahan Kognitif

Perubahan kognitif mengacu pada pemilihan makna yang diambil untuk suatu peristiwa atau bagaimana seseorang mengubah makna situasi dengan mengubah cara berpikir. Perubahan makna ini bertujuan untuk  mengubah dampak emosional.

5. Modulasi Respon

Modulasi respon ialah usaha individu untuk mengatur atau mengubah kecenderungan respons (baik fisik, verbal maupun perilaku) secara langsung. (Gross & Thomson, 2007)

***

Beberapa hal tersebut dapat kita latih saat bulan Ramadan selama kita berpuasa. Anjuran yang nabi berikan menjadi hal yang utama di mana puasa kita menjadi pengontrol diri. Puasa yang berjumlah 29/30 hari cukup efisien melatih regulasi emosi selama rentang waktu tersebut sehingga menjadi kebiasaan positif. Seperti yang diungkapkan oleh Psikolog Klinis Liza M Djaprie, “Idealnya rata-rata orang membutuhkan waktu 30 hari untuk membuat suatu hal menjadi kebiasaan. Ada sebuah teori mengatakan 30 hari otak mulai menyesuaikan”, walaupun tidak dipungkiri ada yang lebih cepat atau lambat tergantung kapasitas kemampuan otak setiap  orang yang berbeda.  Tentu hal ini akan berdampak baik saat kita menjalani hari-hari di luar bulan puasa.

Baca Juga  Bapak dan Ramadan yang Dinanti

Regulasi emosi menjadi suatu keharusan mengingat kita sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi. Individu yang belum mahir melakukan regulasi umumnya akan sulit beradaptasi pun menjalin relasi. Tak jarang hubungan menjadi kacau sebab emosi yang tak bisa dikendalikan. Berbagai dampak negatif hingga merugikan individu yang kurang pandai melakukan regulasi emosinya atau pihak yang terdampak (menerima) emosi yang meluap-luap. Maka, sebagai umat muslim yang diwajibkan puasa tidak hanya sebagai sarana menahan lapar dan dahaga melainkan pengendalian emosi diri. Hal ini memberikan pengertian bagaimana momen Ramadan menjadi sarana yang efektif dalam  melatih regulasi emosi.

Sungguh beruntung individu yang sukses menjalankan ibadah puasa dan keluar dari bulan Ramadan selain mendapatkan pahala-pahala yang dijanjikan; ia pula menjadi individu yang pandai dalam menghadapi situasi dan mengontrol emosi yang dimiliki. Maka adalah benar ramadan disebut sebagai bulan yang diliputi berbagai macam keberkahan (Syahrul Mubarak), tersebab membawa banyak kemaslahatan bagi individu-individu yang memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.

Bagikan
Post a Comment